Dokter Rudy Sutadi dikenal sebagai Bapak ABA Indonesia. Beliau adalah dokter spesialis anak yang menguasai dua terapi autisme sekaligus yang telah diakui dunia, yaitu Applied Behavior Analysis (ABA) dan Biomedical Intervention Therapy (BIT).
Saya lebih senang menyebut beliau Bapak Autisi Indonesia. Beliau sosok profesional langka sebab berhasil mematahkan paradigma orang-orang bahwa anak-anak autis tidak bisa disembuhkan.
Sejak 1997 dr Rudy berjuang menyembuhkan penyandang autis yang selanjutnya disebut autisi. Sampai saat ini saya belum menemukan satu dokter pun di Indonesia yang berhasil menyembuhkan lebih dari 40 autisi dengan tingkat keberhasilan di atas 90 persen.
Dokter Rudy mencetak rekor tersebut setelah mendirikan KID ABA Ultimate For Autism. Ini adalah klinik pengobatan dan penyembuhan anak-anak autis yang berkantor pusat di Bekasi.
Berkenalan dengan dr Rudy
Sungguh, saya tak menyangka perkenalan saya dengan dr Rudy 2016 lalu begitu saya syukuri hari ini. Waktu itu puteri saya, Maetami bahkan belum lahir. Saya masih bekerja sebagai jurnalis di Republika, salah satu harian nasional di Jakarta.
April 2016 redaktur saya, Teteh Dewi Mardiani menugaskan saya meliput peringatan Hari Autis Se-Dunia di Jimbaran, Bali. Kebetulan narasumber utama yang harus saya wawancara waktu itu adalah dr Rudy.
Dari sana saya berkenalan dengan dr Rudy dan istrinya yang juga pegiat autisme, Ibu Liza. Saya begitu kagum dengan mereka berdua. Mereka tak sekadar memberi harapan, tapi membuktikan bahwa penyandang autis bisa disembuhkan, satu hal yang pada zaman dulu dipandang sebelah mata oleh semua orang.
Saya makin kagum lagi dengan perjuangan dr Rudy memelajari autisme dan penanganannya selama puluhan tahun. Awalnya beliau melakukan hal itu untuk menterapi putera pertamanya yang juga autisi.
Semua orang tahu, pada era 1990-an autisme sering disebut penyakit jiwa. Bahasa kasarnya orang-orang mencap penyandang autis adalah orang gila.
Ini alasan kenapa autisme pada masa itu ditangani dokter jiwa alias psikiater. Padahal dr Rudy berpendapat anaknya, juga anak-anak autis lainnya seharusnya tetap ditangani dokter spesialis anak.
Beliau belajar dan mengadopsi langsung teknik penanganan autis dari Profesor Lovaas, profesional pertama di dunia yang menerapkan ABA untuk autisi.
Pernah baca buku berjudul Let Me Hear Your Voice? Buku ini menceritakan pengalaman Catherine Maurice (bukan nama sebenarnya) yang dua puteranya didiagnosa autis, kemudian sembuh setelah ditangani tim Profesor Lovaas.
Dokter Rudy menggelar seminar pertama tentang autisme di Indonesia pada 1997. Sejak itu beliau memperkenalkan ABA ke berbagai penjuru Tanah Air.
Curhat tentang Rashif
Pada 17 Juli 2020, dokter mendiagnosa salah satu putera kembar saya, Rashif memiliki autisme ringan. Ah, menuliskannya saja berat dan membuat saya menitikkan air mata, apalagi saya harus mendapati kenyataan itu setiap hari saat menatap mata anak kesayangan saya.
Saya sudah berusaha menghubungi dokter sana sini di Surabaya untuk mengonsultasikan kondisi Rashif, hingga akhirnya Allah memanggil kembali ingatan saya empat tahun lalu, hari di mana saya bertemu dr Rudy. Tanpa babibu saya langsung memeriksa kontak ponsel saya, berharap di sana masih tersimpan nomor Ibu Liza.
