Kenangan masakan ibu
Kenangan masakan ibu

Masakan ibu adalah kenangan terindah dari cerita masa kecil kita. Ibu menyajikan menu-menu keluarga dengan penuh cinta. Kelezatannya tiada dua, sehingga di mana-mana selalu menjadi standar rasa.

Ibuku anak pesisir berasal dari sebuah pulau kecil bernama Mandiangin. Begitu merantau ke Jakarta, setiap kali aku menyebut kampung halaman ibuku, nyaris tak ada yang tahu. Jika pun ada, biasanya orang-orang merujuk pada Kecamatan Mandiangin yang berada di Kota Bukit Tinggi, Sumatera Barat.

Mandiangin sebuah jorong – setingkat desa – di Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat. Masih segar di ingatanku kenangan 26 tahun silam saat aku duduk di bangku sekolah dasar (SD). Ibu dan ungku – panggilan untuk kakek – setiap libur panjang membawaku berperahu sampan menuju kampung itu.

Mandiangin puluhan tahun lalu masih pulau eksotis yang tersembunyi di balik rimbunnya hutan mangrove. Kami harus menunggu pasang naik untuk bisa berperahu ke sana.

Perahu kami pernah tersekat karena pasang mulai surut. Ungku membimbingku berjalan kaki puluhan meter sampai bertemu air muara cukup dalam, lalu naik lagi ke atas perahu.

Hutan sumber makanan untuk kehidupan. Saat berjalan kaki itulah ungku mengenalkanku berbagai potensi hutan mangrove Mandiangin. Kadang ungku membawa karung dan iseng mengumpulkan lokan – sejenis kerang bakau – untuk dimasak ibuku sesampainya di rumah.

Ungku juga pernah menebang serumpun nipah dan membawa pulang setandan buahnya untuk diolah ibu menjadi minuman segar.

Sesekali ungku memetik buah pidado atau pidada – sejenis Sonneratia sp – dan memberikannya padaku untuk mainan. Bentuk buahnya sangat cantik, seperti granat nanas.

Seiring berkembangnya kearifan lokal dan inovasi di bidang kehutanan, pidada dan banyak lagi tumbuhan mangrove lainnya bisa menjadi sumber makanan yang diolah menjadi menu beraneka ragam.

Hutan Mangrove Lindungi Pulau Kami

Puluhan tahun berselang ekonomi Kabupaten Pasaman Barat semakin berkembang. Konsekuensinya adalah pembukaan lahan mulai terjadi, tak terkecuali di area hutan mangrove kampung kami. Sebagian lahan, terutama yang berdampingan dengan hutan mangrove dialihfungsikan menjadi area pertanian dan perkebunan.

Status hutan mangrove Mandiangin umumnya hak ulayat masyarakat adat setempat. Kondisi ekonomi masyarakat Mandiangin yang masih terbelakang membuat sebagian hutan mangrove di nagari ini dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.

Masyarakat tidak salah. Masyarakat hanya butuh makan. Beberapa tahun terakhir, tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat Mandiangin terus berkembang, ekonomi keluarga semakin matang, sehingga masyarakat semakin sadar pentingnya pelestarian mangrove untuk jangka panjang.

1.Hutan mangrove menahan tsunami

Mandiangin hanya pulau kecil dengan luasan 49,40 kilometer per segi. Jumlah penduduknya 2.160 jiwa, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2018.

Nagari ini berbatasan dengan Pantai Muaro Binguang yang menghadap langsung ke Samudera Hindia. Bisa dibayangkan bagaimana ganasnya ombak dan kencangnya angin menerpa pulau ini setiap harinya. Tanpa kehadiran hutan mangrove, pulau ini sangat rentan bencana alam, khususnya ancaman tsunami.

Ibuku bercerita puluhan tahun Mandiangin tak pernah ditimpa bencana alam. Hutan mangrove yang mengelilingi desa melindungi pulau dan seisinya dari gempuran ombak, badai, dan tsunami.

Masyarakat Mandiangin sadar bahwa pulau mereka tak akan ada tanpa keberadaan hutan mangrove yang mengelilinginya. Hutan mangrove membentuk daratan dengan cara menahan endapan tanah yang lama kelamaan menumbuhkan garis pantai. Di daratan inilah masyarakat Mandiangin hidup.

2. Hutan mangrove menjaga iklim mikro

Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) menyebut Indonesia secara langsung berperan dalam mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim. Ini karena 23 persen total luasan mangrove di dunia berada di Indonesia.

