Istilah psikopat memang terdengar menakutkan. Selama ini, masyarakat mengenal psikopat hanya sebagai sosok orang dewasa yang berbahaya, tidak berempati, sering memanipulasi orang lain, dan memiliki perilaku antisosial yang ekstrem. Dalam dunia psikologi, psikopat biasanya dikategorikan sebagai bagian dari gangguan kepribadian antisosial, yang muncul melalui pola perilaku khas sejak masa remaja.
Hal yang sering tidak disadari orang tua adalah bahwa ciri-ciri anak psikopat sebenarnya dapat muncul sejak usia dini. Para ilmuwan memperkirakan sekitar satu persen anak-anak di seluruh dunia menunjukkan sifat-sifat awal yang mengarah pada psikopati, mulai dari kurang empati, tidak mudah menyesal, hingga kecenderungan tidak mempan terhadap hukuman.
Walau persentasenya kecil, banyak orang tua yang mulai khawatir ketika melihat perilaku anaknya berbeda dari anak-anak lain pada usia yang sama. Namun penting untuk dipahami bahwa tidak semua anak dengan perilaku sulit adalah anak psikopat, dan tidak semua tanda awal akan berujung pada gangguan kepribadian tertentu.
Untuk membantumu memahami lebih jauh, berikut penjelasan lengkap tentang tanda, penyebab, serta langkah yang bisa dilakukan untuk menghadapi anak dengan sifat-sifat psikopati.
Fakta Penelitian dan Temuan Awal Anak Psikopat
Sebuah studi penting pada tahun 2016 dari Universitas Michigan menemukan bahwa indikator awal psikopati dapat terlihat pada anak usia dua tahun. Pada usia ini, anak sudah mulai menunjukkan perbedaan mendasar terkait empati, hati nurani, dan kemampuan memahami konsekuensi.
Penelitian tersebut menemukan bahwa anak-anak yang memiliki ciri mendekati anak psikopat lebih mungkin berkembang menjadi pribadi bermasalah ketika memasuki masa sekolah dasar. Pada usia sembilan tahun, perilaku mereka semakin mirip ciri psikopat dewasa seperti tidak memedulikan perasaan orang lain, tidak merasa bersalah, hingga cenderung merugikan orang lain.
Bagaimana tanda-tanda awal anak psikopat berdasarkan usia?
Usia 2–4 Tahun
Ilmuwan menemukan empat perilaku utama yang terlihat sangat awal pada anak usia balita. Ciri-ciri ini tidak cukup untuk mendiagnosis, namun dapat menjadi sinyal peringatan.
Pertama, tidak merasa bersalah setelah berperilaku buruk. Anak umumnya menangis atau takut dimarahi setelah melakukan kesalahan. Namun, anak psikopat sering kali tenang, tidak menyesal, dan tampak tidak peduli dengan perasaan orang tua.
Kedua, hukuman tidak mengubah perilaku. Walau sudah diberikan konsekuensi, perilaku negatif tetap berulang. Anak tampak tidak belajar dari kesalahan, bahkan mengulangi perbuatan berbahaya tanpa rasa takut.
Ketiga, sangat egois dan tidak suka berbagi. Berbagi adalah kemampuan sosial penting. Namun, calon anak psikopat cenderung mengutamakan diri sendiri, tidak mau berbagi mainan, dan marah jika kebutuhan mereka tidak dipenuhi.
Keempat, gemar berbohong bahkan tanpa alasan. Anak usia dini memang bisa berfantasi, tetapi anak psikopat berbohong untuk keuntungan diri, memanipulasi situasi, atau menghindari tanggung jawab, bahkan ketika tidak ada manfaat jelasnya.
Usia 5–9 Tahun
Pada usia ini, sifat-sifat anak psikopat mulai tampak lebih jelas dan sering mengganggu hubungan sosial. Pertama, kurang empati pada teman sebaya. Anak tidak peduli jika temannya jatuh, menangis, atau terluka. Mereka bahkan bisa menertawakan atau mengabaikannya.
Kedua, suka mem-bully atau mendominasi. Anak psikopat sering menggunakan kekuatan atau manipulasi untuk mengontrol temannya.
Ketiga, tidak menunjukkan penyesalan saat menyakiti orang lain. Jika ditegur, mereka justru bisa menyalahkan korban, bukan memperbaiki perilaku.
Keempat, sulit membangun hubungan dekat. Orang tua sering mengira ini hanya sifat introver. Namun anak psikopat tidak hanya pendiam—mereka kesulitan membentuk hubungan emosional yang hangat.
Usia 10–13 Tahun
Pada fase ini, perilaku anak psikopat semakin “matang” dan menyerupai format dewasa. Pertam, manipulatif dan pandai memanfaatkan orang lain. Mereka bisa berpura-pura baik untuk mendapatkan keuntungan.