Alhamdulillah saya masih menyimpannya. Saya langsung menghubungi Ibu Liza via WhatsApp dan dibalas keesokan harinya.
Saya tak menyangka respons Ibu Liza begitu cepat. Beliau langsung menjanjikan saya konsultasi via zoom dengan dr Rudy dua hari kemudian.
Ibu Liza adalah tokoh penerus ABA. Beliau pakar yang menyusun kurikulum intervensi dini dan tata laksana autisme yang benar untuk menyembuhkan autisi dengan cara mengajarkannya pada terapis, guru, dan orang tua anak-anak autis.
Berhubung saya chat dengan Ibu Liza waktu weekend, Ibu Liza meminta saya memvideokan aktivitas Rashif di rumah, seperti mengajaknya bercanda, bertanya, memanggil namanya, kemudian saya diminta mengirimkan video tersebut.
Lagi-lagi saya menangis saat merekam video itu di teras rumah kami. Rashif tak sekali pun menoleh dan menatap saya, meski saya sudah memanggil namanya belasan kali. Dia asik bermain sendiri, sibuk memutar mobil-mobilannya di atas ubin, menggoyang-goyangkan kaki, dan tenggelam dalam dunianya sendiri.
Lagi-lagi saya merasa jauh dari anak saya yang masih 18 bulan itu. Padahal selayaknya bayi, saya, ibunya seharusnya menjadi tempat ternyaman untuknya.
Training Online SMART ABA
Ibu Liza tiba-tiba meng-invite saya di zoom conference yang digelar tim KID ABA. Ceritanya dr Rudy dan Ibu Liza sedang mengisi pelatihan online SMART ABA pada Senin, 27 Juli 2020.
Awalnya saya niat jadi pengamat saja. Yah, namanya juga dadakan. Namun, entah kenapa ujung-ujungnya saya ikut mengajukan pertanyaan seputar anak saya pada dr Rudy.
Ibu Liza muncul pertama menyambut peserta dan membuka pelatihan yang berlangsung jam 9 pagi hingga 12 siang itu. Acara kemudian dilanjutkan pembacaan ayat suci Alquran oleh Muhammad Azam Alfatih (10 tahun). Betapa terkejutnya saya ketika mengetahui Azam merupakan mantan autisi.
Saya sama sekali tak melihat perbedaan cara Azam berkomunikasi dengan anak-anak lainnya. Dia tampil begitu fasih melantunkan QS Ar-Rahman.
Azam menjalani terapi pertama kali di KID ABA pada 2012. Waktu itu dia masih berumur 2,5 tahun.
Sebelum bergabung di KIDABA, Azam sempat menjalani terapi di tempat lain, tapi tak kunjung mengalami kemajuan. Azam dinyatakan sembuh dari autisme pada usia 4,5 tahun atau setelah dua tahun menjalani terapi intensif bersama dr Rudy dan tim. Dia kini bersekolah di sekolah reguler, yaitu SD Islam Riyadush Shalihin.
Sempat juga Ibu Liza mengenalkan saya pada Ibu Diana Dewi. Beliau seorang dokter yang anaknya juga mantan autisi bernama Dastan. Kalo teman-teman punya Instagram, coba add akun dr Diana di @dr_dianadewi
Dastan didiagnosa autis 2014 oleh seorang dokter di rumah sakit swasta di Jakarta. Dokter Diana sempat melakukan shopping therapy selama setahun untuk Dastan, tapi tak ada yang membuahkan hasil signifikan.
Barulah pada 2015 dr Diana bertemu dr Rudy dan membawa Dastan menjalani terapi SMART ABA selama satu tahun. Hasilnya, Dastan akhirnya bisa masuk ke TK reguler juga SD reguler sampai hari ini. Dokter Diana pun kini menjadi salah satu tim dokter di KID ABA.