Kemampuan substrat lumpur hutan mangrove menyimpan karbon sangat besar. Suhu permukaan bumi yang semakin panas suka tidak suka berpengaruh ke seluruh tipe ekosistem.

Ibuku mengatakan suhu Mandiangin pada siang hari, bahkan malam hari semakin panas. Jika hutan mangrove tak ada, suhunya dipastikan jauh lebih panas lagi. Ini tentunya berpengaruh buruk tidak hanya pada kesehatan masyarakat, namun juga sumber-sumber mata pencaharian mereka yang sebagian besar adalah nelayan.

Hutan mengrove menjaga iklim mikro, salah satunya dengan cara menyerap panas, berupa karbondioksida. Mangrove menjaga kelembaban dan curah hujan di Mandiangin, sehingga keseimbangan iklim mikro sekitarnya terjaga.

3. Hutan mangrove untuk pendidikan, rekreasi, dan ekowisata

Hutan mangrove memiliki nilai edukasi dan estetika tiada tara. Banyak hutan mangrove dikembangkan menjadi tempat penelitian, seperti Cagar Alam Leuweung Sancang di Garut, Cagar Alam Pananjung Pangandaran di Pangandaran, dan Suaka Alam Pulau Rambut di Jakarta.

Ada juga hutan mangrove yang menjadi tempat rekreasi dan ekowisata, seperti Hutan Mangrove Muara Angke di Jakarta, Hutan Mangrove Suwung di Denpasar, dan Hutan Mangrove Cilacap di Jawa Tengah.

Ekowisata hutan mangrove di Mandiangin masih belum berkembang signifikan, meski pesona alamnya sangat indah. Pantai Muaro Binguang destinasi favorit kunjungan wisatawan.

Pemandangan matahari terbenam di Pantai Muaro Binguang sungguh indah karena berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Banyak pulau-pulau kecil dan salah satunya berpenghuni, yaitu Pulau Mandiangin.

Konon penamaan Muaro Binguang karena pantainya tak terlihat, seperti tersembunyi di balik pulau-pulau kecil itu. Wisatawan pun sering bingung menentukan di pulau mana sebaiknya mereka menepi dan menikmati hari.

4. Hutan mangrove sumber makanan

Hutan sumber makanan untuk manusia. Keanekaragaman hayati hutan mangrove sangat tinggi, berupa flora dan fauna.

Ibu, almarhum ungku dan almarhumah nenek semasa hidup banyak mendapatkan sumber makanan dari hutan. Ungku minimal sekali sepekan pergi ke hutan mencari burung punai.

Populasi burung punai era 1970-an hingga 1990-an di kawasan hutan Mandiangin masih tinggi. Status burung yang juga dikenal dengan sebutan merpati hijau ini tidak dilindungi.

Masyarakat Mandiangin mengonsumsi burung dari famili Columbidae ini karena dagingnya lezat dan bergizi tinggi. Saat kecil aku cukup sering mencicipi hidangan sup burung punai dan gulai punai buatan ibu.

Kata ungku, punai adalah burung paling bersih karena makanannya adalah buah-buahan dan biji-bijian. Sebagian punai jarang menyentuh tanah karena hidupnya arboreal atau di ranting-ranting pohon. Sebagian punai menapak di tanah jika haus atau memakan buah-buahan yang jatuh dari pohon.

Ungku menangkap punai menggunakan cara tradisional, tidak seperti pemburu satwa sekarang yang membawa senapan, menembak sesukanya. Ungku dan masyarakat Mandiangin biasanya menggunakan gaban punai, sejenis perangkap burung terbuat dari bambu. Di dalamnya ungku akan menaruh batok kelapa berisi air dan beberapa jenis buah hutan.

Punai akan tertarik saat melihat air, masuk ke dalam gaban, namun tidak bisa keluar setelahnya. Menjerat tanpa menyakiti, demikian ide dasarnya.

Saat ini sangat jarang masyarakat menangkap burung punai, terlebih beberapa jenis sudah berstatus dilindungi. Populasinya mulai berkurang seiring berkurangnya tutupan lahan hutan di Mandiangin.

Masyarakat lebih banyak menikmati hasil laut, berupa ikan, udang, cumi-cumi, dan tentunya mencari sumber makanan hewani lainnya dari hutan mangrove, seperti kepiting bakau dan lokan kopah.

