Jika punya uang banyak, kamu mau jalan-jalan kemana? Amerika, jawabku yang saat itu masih duduk di bangku sekolah dasar. Entah kenapa era 1990-an, Amerika begitu populer sebagai negara impian semua orang.
Anak-anak yang usianya belum 10 tahun pun akan menjawab hal sama. Mungkin karena terlalu bahagia menyanyikan lagu Trio Kwek-Kwek yang menceritakan Amerika itu Negeri Paman Sam, Challenger pesawatnya, dan Si Rambo jagoannya.
Lanjut ke bangku sekolah menengah saat aku mulai menggilai komik dan buku-buku bacaan lainnya. Negara impianku pun berubah. Jepang, itu jawabanku. Alasannya? Ingin bertemu Doraemon, Minky Momo, Lady Oscar, dan Saint Seiya.
Begitu hijrah kuliah ke Bogor dan terkena virus drakor (drama korea) dan boyband, aku selalu menyimpan asa ke Negeri Gingseng. Ingin merasakan suasana romantis ala artis-artis Korea di film. Ingin menonton langsung konser BigBang, boyband idolaku di negara asalnya.
Sekarang aku meraih impianku yang lain, yaitu berkeluarga, dikaruniai seorang putri cantik, dua putra kembar yang tampan, dan menetap di Bali. Kami tinggal di Negeri Para Dewa, Paradise Island, Negeri Cinta. Rasanya impian-impian lama yang belum terwujud terlupakan seketika.
Namun, apakah itu berarti aku tak punya impian mendatangi negeri lainnya? Jauh di lubuk hatiku terdalam, ternyata aku begitu ingin menapakkan kaki di Bhutan, negara paling bahagia di dunia.
Mengapa Bhutan?
Di saat seluruh negara di dunia mengukur tingkat kesejahteraan penduduknya menggunakan Pendapatan Domestik Bruto (PDB), Bhutan justru mengukurnya berdasarkan Indeks Kebahagiaan atau Gross National Happiness (GHN). Sebanyak 91 persen penduduknya menyatakan diri hidup bahagia, bahkan 50 persen dari total jumah tersebut mengaku sangat bahagia.
Apa sih definisi bahagia bagiku yang notabene cuma ibu rumah tangga dan emak beranak tiga ini? Bahagia itu tak bisa dilepaskan dari nilai-nilai kehidupan, budaya, dan lingkungan tempat kita berada. Di Bali kami mengenal Tri Hita Karana, yaitu tiga sumber kebahagiaan hidup yang akan tercapai saat hubungan dengan Sang Pencipta, hubungan dengan sesama, dan hubungan dengan alam sekitar berjalan selaras seimbang.
Bhutan memiliki topografi lengkap, mulai dari dataran rendah persawahan hingga puncak-puncak bukit yang menjulang tinggi. Ini menjadikan penduduknya yang mayoritas penganut Buddha sehat jiwa dan raga.
Mereka terbiasa berjalan kaki, minum susu yak (sejenis sapi lokal) yang hasilnya juga diolah menjadi keju. Kesehariannya mereka makan beras merah, mengonsumsi buah dan sayuran hijau yang semuanya organik.
Sebagaimana Bali, Bhutan juga menerapkan aturan khusus terkait penataan ruang dan bangunan. Semua kantor pemerintahan dan swasta memiliki pola arsitektur bangunan sama, mengadopsi bangunan tradisional.
Jika Bali membatasi bangunan bertingkat hanya boleh tiga lantai, maka Bhutan membatasi lima lantai di daerah perkotaan dan dua lantai di pedesaan. Kemana pun kita pergi, rasa ‘Bhutan’ akan tetap ada, tak tergerus modernisasi yang membabi buta.
Di saat negara lain berinvestasi pada prajurit dan sistem persenjataan lengkap untuk pertahananan negara, Bhutan justru membentengi negaranya dengan belasan ribu biksu. Mereka menjelajahi seluruh negeri untuk mengajarkan kebaikan dan ajaran Buddha.
Saat ini Bhutan menjelma menjadi 20 negara dengan perkembangan ekonomi tertinggi di dunia. Bhutan satu-satunya negara di Asia Selatan yang memenuhi semua aspek Millennium Development Goals (MDG) versi PBB, khususnya sistem pendidikan terbaik dan jaminan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat. Sungguh sebuah prestasi luar biasa, padahal negara yang dijuluki The Happiness Kingdom ini bahkan belum memiliki mata uang sendiri hingga 1960-an.
Pesona Bhutan
Buat apa ke Eropa jika Bhutan sudah menjadi Swiss of Asia? Negara ini dikepung Pegunungan Himalaya, puncak tertinggi di dunia. Lansekap alamnya sungguh memesona, disempurnakan dengan bangunan kuil, benteng (dzong), dan stupa (chorten).
Apa saja obyek wisata menarik yang membuat negara ini menjadi primadona di Asia Selatan? Biarkan gambar-gambar di bawah ini yang berbicara.

