Gejala corona pada anak-anak menjadi pertanyaan banyak orang saat ini. Apakah anak-anak yang terinfeksi menunjukkan ciri-ciri dan menyebarkan virus dengan cara sama layaknya orang dewasa? Mas Agung lewat web blognya Be Hangat kembali mengingatkan kita pentingnya perlindungan diri di masa pandemi.
Semua orang tua di Indonesia tengah was was menjelang anaknya masuk sekolah. Negara maju seperti Prancis saja mencatat 70 kasus baru Covid-19 pada anak hanya sepekan setelah kegiatan belajar di kelas dimulai kembali.
Senang sekali saya bisa menonton IG Live Ayah Bunda yang menghadirkan Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Aman Bhakti Pulungan beberapa waktu lalu. Diskusi ini dipandu Mba Gracia Danarti yang merupakan pimpinan redaksi dan komunitas Ayah Bunda & Parenting Indonesia.
Anak Terinfeksi Covid-19 di Indonesia
Dr Aman menyebut angka kematian anak karena Covid-19 di Indonesia merupakan tertinggi di Asia Tenggara, bahkan Asia. Selain menjadi ketua IDAI, dr Aman juga menjabat presiden dokter anak se-Asia Pasifik.
Jumlah anak berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) hingga artikel ini ditulis nyaris mencapai 3.400 orang, sementara 129 anak di antaranya meninggal dunia. Sejauh ini 584 anak dinyatakan positif Covid-19, sementara 14 orang di antaranya meninggal dunia.
Hampir setiap minggu ada anak Indonesia yang positif Covid-19 meninggal dunia. Dr Aman memaparkan empat faktor menyebabkan korban virus corona pada usia anak belum seluruhnya terdeteksi, meski risikonya cukup tinggi.
1. Data pasien anak minim
Jumlah skrining pada anak sangat sedikit. Pemerintah saat ini hanya fokus melakukan skrining para pekerja aktif yang notabene adalah orang dewasa. Skrining pada anak mungkin menjadi prioritas kesekian karena sedari awal virus ini merebak, sekolah anak-anak sudah diliburkan.
Skrining anak yang dilakukan di Indonesia hanya seperlima bagian dari yang dilakukan pemerintah Pakistan, bahkan se perdua puluh delapan bagian yang dilakukan pemerintah Malaysia. Sekiranya deteksi dini gejala corona pada anak-anak dilakukan, dr Aman yakin anak-anak Indonesia lebih cepat diselamatkan.
2. Covid-19 penyakit baru
Covid-19 merupakan infeksi baru yang belum dikenali tubuh anak. Reseptor pada anak belum begitu sempurna, sehingga gejala yang ditunjukkan tak begitu dikenali. Ini yang membuat kasus penemuan Covid-19 pada anak terkesan sedikit.
3. Anak Indonesia rentan infeksi
Anak-anak Indonesia itu juaranya infeksi. Infeksi pneumonia dan diare menjadi pembunuh utama generasi penerus kita.
Angka imunisasi anak di negara ini juga tinggi. Ini yang memungkinkan daya tahan tubuh anak terbentuk dengan baik, sehingga virus enggan bertahan lama. Sayangnya tidak semua orang tua teredukasi dengan baik akan pentingnya imunisasi pada anak.
Gejala Corona pada Anak-Anak
Persentase anak menularkan Covid-19 pada orang lain berkisar 5-10 persen, berdasarkan pengalaman otoritas kesehatan di Cina. Pertama kali anak bisa tertular virus dari orang dewasa, terutama orang tuanya.
Bagaimana jika anak kemudian disuruh sekolah? Dia otomatis akan menularkan virus pada orang lain, sama seperti orang dewasa.
Apa saja gejala corona pada anak-anak yang perlu kita ketahui?
Dr Aman mengatakan gejala corona pada anak-anak memang agak sulit dideteksi. Beberapa gejala serupa yang dialami orang dewasa, tapi ada juga gejala khusus yang bisa memicu penyebaran virus ini pada anak.
1. Gejala pneumonia
Demam dan batuk persis seperti yang dialami orang dewasa. Ini adalah ciri umum yang ditunjukkan anak dan perlu menjadi lampu kuning bagi kita.
Demam dan batuk merupakan gejala pneumonia. Apalagi disertai sesak napas.
2. Gejala saluran cerna
Gejala saluran cerna di sini seperti muntah, mual, dan diare. Dr Aman yang juga spesialis endokrinologi sempat menangani empat pasien anak dengan gejala serupa.
Anak ternyata tak cuma bisa menularkan Covid-19 melalui droplets atau titik air bermuatan virus yang keluar dari saluran mulut dan hidung. Mereka bisa menularkannya melalui feses atau kotoran.
Kebayang kan kalo anak-anak kita yang masih balita, belum bisa cebok mandiri, trus tetap harus ke sekolah sekitar Juli nanti. Peluang mereka menularkan virus ini kepada teman-temannya melalui sentuhan tangan pastilah besar.
Haruskah sekolah tetap diliburkan?
Secara tegas IDAI menyebut pemerintah perlu tetap meliburkan sekolah sampai para ahli menyatakan situasi sudah aman dan dilakukan penilaian kembali. Dr Aman bahkan menyebut kondisinya diperkirakan masih tetap sama sampai akhir tahun.