Sajian Keluarga dari Hutan Mangrove Mandiangin

Hutan sumber makanan hewani dan nabati. Makanan hewani hutan mangrove bisa berupa ikan, udang, kepiting, lokan, dan lainnya.

Sumber makanan nabati dari hutan mangrove tak kalah beragam. Ekosistem mangrove setidaknya dihuni delapan famili dan 12 genus tumbuhan yang sebagian besar bisa diolah menjadi makanan. Beberapa di antaranya sangat populer, seperti Sonneratia, Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, dan Xylocarpus.

Berikut adalah enam sajian menu keluarga yang bersumber dari hutan mangrove. Sebagian menu makanan ini adalah buatan ibu yang selalu kuingat sampai sekarang. Sebagian lagi adalah menu kreasi yang pernah kubuat sendiri.

1.Otak-Otak Kepiting

Salah satu makanan hewani hasil hutan mangrove berbahan dasar kepiting yang pernah dibuat ibuku adalah sup kepiting dan otak-otak kepiting. Kepiting mangrove (Scylla sp) berdaging tebal, gurih, dan bergizi tinggi. Daging kepiting mencukupi kebutuhan kalsium, zat besi, lemak, protein, vitamin A, C, dan B12 yang dibutuhkan tubuh.

Jauh sebelum pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 1 dan 2 Tahun 2015 tentang Aturan Penangkapan Lobster, Kepiting, dan Ranjungan, masyarakat Mandiangin melalui kearifan lokal sudah lebih dulu menerapkan pemanfaatan berkelanjutan. Ibu bercerita padaku sejak kecil dilarang terlalu banyak memakan kepiting betina oleh ungku.

Ungku bilang kepiting betina sama halnya dengan ibu yang melahirkan anak-anaknya. Kita tak pernah tahu apakah kepiting betina itu sedang bertelur atau tidak. Yang jelas, kepiting betina bisa menghasilkan ribuan telur dalam satu waktu.

2. Rendang Lokan

Selain kepiting bakau, makanan hewani dari hutan mangrove juga bersumber dari lokan. Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Pesisir Selatan adalah penghasil lokan terbesar di Sumatera Barat.

Produksi lokan di Pasaman Barat salah satunya terkonsentrasi di Mandiangin. Tak heran jika banyak warga Mandiangin yang bermatapencaharian sebagai pencari lokan. Aktivitasnya adalah menyelami muara-muara sungai untuk menemukan hewan bercangkang ini.

Ada dua jenis lokan, yaitu lokan bana dan lokan kopah. Lokan bana adalah lokan air tawar yang hidup di sepanjang sungai, sementara lokan kopah adalah lokan yang hidup di muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, juga di vegetasi hutan mangrove.

Konversi hutan mangrove untuk perkebunan membuat populasi lokan di Pasaman Barat semakin berkurang. Ibu bercerita, sekitar 1990-an hingga 2000-an, seorang pencari lokan masih bisa memanen 1.500-2.000 keping lokan per hari. Sekarang mereka cuma bisa memanen maksimal 300-400 keping lokan per hari.

Pembukaan areal perkebunan kelapa sawit di Pasaman Barat lama kelamaan mengeringkan areal hutan rawa di Mandiangin. Akibatnya fitoplankton dan bahan-bahan organik mangrove lainnya yang menjadi sumber makanan lokal ikut berkurang. Ancaman baru muncul, yaitu serangan buaya muara yang habitatnya terganggu akibat pembukaan lahan perkebunan.

Saat pasang, lokan aktif mencari makanan di muara. Saat surut, lokan akan membenamkan diri ke dalam sedimen lumpur. Harga lokan di Sumatera  Barat saat ini bahkan lebih mahal dari harga daging sapi. Kisarannya bisa mencapai Rp 100-150 ribu per kilogram.

Meski mahal, ibu selalu membuatkanku rendang lokan setiap aku liburan ke rumah. Bagaimana pun ini adalah menu wajib keluarga kami yang sudah turun temurun.

Rendang lokan lebih rendah kolesterol dibanding rendang sapi. Rendang sapi kira-kira mengandung 13,9 gram lemak per 100 gram, sementara rendang lokan hanya mengandung 1,1 gran lemak per 100 gram. Inilah mengapa tubuh kita lebih mudah mencerna lokan ketimbang daging.

