Ketika anak nakal
Ketika anak nakal

Anak kita bisa bersikap dramatis. Emosinya kadang tampak tak masuk akal dan tidak sesuai kondisi alias gak nyambung. Tidak apa-apa, bunda! Anak boleh saja mengekspresikan semua perasaannya, meski kita tidak merasakan hal sama seperti mereka.

Orang tua kadang hanya fokus mendisiplinkan emosi anak, bukan perilakunya. Orang tua sering kali meminta anaknya berhenti menangis, bukannya memperbaiki perilaku anak agar tak melanggar aturan, tak menyakiti orang lain, atau bersikap sopan.

Perbaiki perilaku anak kita, bukan emosinya. Pada saat sama katakan marah, sedih, takut, bersemangat, dan emosi lainnya itu wajar selama bisa dikendalikan. Bagaimana caranya?

1. Jangan sangkal perasaan anak

Anak-anak yang percaya kalimat, “Aku tak seharusnya bersedih” akan berusaha keras menghindari kesedihan. Namun, ini tidak sehat. Kesedihan adalah proses penyembuhan. Demikian pula anak yang berpikir, “Marah itu tidak baik,” maka mereka mungkin akan terus memaksakan tersenyum dan memaksa terus menjadi baik, meski dirinya sedang disakiti.

Bunda haris bisa membedakan antara perilaku anak dan emosi anak. Marah adalah emosi dan perasaan, sementara memukul adalah perilaku. Sedih adalah emosi dan perasaan, sementara berteriak adalah perilaku.

Daripada melarang anak bersedih, ajari anak cara mengatasi emosi dengan nyaman. Ini namanya memanajemen kemarahan.

2. Bangun keyakinan anak

Kita sebagai orang tua kadang berpikir anak yang kuat mental adalah anak yang tidak emosian. Ini tidak benar. Anak bermental kuat adalah anak yang bisa mengenali emosi dan memilih cara-cara sehat untuk mengendalikan emosi tersebut.

Ajari anak yakin bahwa dia bisa saja bersinggungan dengan hal-hal yang tidak nyaman. Kelak, ketika dia tak berani maju ke depan saat lomba antarsekolah, dia akan mencobanya. Ini memberinya keterampilan melawan rasa takut.

Sampaikan ke anak bahwa mereka tetap bisa bersikap baik, sopan, dan senyum pada orang lain, meski pada waktu bersamaan sedang kesal. Tunjukkan pada anak bahwa ada waktunya bersedih, namun jangan sampai sedih membuatnya tak mau sekolah atau tak mau makan.

3. Ajari anak mengelola emosi

Tunjukkan pada anak dia bisa mengendalikan perasaannya. Jika suasana hatinya sedang buruk, bicarakan pilihan yang bisa dia buat, misalnya merajuk di dalam kamar, atau pilihan yang bisa memperbaiki suasana hatinya, misalnya bermain di halaman.

Secara proaktif ajari anak mengatasi ketidaknyamanan dengan cara positif. Tunjukkan padanya bahwa dia tetap bisa menggambar dan mewarnai meski sedih, atau tetap bisa bermain di luar ketika marah.

4. Disiplinkan perilaku tak pantas

Jika anak merusak mainan saudaranya, beri dia konsekuensi. Perjelas bahwa dia mungkin tidak dimarahi, namun adiknya akan mendapat jatah mainan baru.

Labeli emosi anak. Ajari anak untuk bisa menyebut perasaannya, misalnya, “Saya sedih karena kita tidak jadi bermain di taman hari ini.” Jangan biarkan anak sedih tanpa sebab.

Share:

Leave a Comment