Pasangan artis Nadine Chandrawinata dan Dimas Anggara melangsungkan pernikahannya secara pribadi di Biara Paro Taktsang. Biara magis ini juga dijuluki Tiger’s Nest, salah satu tempat paling suci di Himalaya dan masuk ke dalam deretan rumah ibadah terindah di dunia.

Punaka Dzong adalah bangunan menyerupai benteng, dikenal juga dengan sebutan Pungtang Dewa Chhenbi Phodrang. Ini adalah istana paling megah di Bhutan yang menyimpan relik-relik suci.

National Memorial Chorten adalah bangunan besar berbentuk stupa untuk mengenang Raja Bhutan, Jigme Dorji Wangchuck. Warna bangunannya yang putih kontras dengan hiasan emas di ujung stupa menaranya.

Sebagaimana masyarakat Bali, orang-orang Bhutan juga ramah senyum dan ramah sapa kepada siapapun yang berkunjung ke sana.

Patung-patung Buddha raksasa tampak megah. Sebagian besar berlapis emas.

Bhutan secara luasan kurang lebih sama dengan Swiss, sekitar 38.394 kilometer per segi. Ini pula yang membuat negara ini sering dijuluki ‘Swiss of Asia.’ Meski kecil, lebih dari 70 persen wilayahnya ditutupi hutan, tak tergerus pembangunan masif. Yup, Bhutan mengajarkan kita pentingnya hidup selaras dengan alam yang pada akhirnya akan membawa kebahagiaan bagi rakyat.

Punakha juga merupakan pusat jembatan gantung terpanjang di Bhutan. Namanya Punakha Suspension Bridge yang berjarak sekitar 7,5 kilometer dengan mobil ke Chimi Lhakhang. Jembatan gantung ini cukup menguji adrenalin yang melintasinya. Ini cocok bagi mereka yang menyukai wisata minat khusus.
Sungguh, negara yang beribukota di Thimpu ini memiliki keindahan alam luar biasa. Tak cukup kata melukiskannya. Masyarakatnya cinta damai dan sangat disiplin, khususnya dengan keyakinan spritualnya.
Sejak pariwisatanya dibuka 1972, tak heran Bhutan menjadi salah satu destinasi populer di dunia, meskipun wisatanya terbilang mahal. Pemerintah setempat memang sengaja membatasi jumlah turis yang datang supaya seluruhnya terdistribusi baik, dengan tetap menghormati adat dan budaya setempat.

Semoga suatu hari nanti aku bisa menjejakkan kaki di Bhutan dan menjadi orang paling bahagia sedunia di sana, tentunya bersama #iziroam pocketwifi yang setia menemani sepanjang perjalanan, update foto dan status medsos #gapakedropsinyal. Jangan lupa, kemana pun kamu pergi, pastikan #TravelwithIziroam aja.