Hamil anak perempuan
Hamil anak perempuan

Tepat 15 Januari 2015 aku dan mas mengajak ibu cek kandungan ke dr Semadi. Ini perdana ibu melihat calon cucunya yang pertama. Malam itu aku menjadi pasien ke 25. Masih ada 10 orang lagi yang akan diperiksa. Dengan sabar, kami menunggu namaku dipanggil.

“Ibu Mutia,” kata suster di meja tunggu sekitar pukul 21.30 WITA. 

Kami pun masuk ke dalam. Dr Semadi tersenyum dan langsung saja kuperkenalkan ibu padanya. Dr Semadi cukup antusias mendengar ibu datang langsung dari Padang ke Denpasar.

Sebulan sebelumnya dr Semadi memintaku untuk cek darah dan urin, memastikan kesehatanku yang terbaru di Rumah Sakit Puri Bunda. Hasilnya sudah keluar dan sepintas aku hanya bisa membaca beberapa keterangan kesehatan, namun lebih banyak yang tak kumengerti.

Hasil cek darah menunjukkan ada 3 pemeriksaan yang dibold biru. Biru berarti kondisinya kurang baik, namun masih bisa ditoleransi. Pertama, jumlah sel darah merah (RBC) 3,4 dari kisaran normal 4,1-5,1. Kedua, tingkat hematokrit (HCT) yang merupakan indikator anemia. Nilainya 32,0, di bawah kisaran rata-rata 35-47.

Ketiga, kadar hemoglobin (HGB) dalam darah yang hanya 10,9 di bawah kisaran rata-rata 12,3-15,3. Yah, bisa disimpulkan dari tiga poin tersebut bahwa aku masuk kategori anemia. Namun, dr Semadi mengatakan kondisi darah masing-masing ibu hamil berbeda. Dalam kondisiku di atas, dr Semadi bilang itu masih normal, hanya aku tetap disarankan makan sayuran penambah darah, khususnya bayam, juga jus buah dan sayur yang kusuka.

Kabar kurang baiknya adalah jumlah bakteri positif dan negatif di saluran rahimku tidak seimbang. Dokter bilang jika ini berlanjut maka berpotensi membahayakan janin. Meski demikian, dr Semadi berkata tak perlu khawatir karena dia akan memberi resep obat untuk dikonsumsi selama seminggu. Obat tersebut akan menyeimbangkan kembali bakter positif dan negatif di serviks.

Aku langsung diminta berbaring di kasur pasien. Dr Semadi mengecek kandunganku secara USG. Anak kacangku semakin besar, 214 gram dan panjangnya sekitar 12,31 cm. Usia kandungan 18 minggu. Alhamdulillah, kupanjatkan syukur pada Allah saat dr Semadi menunjukkan kurva perkembangan dedek positif alias terus meningkat. Wajah bahagia ibu juga terpancar girang saat melihat si dedek berganti-ganti posisi di perutku. Semuanya terlihat dari layar televisi di depanku.

Saat aku bertanya apakah dedek sudah bisa diketahui laki-laki atau perempuan, dr Semadi bilang sepertinya sudah. Beberapa kali dia mengganti letak alat detektornya di perutku.

“Nah, ini cocok untuk orang Minang,” katanya.

Aku sudah langsung menebak bahwa kemungkinan besar aku hamil anak perempuan. Alhamdulillah. Kusyukuri semua rezeki Allah nan Maha Besar ini. Perkiraanku tepat, sama yakinnya saat aku menebak almarhum Kakak Raffa dulu berjenis kelamin laki-laki.

Aku merasakan perbedaan besar saat mengandung kakak dengan dedek. Mengandung dedek kali ini entah kenapa membuatku selalu ingin di samping mas. Tak bisa sehari saja tak bertemu dia. Pengennya mas pulang kerja cepat. Pengen dipeluk dia terus, cium dan endus-endus dia terus, elus-elus rambutnya terus. Hihihi. Waktu mengandung kakak dulu, mencium aroma parfum mas saja aku tak suka. Aku sering meminta mas menjauh jika selesai mandi. Emosiku juga lebih labil.

Yah, kupastikan si dedek ini anak papa. Dia begitu dekat dengan mas. Sama seperti yang kurasakan pada ayah, aku pun berkesimpulan dedek kemungkinan besar adalah perempuan. Bukankah kebanyakan anak perempuan lebih dekat dengan ayahnya? (Hipotesis pribadi).

Berikutnya, aku bertanya-tanya akan mirip siapa dedek nanti? Di USG, wajah dedek tak terlihat begitu jelas. Dedek lebih sering memperlihatkan punggungnya dan menyembunyikan wajahnya. Khas anak perempuan, pemalu.

Mas selalu bilang dedek pasti mirip ibunya. Mas bilang, dia ingin anak-anaknya nanti memiliki senyum semanis ibunya. Aku selalu berharap dedek berhidung mancung, beralis dan berambut tebal seperti ayahnya. Hahahaha. Tak sabar menunggu Juni 2016.

Sound the alarm! Cue the fireworks! Bring on the pink! Sehat-sehat terus ya anak kacang kesayanganku.

Share:

Leave a Comment