Ada yang bilang, punya tetangga buruk adalah kemalangan. Sama seperti punya tetangga baik adalah berkah besar dalam hidup kita. Saya ucapkan selamat untuk Mba Annie Nugraha atas peluncuran buku solo perdananya berjudul Tetangga Kok Gitu.
Penerbitan buku ini sempat tertunda hampir empat tahun. Bisa dibayangkan gimana harunya penulis saat buku yang dinantikan akhirnya brojol juga.
- Judul Buku: Tetangga Kok Gitu
- Penulis: Annie Nugraha
- Ilustrator: Rini Uzegan dan Annie Nugraha
- Penerbit: Stiletto Indie Book
- Jumlah halaman: 142
- Cetakan: 1 (September 2021)
- Nomor ISBN: 978-623-6400-88-3
- Genre: Fiksi – Kumpulan Cerita (Kumcer)
- Harga: Rp 70.000
Siapa Annie Nugraha?
Mba Annie, demikian saya memanggil beliau, pernah bekerja di beberapa perusahaan penanaman modal asing (PMA) selama kurang lebih 17 tahun dan pensiun jadi pegawai kantoran sejak 2007.
Kesehariannya kini Mba Annie menekuni berbagai aktivitas, mulai dari mengerjakan kerajinan tangan (craft) khususnya handmade wire jewelry, menulis, menjadi guru, dan belakangan menekuni dunia fotografi.
Mba Annie menyentuh dunia literasi sejak 2017 dan semakin menyukainya sampai hari ini. Blogger yang hobi traveling ini mengisi dan mengelola web blog www.annienugraha.com serta menerbitkan empat buku antologi bersama komunitas traveling.
Ibu dari dua anak yang beranjak dewasa ini bisa dihubungi melalui email annie.nugraha@gmail.com. Silakan intip Instagram @annie_nugraha untuk kegiatan perjalanan dan fotografi, serta @fibijewelry untuk menikmati beberapa hasil karya jewelry handicraft.
Enam Tipe Tetangga Versi Buku Tetangga Kok Gitu
Punya tetangga memberi kita kesempatan bertemu banyak orang dan belajar cara menghadapi mereka. Tujuan utama kita bertetangga tentu saja hidup berdampingan dalam damai dan harmoni, meski pun rasanya kita tak selalu dalam kondisi menyenangkan dan menenangkan.
Setidaknya saya menemukan enam tipe tetangga di dalam buku Tetangga Kok Gitu.
1. Tetangga dengan anak-anak yang jarang bersama orang tua
Ini adalah tipe tetangga super sibuk. Kedua suami istri biasanya bekerja, sehingga anak-anaknya lebih sering bermain bersama pengasuh ketimbang orang tua.
Biasanya anak yang seperti ini senang mencari teman bermain di dekat rumah. Jika sudah bertemu sahabat sepermainan, dia akan ‘setia’ menghabiskan hari-hari dengan orang sama.
Kisah ini bisa kita nikmati pada bab Anto dan Dodo di buku Tetangga Kok Gitu. Anto adalah anak tunggal berusia lima tahun. Ayah ibunya sama-sama berkedudukan penting di perusahaan. Selevel senior manager lah.
Dodo sebaya dengan Anto. Dia anak pertama dari tiga bersaudara. Adiknya berumur tiga tahun dan 1,5 tahun.
Kerapatan usia membuat ibu Dodo kelabakan mengurus anak, sementara suaminya kerap bepergian ke luar kota atau luar negeri. Kadang ibu Dodo lupa memperhatikan Dodo, termasuk ketika putranya semakin sering menginap di rumah Anto.
Sejak kejadian Dodo rutin menginap di rumah Anto, bahkan kesannya kayak pindah rumah itu, keduanya menjadi kian tak terpisahkan. Anto histeris jika Dodo tak tidur di rumahnya. Dia menangis jejeritan karena takut kesepian.
Perkara Dodo terus menginap di rumah Anto memantik masalah baru. Gaya bermain dua anak balita itu kadang di luar batas, seperti rebutan makan sampai makanan jadi objek lempar-lemparan, rebutan mainan sampai mainan Anto itu rusak. Dodo bahkan menjadi dominan, selain karena proporsi tubuhnya juga dominan. Hehehe. Pas gelut, gak sengaja Dodo menyebabkan kaki Anto terkilir dan harus digips.
