Libur Imlek 8 Februari lalu aku dan mas kembali ke bioskop. Hehehe. Sejak the Martian rilis September 2015, nyaris tak ada satupun film yang menarik perhatian kami, hingga akhirnya muncul the Revenant. Lumayan lama juga puasa nontonnya ya? ^_^
Tak butuh waktu lama hingga kami memutuskan untuk menonton film yang dibintangi Leonardo DiCaprio ini. Kami kian tertarik saat membaca nama Tom Hardy di dalamnya. Yah, semoga saja tahun ini Leonardo mengantongi Oscar perdananya yaaaa. Amiiin.
Menonton film ini membuatku takjub, takut, bertanya-tanya dalam hati kapan filmnya kelar? Brutal banget, kasihan Leo, tapi rasa penasaran mengalahkan semua rasa itu dan membuat mataku melek selama 2,5 jam mantengin penderitaannya. Hiks hiks.
Bagaimana tidak? Adegan hujan panah di menit awal film ini dimulai, darah berceceran dimana-mana, tubuh Leo yang dicabik-cabik beruang, saat dia dikubur hidup-hidup oleh teman seperjalanannya sendiri, makan daging mentah, mengeluarkan isi perut kuda dan tidur di dalamnya agar tubuh tetap hangat di tengah badai salju. Hueeek.
Untungnya si dedek di perutku bisa diajak kompromi, meski mas di beberapa adegan menutupi mataku untuk tidak menyaksikan adegan seluruhnya. GOKIL!!!

Oke, kembali ke laptop!
The Revenant adalah film teknik survival sempurna garapan sutradara Alejandro G Inarritu. Cerita di film ini diangkat dari kisah nyata seorang pria bernama Hugh Glass (diperankan Leonardo), seorang petualang dan pemburu bulu berang-berang abad ke-19 di hutan pedalaman Amerika Serikat.
Suatu hari di hutan, Glass dan kawan-kawannya diserang secara brutal oleh Suku Arikara dengan hujan panah. Orang-orang Arikara memaksa merebut bulu-bulu yang sudah dikumpulkan Glass dkk selama berburu di hutan. Hukum yang berlaku saat itu adalah hukum rimba, yang kuat adalah pemenang.
Glass pernah mengalami hal tersebut saat istrinya dari Suku Pawnee terbunuh akibat perang antarsuku. Merasa tersudut dan kalah jumlah dari Arikara, Glass meneriaki kawan-kawannya untuk meninggalkan barang-barang mereka dan segera menyelamatkan diri ke kapal di Sungai Missouri.
Lebih dari separuh rombongan Glass mati terbunuh. Setelah berhasil menyelamatkan diri dan melanjutkan perjalanan dengan kapal, Glass mengatakan kepada teman-temannya bahwa nyawa mereka tak akan selamat jika terus berada di sungai. Rombongan harus menempuh perjalanan darat untuk kembali ke pemukiman mereka yang jaraknya sangat jauh. Hutan dan salju adalah persembunyian sempurna. Arikara bukan satu-satunya ancaman mereka, sebab banyak bertebaran suku-suku bengis lain di hutan tersebut.
Saat mencari jalan pulang, Glass tanpa sengaja berjumpa dengan seekor beruang grizzly betina bersama dua ekor anaknya. Glass pun tanpa sengaja mengarahkan laras senapannya ke induk beruang sehingga membuat hewan tersebut marah.
Mamalia predator ini langsung menerkam Glass yang jatuh dalam kondisi telungkup. Bayangkan, seekor beruang raksasa menginjak tubuh manusia, mencabik-cabik punggungnya, membalik tubuh Glass dan menerkam lehernya. Semua dilakukan lebih dari satu kali. Kamera begitu dekat menyorot adegan ini. Glass mengerang menahan sakit, tak bisa bergerak banyak agar si ibu beruang tak kian brutal membunuhnya.
Peluru Glass sempat mengenai hewan buas itu, namun mamalia ini kian ganas menyerangnya. Adegan Glass dan beruang ini bertahan cukup lama, mungkin hampir lima menit. Tampak sangat sempurna, gigitannya, cakarnya, darahnya, tubuh yang tercabik, teriakannya. Oh My God banget deh :'(
Glass yang sekarat akhirnya ditemukan oleh anaknya Hawk (Forrest Goodluck), Kapten Henry (Domhnall Gleeson), John Fitzgerald (Tom Hardy), Jim Bridger (Will Pouter) dan lainnya. Mereka terpaksa melakukan operasi dengan perlengkapan seadanya, khususnya menjahit leher Glass untuk menghentikan pendarahan.

Di tengah badai salju, Glass diangkut dengan tandu kayu. Rombongan Kapten Henry akhirnya menyerah dan tak mungkin melanjutkan perjalanan dengan tetap membawa Glass. Meski demikian, Kapten Henry meminta dua orang anggota secara sukarela tinggal untuk menjaga Glass hingga meninggal. Henry ingin Glass dikuburkan secara layak di hutan. Dia memberikan hadiah sejumlah uang bagi anggota yang bersedia melakukannya. Fitzgerald dan Bridger akhirnya mengajukan diri.
Fitzgerald adalah antagonis utama di film ini. Kekhawatiran dan ketakutannya bertemu dengan suku-suku kejam di tengah hutan membuatnya gelap mata. Saat Hawk dan Bridger sedang mencari makanan dan mengisi persediaan air minum, Fitzgerald memprovokasi Glass untuk mengakhiri nyawanya dengan cara pasrah ditikam olehnya. Belum sempat melakukan niatnya, aksi Fitzgerald ditahan oleh Hawk. Glass yang tak berdaya harus menyaksikan langsung anaknya dibunuh dan mayatnya diseret oleh temannya sendiri.
Fitzgerald kemudian membohongi Bridger bahwa dia melihat 20 orang Arikara (Ree) menuju ke arah mereka. Bridger pun ketakutan dan terpaksa mengikuti Fitzgerald menyelamatkan diri. Glass dikubur hidup-hidup.
Malaikat maut tampaknya belum sudi mendekati Glass. Di tengah suhu dingin dan bekunya hutan konifer itu, Glass tak menyerah pada hidupnya dan bangkit dari kematian. Dengan merangkak meraih jasad anaknya, Glass seakan menemukan kekuatan. Dia melanjutkan perjalanan sembari bersembunyi dari suku-suku musuh. Di hatinya hanya tertanam niat untuk balas dendam atas kematian sang putra dan pengkhianatan sang teman.

Sekali lagi, film ini begitu sempurna dan megah. Setiap keindahan estetika hutan, karakter, dan visual lainnya tampak sangat nyata. Penderitaan Glass dibungkus manis dengan kilas balik kehidupan Glass di masa lalu, seperti bayang-bayang istrinya yang memberinya kekuatan untuk tetap bertahan hidup. “Selama masih ada pohon, selama itu pula harapan hidup itu ada,” demikian kira-kira petikan pesan yang disampaikan oleh mendiang istri Glass.
Secara keseluruhan aku memberikan nilai 8,5 untuk film ini. Leo bisa berubah dari sosok muda, tampan, dan rapi di the Wolf of Wallstreet menjadi pria dewasa tua, berambut gondrong, berjanggut dengan wajah dan tubuh penuh bekas luka di film terbarunya kali ini. Perfecto! Ingin menontonnya? Pastikan tubuh kamu dalam kondisi sehat dan perut kenyang.
Satu lagi, this is not a child friendly movie. So, jangan sesekali membawa serta putra-putri tercinta menontonnya. Orang dewasa saja belum tentu semua bisa menikmatinya 😀
Leave a Comment