Duh, serem kan mak. Pemerintah harusnya ngajakin IDAI nih kalo mau menentukan jadwal anak masuk sekolah. Jangan asal sebut waktu doang, tapi pertimbangan khususnya gak ada.
Anak sudah boleh bersekolah bukan berarti situasi kembali normal. Sejumlah batasan dan perubahan perlu dilakukan, seperti memastikan protokol Covid-19 tetap berjalan di sekolah, membuat meja belajar di kelas lebih berjarak, menutup sementara playground anak, meniadakan salaman atau berjabat tangan, dan sebagainya.
Catatan Penting untuk Semua
Dr Aman menyoroti pentingnya gerakan civil society yang dilakukan pemerintah dan masyarakat luas untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 pada anak. Cara-cara ini perlu dilakukan dengan penuh komitmen dan all out.
Apa saja tuh?
1. PCR test diperbanyak
Mungkin sebagian kita masih bingung membedakan Polymerase Chain Reaction (PCR) test dengan rapid test untuk mendeteksi dini keberadaan Covid-19 dalam tubuh seseorang. Rapid test biasanya bersifat masal dan dilaksanakan hanya melalui pengambilan sampel darah. Hasilnya sudah bisa diketahui kurang dari dua menit.
Rapid test akan mengukur antibodi pasien, tapi tidak sepenuhnya bisa mendeteksi keberadaan Covid-19. Ini alasan rapid test tidak 100 persen akurat.
PCR test yang lebih kita kenal dengan tes swab menggunakan sampel cairan dari saluran pernapasan bawah. Petugas kesehatan melakukan beberapa tahapan, salah satunya menyeka bagian belakang tenggorokan pasien.
Cairan di belakang tenggorokan tersebut akan diekstrak untuk mendapatkan asam nukleat di dalamnya. Nah, asam nukleat ini yang biasanya mengandung genom virus. Kita bisa tahu tubuh kita terinfeksi atau tidak.
2. Tracing diperketat
Tracing atau pelacakan dilakukan bagi pasien dan seluruh pihak yang berkontak fisik dengan pasien positif Covid-19. Selama ini dr Aman menilai pemerintah belum maksimal melakukannya.
3. Karantina dan isolasi penuh
Beberapa daerah saat ini berinisitif mengarantina wilayahnya sendiri, tapi ada juga yang tidak melakukannya dengan sungguh-sungguh alias setengah-setengah. Karantina dan isolasi dilakukan secara maksimal untuk menghambat penyebaran virus lebih jauh.
4. Disiplin social distancing
Social distancing tidak bisa disamakan dengan menu makanan yang harganya bisa kita tawar, atau dipaket-paketin, mulai dari paket 1, paket 2, paket 3. Social distancing perlu dilaksanakan all out jika tak ingin pandemi ini menjadi never ending story di Indonesia.
Duh, pak, bener ini. Saya mah maunya pernikahan saya saja yang jadi never ending story, jangan virus corona.
Ingat ya mak, jangan kasih kendor social distancingnya, mentang-mentang udah lebaran. Kita boleh saja merayakan hari kemenangan setelah berpuasa satu bulan penuh, tapi kita belum bisa merayakan kemenangan melawan pandemi ini. Tetap jaga jarak, tetap bermasker, tetap rajin cuci tangan, tetap selektif kalo terpaksa keluar rumah.
5. Jangan tunda imunisasi anak
Imunisasi bertujuan untuk kekebalan tubuh anak kita. Jangan lupa juga memantau tumbuh kembang anak di rumah, khususnya berat badan dan panjang badannya.
Coba download dulu aplikasi Primaku di ponselnya, trus masukkan data anaknya, nanti akan kelihatan tuh evaluasinya. Aplikasi ini IDAI sendiri yang buat.
Covid-19 ini belum jelas ujungnya. Menunda imunisasi anak untuk jangka waktu belum diketahui potensial menimbulkan wabah baru di kemudian hari. Kita gak mau dong, Covid-19 kelar, eh wabah campak, wabah pertusis, wabah difteri, wabah polio jadi otbreak di Indonesia. Konyolnya lagi, kita lupa mencukupkan imunisasi anak kita di saat pandemi.
Saya pun jujur punya pengalaman sama. Sudah tiga bulan anak kembar saya yang usianya 15 bulan tidak diimun lantaran saya takut ke rumah sakit. Menurut dr Aman, ibu-ibu yang senasib dengan saya bisa usaha dulu mencari klinik yang hanya menerima pasien anak untuk imunisasi, jika khawatir ke rumah sakit.
Imunisasi untuk anak di bawah 2 tahun TIDAK BISA ditunda. Imunisasi untuk balita hanya boleh ditunda 2-3 bulan saja.
Ketua IDAI, dr Aman Bhakti Pulungan
Angka kelahiran bayi di Indonesia rata-rata 5 juta anak per tahun, berdasarkan data BKKBN. Ini artinya, selama tiga bulan terakhir kita work from home atau school from home, 1 juta bayi lahir di negara ini. Sekiranya PSBB diperpanjang hingga 6 bulan, atau 9 bulan ke depan, totalnya bisa 3 juta anak Indonesia lahir di masa pandemi.
Indonesia memiliki 90 juta anak dengan rentang usia 0-18 tahun. Kita tentunya gak mau anak-anak kita ini menjadi lost generation di masa depan.
Leave a Comment