2. Tetangga yang sering bertengkar dengan pasangan
Tetangga tipe ini sering bertengkar dengan pasangannya. Mereka terus berselisih paham, mengeluarkan kata-kata kasar satu sama lain, melukai fisik atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), sehingga mengganggu ketenangan lingkungan.
Beberapa tetangga memang berbaur dengan lingkungannya, sementara beberapa lainnya memilih mengisolasi diri dan jarang berinteraksi. Seperti kejadian yang diceritakan penulis dalam bab Lina dan Stik Golf.
Lina mungkin malu dengan tetangga-tetangganya karena dia dan suami yang berkebangsaan Korea Selatan kerap berseteru. Penulis yang kebetulan dinding rumahnya bersentuhan sering mendengar suami istri itu beradu ‘nyanyian’ di malam hari.
Semua orang di perumahan tersebut tahu kalo si suami suka mabuk, adu mulut, hingga adu otot dengan istrinya. Puncaknya pada suatu malam pintu rumah penulis diketuk dan Lina menghambur masuk ke dalam membawa serta anak-anak dan asisten rumah tangganya.
Lina duduk, gemetaran dengan ekspresi wajah ketakutan. Rupanya si suami korea mau gebukin istrinya pakai stik golf, bahkan hendak merengsek masuk mengeluarkan istrinya yang berlindung di rumah penulis.
Entah bagaimana ceritanya, setelah Pak RT berkomunikasi usai insiden itu, Lina dan suaminya pindah dari perumahan karena sudah terlalu sering bertikai sampai mengganggu ketenteraman jam tidur tetangga lainnya.
Lina tak pernah pamit pada tetangga-tetangganya. Tiba-tiba menghilang dan lenyap dari penglihatan. Penulis hanya bisa berdoa supaya Lina dan anak-anaknya selalu dalam lindungan Tuhan.
3. Tetangga yang senang adu mulut dan bikin heboh
Orang-orang dahulu mengenal tetangga mereka. Setidaknya mereka akan bertemu setelah secara tak sengaja salah satu anak mereka menyebabkan anak lain cedera saat bermain bersama.
Seperti kisah Mamak Ahmad versus Mamak Roni yang digambarkan dalam bab Anak Berantem Orang Tua Geger. Ahmad terjengkang dengan darah mengucur di seputaran mata kaki dan sikutnya karena Roni menyebabkannya terjatuh dari sepeda.
Sesuai dugaan, ibu Ahmad pun ‘berunjuk rasa’ ke rumah ibu Roni dan kehebohan pun terjadi. Kedua mamak berdarah Batak itu saling membela anak masing-masing. Tak ada di antara mereka mau mengalah, malahan mengungkit borok masing-masing. Padahal sore harinya anak-anak mereka sudah damai, tenteram, cekikikan, kembali bermain bersama.
4. Tetangga yang super care
Tetangga muncul dalam berbagai rupa dan bentuk. Beberapa dari mereka menjadi teman baik kita, benar-benar peduli sama kita, sesekali berkunjung rumah kita di saat yang lainnya mungkin sekadar melempar senyum atau melambaikan tangan dari jauh.
Cerita pada bab Saat Ibu Tiada adalah kisah favorit saya yang sangat pilu sekaligus menyayat hati. Penulis pun menguraikan kisahnya begitu mendetail, 13 halaman (79-91). Bab ini lebih panjang dibanding 11 bab lainnya.
Penulis mengisahkan Ica Marisa, sahabat sekaligus tetangga terdekatnya di kompleks yang meninggal dunia karena penyakit. Tiga anaknya, Melati, Arum, dan Rangga menjadi piatu, sementara mantan suami langsung menikah dua bulan sejak kepergian mendiang istrinya.
Penulis dan teman-temannya di kompleks berusaha memperjuangkan nasib anak-anak almarhumah Ica. Awalnya suami Ica berencana memisahkan ketiga anak itu di tempat berbeda. Namun, penulis dan teman-temannya berpendapat tidak bijak untuk memisahkan anak-anak yang masih kecil ini.
Setidaknya meski mereka secara defacto kehilangan dua orang tua pada waktu berdekatan, setidaknya mereka sebagai saudara kandung tetap bersama supaya bonding terus terjaga. Alhamdulillah akhirnya tiga bersaudara itu ditempatkan di pesantren yang sama.