Kedua, impulsif dan suka mencari sensasi. Tidak memikirkan risiko jangka panjang, suka tindakan berbahaya.
Ketiga, tidak bertanggung jawab. Sulit menyelesaikan tugas, sering menyalahkan orang lain atas kesalahan sendiri.
Keempat, tertarik pada teman yang berperilaku buruk. Pergaulan antisosial terasa lebih nyaman bagi mereka.
Semua ciri ini tercantum dalam alat penilaian Youth Psychopathic Traits Inventory (YPI) yang biasa digunakan psikolog untuk mendeteksi kecenderungan psikopati pada remaja maupun anak.
YPI mengidentifikasi sejumlah gejala umum seperti suka berbohong, manipulatif, wajah tak beremosi, impulsif, tidak jera pada hukuman, mencari sensasi ekstrem, tidak bertanggung jawab, serta cenderung berteman dengan anak-anak antisosial lainnya.
Jika beberapa dari ciri ini muncul, orang tua dapat mempertimbangkan evaluasi lanjutan oleh profesional.
Penyebab Anak Psikopat, Kombinasi Faktor Genetik dan Lingkungan
Psikopat bukanlah hasil satu faktor tunggal. Para ahli percaya bahwa anak psikopat terbentuk dari interaksi rumit antara genetika, pengalaman hidup, dan kualitas hubungan dengan orang tua.
Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50 persen sifat antisosial dipengaruhi genetik. Jika salah satu orang tua memiliki gangguan kepribadian, risiko anak meningkat.
Lingkungan buruk dapat memperburuk faktor biologis dalam diri anak. Contoh pemicunya, kekerasan fisik atau emosional. Anak yang sering disakiti bisa kehilangan empati sebagai mekanisme bertahan hidup.
Ada juga pengabaian di mana anak tidak mendapat perhatian dan kasih sayang membuat anak kesulitan membangun empati.
Berikutnya, hubungan buruk dengan orang tua. Koneksi emosional yang lemah di awal kehidupan dapat berdampak jangka panjang. Lingkungan tidak stabil menyebabkan anak tidak belajar empati atau rasa aman.
Korban bullying berpotensi tumbuh menjadi pribadi dingin dan tidak emosional karena terbiasa mengabaikan emosi.
Bayi membutuhkan sentuhan, senyuman, dan pelukan untuk membangun koneksi emosi. Kekurangan interaksi dapat memicu sifat antisosial. Dengan kata lain, anak psikopat tidak “lahir begitu saja” tetapi terbentuk dari banyak faktor yang saling berinteraksi.
Apakah Anak Psikopat Bisa Disembuhkan?
Ada anggapan bahwa psikopat tidak bisa diperbaiki. Namun penelitian terbaru menunjukkan bahwa intervensi dini dapat mengubah arah hidup anak. Perawatan profesional dapat memperbaiki empati, mengurangi perilaku manipulatif, dan mengajarkan kontrol diri.
Anak psikopat umumnya tidak merespons metode pendisiplinan biasa—seperti hukuman, ancaman, atau marah-marah. Mereka cenderung tidak peduli dan tetap mengulangi perilaku yang sama. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan khusus.
Dokter dapat memberikan rujukan ke psikolog atau psikiater anak untuk evaluasi lebih dalam.
Terapi ini membantu anak belajar konsekuensi tindakan, pengendalian impuls, dan interaksi sosial. Lakukan terapi perilaku yang fokus pada penguatan emosi. Latih anak mengenali emosi, memahami perasaan orang lain, dan bermain peran (role play).
Anak psikopat membutuhkan struktur yang konsisten untuk membantu kontrol diri. Hindari hukuman fisik dan ancaman keras untuk mereka karena ini tidak akan efektif dan justru memperburuk respons anak.
Kadang masalah perilaku anak berasal dari dinamika keluarga. Terapi keluarga dapat memperbaiki komunikasi dan pola hubungan. Positive reinforcement atau penguatan positif terbukti lebih efektif daripada hukuman.
Melihat ciri-ciri yang mengarah pada anak psikopat tentu membuat orang tua khawatir. Namun penting untuk diingat bahwa tidak semua anak dengan perilaku sulit adalah psikopat, dan tidak semua sifat psikopati akan menetap hingga dewasa.
Dengan pendampingan tepat, terapi profesional, serta lingkungan keluarga yang hangat, banyak anak dapat berkembang menjadi pribadi yang stabil secara emosional.
Hal terpenting adalah tidak mengabaikan tanda-tanda yang muncul. Semakin cepat dideteksi, semakin besar peluang anak untuk berkembang lebih sehat, lebih peduli, dan lebih mampu merespons emosi secara normal.

Leave a Comment