Lokan kopah kaya vitamin A, D, E, dan K yang larut dalam lemak. Hewan mangrove ini juga sumber mineral yang dibutuhkan tubuh, mulai dari zat besi, kalsium, fosfor, iodium, kalium, juga selenium.

3. Bajigur Buah Nipah

Menu makanan ini muncul setelah aku merantau ke Bogor. Aku dan teman-teman kuliah sering menikmati bajigur saat kumpul bersama di kampus.

Setiap pulang liburan, dan kebetulan ada nipah di rumah, aku terpikir membuat menu ini. Apalagi ayahku aslinya berasal dari Sumedang, Jawa Barat. Pas deh, akulturasi budaya Minang – Sunda yang dituangkan dalam bentuk kreasi makanan.

Nipah (Nypa fructicans) adalah tumbuhan mangrove yang habitatnya lebih dekat ke daratan. Nipah hidup sepanjang pesisir pantai berlumpur dengan salinitas rendah dan kering.

Buah yang disebut mirip kolang-kaling ini potensial sebagai sumber karbohidrat alternatif. Nipah yang diolah menjadi tepung mengandung serat tinggi, namun rendah lemak dan rendah kalori.

Ibu dan aku belum pernah mengolah tepung nipah. Kami lebih senang menikmati buahnya untuk bahan minuman dan kolak, khususnya saat hari raya.

Nipah juga bisa diolah menjadi gula nipah dan garam nipah. Secara tradisional masyarakat Mandiangin menggunakan daunnya untuk bahan atap rumah, atap kendang hewan ternak, dan anyaman tikar.

4. Sirup Buah Pidada

Anak-anak di kampung ibuku lebih senang memetik pidada untuk mainan. Waktu kecil aku pernah iseng menggigit pidada mentah. Rasanya asam dan sepat.

Siapa sangka setelah diolah menjadi sirup, pidada menjadi sumber vitamin C terbaik yang dibutuhkan tubuh. Minum ini membuat badan kita segar, apalagi jika diminum dingin.

Sirup buah pidada adalah menu simpel. Sayangnya olahan ini tidak bisa bertahan lama dalam suhu ruang, kecuali disimpan di lemari pendingin. Setelah diolah, sebaiknya sirup sari buah pidada langsung dihabiskan.

5. Onde-Onde Si Api-Api

Saat berkunjung ke hutan mangrove Leuweung Sancang di Garut, Jawa Barat beberapa tahun silam, aku mengetahui dua jenis api-api yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber pangan. Kedua jenis itu adalah Avicennia marina dan Avicennia officinalis.

Api-api memerlukan perlakuan khusus sebelum diolah menjadi bahan pangan. Tujuannya menetralisir potensi kandungan racun dan mengurangi kandungan garamnya yang cukup tinggi. Caranya pertama, kupas dan buang kulit api-api, juga bagian kapas putihnya.

Masak air hingga mendidih, masukkan buah yang sudah dikupas, beri sedikit abu gosok untuk menghilangkan racunnya. Tiriskan api-api setelah direbus, kemudian rendam dalam air bersih, bilas beberapa kali.

Ganti terus air rendaman berkala sampai air yang tadinya sedikit pahit menjadi tawar. Setelah itu, api-api bisa diolah menjadi berbagai menu.

Onde-onde oleh masyarakat Minang dikenal dengan nama klepon di Jawa. Teksturnya lembut dan gula merahnya lumer di mulut.

6. Puding Cokelat Avicennia

Selain onde-onde, api-api bisa diolah menjadi keripik, kerupuk, dawet, juga puding. Saat pulang kampung Lebaran Idul Fitri tiga tahun silam, aku membawa serta puteriku yang masih berusia 1 tahun.

Putriku masih dalam tahap pemberian makanan pendamping ASI (MPASI). Biasanya aku akan membuatkan snack di sela waktu sarapan dan makan siang. Nah, salah satu menu MPASI yang kubuat adalah puding cokelat dengan sedikit campuran api-api.

Buah api-api tinggi karbohidrat, lemak, dan protein. Anakku ternyata menyukainya. Kandungan karbohidrat buah api-api lebih dari 75 persen, sehingga bagus untuk sumber energi.

Hutan mangrove Mandiangin seakan menjadi bank kenangan bagiku. Segala kenangan manis masakan ibu, kenangan manis bersama almarhum ungku tersimpan rapi di dalamnya. Semoga mangrove Mandiangin tetap lestari sampai nanti.