Semasa hidupnya Ica super care sama tetangga. Dia dengan senang hati membantu ibu-ibu lain, terutama ibu-ibu kantoran yang butuh pertolongan mendadak mengurus anak-anak.
Ica tak segan ikut menolong, mengawasi, dan mengontrol anak-anak temannya yang sedang sakit di saat para ibu tidak bisa cuti atau bolos kerja. Bagi Ica, anak tetangganya adalah anak-anaknya juga. Dia melakukannya totalitas dan tanpa pamrih.
5. Tetangga yang suka selingkuh
Bergantung mau baca penelitian yang mana, sebuah survei memperkirakan 34 persen pasangan yang sudah menikah mengaku pernah berselingkuh. Sebanyak 41 persen dari 34 persen tersebut mengatakan mereka sering berselingkuh.
Ini adalah hasil penelitian Reckitt Benckiser (RB) Indonesia, produsen kondom Durex. Perusahaan mengadakan survei online yang menargetkan pengantin baru di lima kota besar di Indonesia.
Penulis membahas topik ini dalam dua bab. Tentunya berlatar belakang kehidupan bertetangga dong ya. Kedua bab tersebut berjudul Selingkuh Terjadi karena Ada Kesempatan dan Selingkuh Kok Sama Tetangga, Cemen Aahh!!
Bertahun-tahun penulis mengaku menjadi tong sampah teman-teman perempuannya yang menjadi pelakor, maupun yang menderita karena pelakor. Kesimpulan penulis tetap sama, selingkuh itu terjadi karena ada kesempatan, bukan hanya perkara cinta lama belum kelar, pasangan yang sudah tidak menarik lagi, si dia lebih baik dari pasangan sah, atau bejibun alasan lain yang membenarkan selingkuh.
Penulis menegaskan selingkuh terjadi karena dua belah pihak terjebak dalam hubungan rumah tangga tidak sehat, jenuh, kemudian bertemu dengan orang lain yang bisa membuat nyaman, saling cerita, dan akhirnya saling cinta. Sayangnya cinta ini cinta terlarang.
Apalagi cinta terlarang itu sama tetangga sendiri. Aduh, memalukan. Begitulah kisah Ibu Ita yang memergoki suaminya yang juga Pak RT sedang ‘skidipapap’ bersama seorang wanita yang tak lain tetangga mereka.
Parahnya adalah selingkuhan suami Bu Ita adalah teman Ibu Ita sendiri, teman main waktu SMA. Kebayang gak tuh merananya Bu Ita mendapati suami kesayangannya main di belakang sama sahabatnya sendiri?
6. Tetangga yang hobi parkir sembarangan
Saat hidup beranjak lebih sejahtera secara finansial, biasanya orang-orang akan membeli mobil perdana atau mobil tambahan. Perkara muncul saat mobil-mobil tersebut diparkir sembarangan, bahkan di area fasilitas umum (fasum), seperti jalan depan rumah.
Apalagi jalan depan rumah itu terlalu sempit menampung parkir mobil. Kisah ini penulis uraikan dalam bab Balada Parkiran Mobil. Kejadian terburuknya adalah salah seorang warga menabrak anak tetangga lantaran arah pandangan matanya saat menyetir mobil terhalangi mobil lain yang parkir di jalanan kompleks.
Tak ingin berlarut, Pak RW akhirnya mengambil keputusan siapapun warga yang memiliki mobil atau kendaraan lain lebih dari satu, wajib merenovasi depan rumahnya untuk lahan parkir. Pokoknya entah bagaimana caranya tidak boleh ada mobil terparkir di jalan umum untuk alasan apapun.
Enam tipe tetangga di atas baru segelintir tipe tetangga yang kita temui di sekitar kita. Buku Tetangga Kok Gitu mengulas 12 cerita tentang hidup bertetangga dengan sisi menarik masing-masing.
Review Buku Tetangga Kok Gitu Karya Annie Nugraha
Saya melahap habis 12 cerita dalam buku ini dalam waktu 1,5 hari sejak abang kurir mengantarkannya ke rumah. Ini termasuk waktu tercepat emak-emak beranak tiga seperti saya membaca buku.
Kenapa bisa cepat selesai? Soalnya tebalnya kurang dari 200 halaman dan berisi 12 kumpulan cerita. Satu bab cerita rata-rata terdiri dari 8-10 halaman dan volume buku ini hanya berkisar 20 x 13 x 1,5 cm.