Pada salah satu postingannya dr Diana bercerita, Dastan sama sekali belum bisa berkomunikasi verbal hingga berumur empat tahun. Jangankan diajak ngobrol, bilang AIUEO saja Dastan tidak bisa.
Dastan tak bisa duduk tenang, tak bisa diam, kontak mata minim sekali, berjalan jinjit seperti penari balet, seringnya asik sendiri, dan tidak merespons saat namanya dipanggil. Namun, setelah 1-2 bulan menjalani terapi di KID ABA, Dastan sudah bisa bertegur sapa dengan dr Rudy, bahkan memanggil namanya.
Dokter Diana bercerita tidak mudah mendapatkan sekolah untuk Dastan. Ia sempat mendapat penolakan dari beberapa sekolah tanpa melakukan assessment terlebih dahulu.
Saya termotivasi semangat dr Diana, sosok ibu yang tangguh dan kuat memperjuangkan masa depan puteranya. Saya kagum melihat video-video Dastan berkomunikasi di Instagram. Dia menyemangati anak-anak autis lainnya untuk sembuh.
Karena Rashif usianya baru 18 bulan, jika diintervensi dini maka insya Allah hasilnya pun nanti baik dan kemajuannya pesat. Ikuti saja semua saran dr Rudy, tapi memang lebih baik kalau Mba Mutia juga terapi SMART ABA. Teknisnya mungkin nanti bisa dibantu Ibu Liza.
petikan chat saya bersama dr Diana.
Autisme Bisa Disembuhkan
Ibu Liza dan dr Rudy selalu berpesan bahwa autisme bisa disembuhkan, autism is cureable.
Anak-anak di KIDABA menjalani terapi dua jam per sesi dalam beberapa sesi per hari. Anak diberikan jeda 30 menit per sesi untuk istirahat. Terapi ini berlangsung setiap hari, Senin-Minggu.
- Anak berusia di bawah 3 tahun diberikan 4 sesi terapi per hari.
- Anak berusia 3-5 tahun diberikan 5 sesi terapi per hari.
- Anak di atas 6 tahun diberikan 6 sesi terapi per hari.
Saya membayangkan betapa ketanya jadwal terapi Rashif nanti. Namun, begitulah prosedur yang harus dijalani sebagai syarat menjadi pasien dr Rudy. Jika orang tua tak mau disiplin, sebaiknya jangan bergabung di KID ABA. Demikian tegas dr Rudy.
Menyembuhkan anak autis itu seperti berkejaran dengan waktu. Kita tidak bisa santai.
Arneliza Anwar Sutadi (Ibu Liza)
Terapi SMART ABA dalam sebuah penelitian mencatat tingkat kesembuhan mencapai 99 persen jika dijalani dengan benar.
Setelah diterapi, kemampuan anak-anak autisi akan berada 2-3 tingkat di atas kemampuan anak-anak biasa. Menurut Ibu Liza, ini adalah target mengingat anak-anak autisi membutuhkan waktu ketika berbaur dengan anak-anak non-autisi.
Anak-anak non-autisi biasanya cepat belajar dan menyesuaikan diri dengan sekitarnya, seperti lingkungan sekolah. Kondisi ini berbeda dengan anak-anak autisi yang membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri.
Inilah sebab mereka perlu dibekali kemampuan beberapa tingkat di atas anak-anak lainnya, supaya tetap on track dan tidak ketinggalan.
Rata-rata autisi lulusan KIDABA sembuh dalam rentang waktu 1,5-3 tahun.
Orang tua terlibat paling banyak selama anak menjalani terapi, dibantu terapi, asisten terapi, dan konsultan terapi. Saya selalu percaya bahwa semua penyakit bisa disembuhkan atas izin Allah SWT. Tak ada keraguan padanya.
Nak, ibun akan membersamai Abang Rashif sepanjang jalan, seumur hidup ibun. Ibun yakin, abang bisa sembuh. Insya Allah. Kita berjuang bersama ya nak.
Leave a Comment