Share:

52 responses to “Kenangan Masakan Ibu dari Hutan Mangrove Mandiangin”

  1. Leha barqa Avatar

    Mbak muthe aku blm pernah makan rendang lokan pasti enak ye, mau kapan2 makan rendang lokan

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Enak bangettttttt. Ini lebih enak dari rendang sapi. Harganya juga lebih mahal. Hehehe

    2. bloggergunung Avatar

      Hem jadi tahu lokan itu kalau di Sunda disebut kijing. Saya dan teman suka mandi di situ (danau) atau leuwi (sungai) dan mencari kijing alias lokan ini. Biasanya sih tidak pernah direndang cukup saya rebus dan dibakar atau tumis

  2. titisayuningsih Avatar

    Mantap, bahannya berasal dari hutan mangrove ya mbak. Banyak manfaat positif, semoga keberadaan hutan mangrove akan selalu terjaga untuk ke depannya.

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Iya mba, semua berasal dari hutan mangrove. Jika ini terus lestari, bisa makan enak dan bergizi terus anak cucu kita.

  3. bloggergunung Avatar

    Hem jadi tahu lokan itu kalau di Sunda disebut kijing. Saya dan teman suka mandi di situ (danau) atau leuwi (sungai) dan mencari kijing alias lokan ini. Biasanya sih tidak pernah direndang cukup saya rebus dan dibakar atau tumis

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Lokan ini ukurannya besar-besar mba. Bisa lebih dari selembar telapak tangan anak 5 tahun. Kalo kijing itu sama dengan remis, kecil kecil. Tapi mereka sama-sama bivalvia.

  4. emmamalika Avatar

    Lokan itu sejenis kerang ya kak ? Pasti enak tuh soalnya di rendang sih hihii apapun bahan pangan dari hutan harus di syukuri dan dijaga dari kerusakan.

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Iya, kerang besar. Dagingnya empukkk banget. Rendang lokan juga lebih enak dari rendang sapi. Yuk cobain.

  5. fennibungsu Avatar

    Rendang Lokan belum pernah daku mencobanya, bahkan melihat pun baru lewat foto. Kalau rendang daging sama rendang jengkol pernah.

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Iya mba, lokan ini hanya ada di dua tempat di Sumatera Barat, yaitu di Pasaman Barat dan Pesisir Selatan. Kapan-kapan harus nyoba ya Mba Fenni. Enakkkk banget. Asli satwa dari hutan bakau ini. Tinggi gizi dan nutrisi.

  6. @nurulrahma Avatar

    Ternyata banyaaakkk banget hasil hutan mangrove itu ya Mak
    Di Surabaya juga ada hutan mangrove
    yg terkenal sirupnya sama batik

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Iya mba, beda daerah beda budidaya. Surabaya masyarakat sekitar mangrove udah jago-jago mengolah pidada jadi sirup, bungur, jelutung, api-api, dan banyak lagi. Saya yakin itu fauna mangrovenya juga banyak menjadi sumber makanan hutan.

  7. Maria G Soemitro Avatar

    Saya pernah nyobain sirup dan selai pidada, ternyata enak banget 😋😋😋

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Seger ya Mba Maria, apalagi kalo diminum dingin-dingin dari kulkas. Minum siang hari pas lagi panas-panasnya. Mmmmm.

  8. nyi Penengah Dewanti Avatar

    MasyaAllah masaknya banyak banget ibu mba hehehe pasti maask besar ini ya
    pengen incip juga aku belum pernah makan itu hiks.

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Iya mba, itu foto pas lebaran Idul Fitri. Orang Minang udah pasti merendang di hari raya. Ibu saya gak bikin rendang sapi, tapi rendang lokan, biar beda. Hehehe

  9. Triani Retno Avatar

    Ah, Pulau Mandiangin ya. Bener Kak. Ingatanku juga langsung ke Kecamatan Mandiangin. Kebetulan ada “keluarga” di sana….. Ibu di Mandiangin Bukittinggi juga jago masak.

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Saya gak heran Mba Retno. Semua yg pernah ke Sumatera Barat, bahkan orang Sumatera Barat di perantauan pun gak kenal Pulau Mandiangin, kenalnya Kecamatan Mandiangin di Bukit Tinggi. Hehehe. Jika ada waktu dan umur panjang, boleh Mba Retno singgah di pulau kami. Orang-orang Mandiangin jago jagoooooo masaknya, apalagi olahan mangrove.