Buku ini tergolong mini ya. Bisa dibaca sambil dibawa kemana-mana hanya dengan satu tangan. Tangan kanan ngaduk panci penggorengan, tangan kiri pegang buku Tetangga Kok Gitu. Awas, ikannya gosong buk ibuk. Hehehe.
Gaya menulis Mba Annie sangat humanis. Story tellingnya bagus, bahasanya ringan, dan ceritanya in line banget dengan keseharian kita hidup bertetangga. Pas saya baca buku ini, rasanya Mba Annie kayak ngajak saya ngobrol aja gitu.
Kayaknya template tetangga-tetangga yang dikisahkan Mba Annie di buku ini nyaris sama dan sebagian besarnya pasti kita temukan di mana pun kita tinggal. Saya pribadi beberapa kali berpindah kota dan domisili, mulai dari kampung halaman saya di Pasaman Barat, kemudian hijrah ke Bogor, kerja di Jakarta, ikut suami yang kerja di Kupang, lanjut ke Bali, Surabaya, dan sekarang di Bekasi.
Dari sekian banyak kota yang saya singgahi, saya paling terkesan dengan tetangga-tetangga saya di Surabaya. Duh, jadi kangen mereka kaaan. Padahal, saya menetap di Kota Pahlawan hanya empat bulan, tapi suasana bertetangga yang paling nyaman saya rasakan di sini.
Berikut adalah ‘aturan emas’ menjadi tetangga yang baik versi saya:
- Amati dan hormati ruang pribadi dan ranah privacy tetangga.
- Berhati-hatilah jika kita meminjam sesuatu ke tetangga. Kembalikan barangnya segera setelah digunakan. Jika kita merusak barang tersebut, perbaiki, ganti, atau bayar dengan uang tunai atas persetujuan tetangga.
- Jangan menggosipkan tetangga.
- Jika kita ada masalah sama tetangga, langsung temui yang bersangkutan dan diskusikan secara kekeluargaan.
- Tidak semua orang senang dengan hewan peliharaan. Kalo kita punya hewan peliharaan, tunjukkan tanggung jawab kita terhadap hewan peliharaan kita. Jauhkan mereka dari halaman tetangga, atau jemput si kesayangan jika mengganggu ketenangan tetangga.
- Nikmati sikap berbagi kita pada tetangga. Jika kita mengantarkan makanan, oleh-oleh, atau pemberian apapun idi momen apapun, jangan mengharapkan imbalan atau pamrih dari tetangga.
- Jika ada kesalahpahaman, berupayalah memperbaikinya dengan berjabat tangan, bukan beradu mulut, apalagi beradu otot, kayak Mamak Ahmad versus Mamak Roni.
- Ikut aturan yang berlaku di lingkungan kita. Ini bisa kita tanyakan kepada RT setempat.
Saya mengenal Mba Annie bukan cuma sebagai penulis dan blogger. Beliau juga saya kenal sebagai ilustrator. Tulisan tangannya saja, masya Allah, bagus dan rapiii banget, udah kayak font-font komputer. Gak heran beliau juga jago gambar.
Setiap bab cerita Tetangga Kok Gitu selalu ditutup dengan quotes bijak dan keren. Tak lupa ilustrasi ciamik ala Mba Annie dan rekannya, Rini Uzegan yang mewarnai beberapa halaman. Baguuus banget.
Isi buku ini gak ada kurangnya. Saya enjoy membacanya. Kalo pun harus menemukan kekurangan, mungkin dari penyusunan daftar isi yang memerlukan pemisahan bab dan sub-bab. Tujuannya supaya pembaca bisa langsung to the point ke pilihan cerita yang mungkin ingin mereka baca ulang di lain hari.
Kalau isi bukunya udah bagus, kekurangan lainnya bisa dimaafkan. What matters is how you feel inside, ya kan? Kalo kamu tertarik memilikinya, silakan cek di Tokopedia lewat akun STILETTO BOOK, atau langsung saja chat di bawah ini.
Saya merekomendasikan buku ini untuk bacaan akhir pekan di rumah. Sambil ngeteh pagi atau ngeteh sore di teras rumah, sesekali menyapa tetangga yang lewat atau membalas senyum mereka.
Rasakan alangkah indahnya hidup ketika kita mengetahui kita dikelilingi tetangga-tetangga yang baik. Rumah pun akan terasa lebih hidup dan jauh dari kata sepi. Selamat membaca.
Leave a Comment