  10. Sani Avatar

    Uni, kok saya sekali liat blognya, tampilannya, tulisannya, fotonya
    Ahhh.. kerennn
    Semua makanan Mandiangin tadi buat saya penasaran, meski sebagian dah saya coba. Sumbar emang juara kl masalah makanan.

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Terima kasih mas. Jangan-jangan urang awak juga nih. Hehehe. Sumbar juaranya kalo urusan masak memasak. Apa saja bisa jadi enak.

  11. vivi sylvia Avatar

    Ayah saya juga lahir dan menghbskan masa kecilndi Pasaman mba.
    Tapi ndak tau juga itu masuk pasaman barat apa ndak.
    Nama kampungnya Cubadak.

  12. niaharyanto Avatar
    niaharyanto

    Wow, baru tahu kalo hutan mangrove pun bisa jadi sumber pangan. Selama ini tahunya berfungsi secara ekologi aja. Jadi makin paham deh kenapa hutan secara umum, bahkan hutan mangrove, harus dilindungi kelestariannya. Karena fungsinya banyak banget ya buat kita. 🙂

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Makanya zaman dulu kalo orang gerilya perang sekali pun di hutan tetap hidup mba. Hehehe. Saya cerita begini karena almarhum kakek saya dulunya prajurit TNI. Hutan memberi kita kehidupan.

  13. ponesyam Avatar

    Masya Allah makanannya enak dan lezat. Jadi kangen masakan ibu. Betapa besar manfaat hutan mangrove bagi kehidupan manusia. Mari menjaga agar kelestarian hutan dapat terjaga.

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Masakan ibu selalu istimewa ya mba. Ekosistem mangrove ini sangat penting bagi negara kepulauan seperti Indonesia. Kalo pulau-pulau kecil, seperti Pulau Mandiangin gak ada mangrovenya. Ancaman tsunami setiap saat bisa terjadi. Belum lagi pasang laut ekstrem, juga kenaikan suhu permukaan Bumi. Mangrove adalah pelindungnya.

      1. ponesyam Avatar

        Ngeri juga ya mbak kalau nggak ada mangrovenya.

  14. Susindra Avatar

    Menunya enak-enak sekali, ya Mbak. Makanan dari hutan jika pandai mengolah akan jadi makanan yang sangat lezat. Juga kaya manfaat. Yang jelas sih, jadi kenangan beberapa orang yang merindukannya. Jadi perkenalan juga bagi yang baru.

    1. Susindra Avatar

      Eh iya, lupa tadi mau bilang,
      Kepiting hutan magrove itu memang enak banget rasanya. Lebih gurih. APalagi kalau pinter masak seperti ibumu ya Mbak. Nitip salam buat beliau.

    2. Mutia Ramadhani Avatar

      Itulah kenapa saya selalu kangen pulang Mba Sus. Masakan ibu dan masakan kampung kami tak ada duanya. Hehehe

  15. Andi Telaumbanua Avatar

    Mangrove memang selalu dapat dijadikan objek wisata. Didalamnya ada berbagai kehidupan yang saling berkaitan.

    Saya sangat suka makan rendang lokan. Melihat fotonya saja sudah membuat air liur saya keluar

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Waaaah, baru Mas Andi yg komen di blog saya pernah makan rendang lokan. Bagi saya, rendang lokan lebih enak dari rendang sapi mas. Hihihi. Nah, kalo masih suka makan lokan, kita harus jaga mangrove-nya.

  16. Bambang Irwanto Avatar
    Bambang Irwanto

    Saya juga suka sekali dengan suasana hutan mangrove, Mbak Mutia. Selain bisa wisata menikmati alam, juga hutan mangrove sangat banyak manfaatnya. Dan saya happy di sini ada hutan mangrove. salah satunya di Pantai Logending.
    Eh, itu olahan makanannya enak-enak ya, Mbak hehehe.

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Gak jauh dari Pantai Logending pasti ada mangrove ya mas. Semoga mangrovenya awet dan tetap lestari. Ada komunitas mangrove-nya juga gak mas di sana?

  17. Icha Marina Elliza Avatar

    Kak Mutia, hutan mangrove itu kaya sekali ya manfaat dan sumber daya yang ada di dalamnya. Sepatutnya terus di jaga bila dijadikan wisata ya kak. Soalnya di Deli Serdang juga ada hutan mangrove yang jadi wisata, tapi beberapa pengunjung gak pande menjaga kebersihan. Aku ikut sedih liatnya.

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Soal pengunjung suka nyampah, itu memang jadi ironi di negara kita ini. Kembali lagi ke diri sendiri, kembali lagi ke edukasi keluarga. Yg penting Mba Icha dan keluarga bukan bagian dari mereka. Hehehe

  18. Dona Saurus Avatar
    Dona Saurus

    weis keren banget yak hutan bakau,selain sumber makanan keberadaanya amat penting bagi ekosistem .pokoknya selamatkan hutan bakau

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Kalo masih suka sama pantai, harus komitmen menjaga hutan mangrove. Kalo gak ada mangrove, gak bakal nyaman deh main ke pantai. Ancaman tsunami dan badai ekstrem dari laut sewaktu-waktu bisa saja terjadi. Apalagi Indonesia negara kepulauan terbesar di dunia.

  19. Reyne Raea Avatar

    Lengkap banget ini mah, btw buah nipa itu kolang kaling kan? di tempat kami juga namanya Nipah 😀
    Di belakang rumah ortu saya juga ada hutan Mangrove, biasanya mama ngajak cari kerang, kepiting dan keong hihihi.
    Enak sih, meski ribet bawa pulangnya karena berat 🙂

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Kolang kaling itu dari aren (enau) Mba Rey, kalo nipah itu beda lagi. Mirip sih, cuma daging buah nipah lebih tebal dari kolang kaling. Jadi, lebih besar-besar ukurannya. Meski demikian, kolang kaling sama nipah sama-sama dari suku palem-paleman (Arecaceae). Duh, jadi ingat pelajaran biologi di kampus. Hahaha.

  20. Dian Restu Agustina (@dianrestoe) Avatar

    Aku belum pernah makan semua mbak. Dan enggak nyangka potensi pangan di hutan mangrove sebanyak ini. Semoga generasi nanti bisa ikut menikmati. Senang membaca artikel ini. Bertambah wawasan saya tentang hutan sebagai sumber makanan keluarga

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Terima kasih sudah berkunjung Mba Dian.

  21. Desy Yusnita Avatar

    Wah ternyata banyak sekali kuliner yang bisa dihasilkan dari hutan mangrove yah. Buah Nipah itu seperti kolang-kaling bukan sih mba?

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Iya Mba Desy, buah nipah itu seperti kolang kaling. Serupa, tapi tak sama. Memang sama-sama dari palem-paleman. Nipah buahnya lebih besar dari kolang kaling.

  22. Nurhilmiyah Avatar

    Asli bikin ngiler deh Rendang Lokannya, Uni… Tinggal ambil nasi hangat² makan deh pake lauk rendang lokan, hmm yummie… Pasti tambuah ciek, hehehe… Keren ya enam sajian menu keluarga yang bersumber dari hutan mangrove. Mari kita lestarikan hutam mangrove kita.

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Makin keren lagi kalo kita gak cuma suka makan olahan mangrove doang, tapi juga melestarikan hutan mangrovenya. Makasih sudah berkunjung Mba Mia.

  23. April Hamsa Avatar
    April Hamsa

    Wah penasaran nih sama otak2 kepiting gmn rasanya 😀
    Hutan Mangrove emang banyak manfaatnya ya mbak, zaman skrng alhamdulilah kyknya makin banyak yang menyadari hal tersebut bahkan sekarang banyak dijadikan lokasi wisata, itu salah satu menjaga supaya hutannya tetep lestari, sepertinya ya

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Yg pastinya otak-otak kepiting bakau lebih lezat dari otak-otak ikan Mba April. Layak dicoba ya mba, kalo main ke Sumatera Barat. Hehehe. Ekowisata juga salah satu cara melestarikan hutan mba. Manfaat hutan itu baru terasa salah satunya ketika masyarakat sekitarnya berdaya secara ekonomi.

  24. ColorWalk Avatar

    Postingannya lengkap banget mbak, makanan-makanannya bikin penasaran sih, dan itu juga yang bikin aku gatega buat ngerusak hutan. Masa kita tega merusak hutan, yang bahkan ngasih kita makan? Sedih aja sih mbak, kalo masih ada orang yang ga tanggung jawab kepada lingkungan

  25. Fauziah rachmawati Avatar

    Penasaran sama rendang lokan.. Belum pernah..
    Mb tulisannya super lengkap.. Ada resep segala..smg menang ya n

Leave a Comment