Gak tahu ini udah jalannya apa gimana, mendadak di usia 2 tahun 1 bulan Maetami sariawan perdana. Anakku masih belum bisa cerai ASI, masih suka ngempeng malam sebelum tidur, meski intensitas mimikcu-nya udah berkurang. 

Pada waktu yang sama, alhamdulillah wasyukurillah Allah mempercayakan kembali kehamilan padaku. Kurang lebih 1,5 bulan usia kandunganku kini. Keluarga semuanya menyarankan aku menyapih ASI Mae secepatnya supaya aku tetap sehat, tidak kelelahan sepanjang kehamilan.

Sariawan (Foto: Halodoc)

Jauh di lubuk hati aku menangis. Tidak semudah itu memaksakan cerai ASI untuk anakku. Dua tahun aku menyusuinya. Aku gak tega jika harus menyapih Mae secara paksa, pakai teknik olesin obat pahit ini itu, pake obat merah, dan sebagainya ala orang tua zaman dulu. Tidak. Aku tidak setega itu, meski di mulut aku mengiyakan saja saran dari orang-orang sekitar.

Sariawan kali ini di sisi lain jadi momen pas untuk Maetami belajar menyapih dirinya. Mae enggan mengASI dua hari pertama sariawan. Tidur malamnya didahului 1-2 jam tantrum, marah, nangis karena setiap mulutnya ngempeng ke mimik ibunnya selalu terasa sakit karena sariawan.

Itu perdana aku menangis, melihat anakku tak bisa menyusu lagi. Padahal alasannya karena sakit, bukan karena menyapih paksa. Begini ternyata rasanya momen-momen cerai ASI itu. Ya Allah, sedihnya, saat Mae cuma bisa ngetekin ibunnya sambil cium mimiknya, dan baru bisa tertidur lelap setelah beberapa jam tantrum.

Lalai

Sariawan Maetami kali ini memang karena kelalaianku. Mudik Lebaran sampai dua minggu di Jakarta membuatku mengabaikan kecukupan gizi Mae. Mae makan sesukanya saja, asal-asalan, bahkan cenderung malas makan.

Dia lebih banyak ngemil yang gak biasa dia ngemil, mulai dari gorengan, cokelat, es krim, astor, banyak makan kerupuk, jarang makan sayur, juga buah. Masakan-masakan umumnya bercabai.

Ya, namanya juga suasana mudik, emaknya gak mungkin seluwes di rumah untuk buatkan makanan untuk anaknya. Ditambah lagi suatu hari Mae lagi main di fun world, bibirnya kebentur mainan, sedikit berdarah dan akhirnya berkembang jadi salah satu titik sariawan di mulutnya.

Sariawan Mae kali ini menyebar merata di mulutnya, mulai dari gusi, bibir, lidah, kerongkongan, dan dasar mulut. Tak tahan melihatnya menangis, kami langsung membawa Mae ke dokter.

Dokter malah mengantisipasi jika Mae terkena flu Singapur yang lagi musim di Bali, di mana salah satu cirinya adalah sariawan sangat banyak di area mulut. Namun, ketika dicek tak ada bintik-bintik merah di telapak tangan, kaki, dan tubuhnya, dokter mengatakan Mae sariawan biasa. Kami pun lega dan diminta memantai kondisi Mae tiga hari ke depan.

Selama sariawan, Mae ngiler terus kayak komodo, ngomongnya irit tapi sering merengek, juga mogok makan. Sesekali kami berikan obat oral Kenalog. Pas perutnya lapar, dia minta makan, namun setiap makanan masuk dia menangis dan ujung-ujungnya gak mau makan. Aku terpaksa sedikit memaksanya menelan makanan.

Sengaja memberinya bubur ayam dan bubur roti susu. Yang penting perutnya isi, tidak sampai dehidrasi. Itu juga yang diantisipasi dokter. Jika bayi dehidrasi, mau gak mau harus diopname dan diinfus. Hal yang selalu kutakuti dan tak pernah dialami Mae selama dua tahun pertama kehidupannya.

“Maafkan ibun ya nak, ibun sedikit tega maksa Mae makan, gak peduli Mae nangis nolak makan. Maafkan ibun nak.”

Memberi Makan Bayi yang Sariawan

Hal yang kulakukan adalah menghindari sementara pemberian makanan hangat atau panas. Justru berikan bayi makanan dingin. Bubur roti susu misalnya, setelah kubuat, langsung kumasukkan kulkas beberapa waktu. Setelah sedikit dingin, baru aku suapkan ke Mae.

Rotinya sengaja kupilih Danish Monde Butter Cookies, roti kesukaan Mae yang teksturnya sangat lembut. Sensasi dingin bikin sariawan Mae terasa adem saat dia menelan makanan.

Mae kembali lagi seperti bayi MPASI. Makanannya harus yang lembut-lembut, seperti bubur nasi, kentang tumbuk kuah opor, wortel dicacah dengan nasi disiram kuah sup. Ikan atau ayam disuwir-suwir masukin ke bubur nasinya. Segala cara dilakukan yang penting asupan nutrisi tetap masuk perut anak.

Jaga Kebersihan Mulut Bayi

Ini hal yang selalu penuh drama. Setiap akan membersihkan mulut Mae, teriakannya akan selalu terdengar. Gunakan sikat gigi lembut khusus bayi. Aku sengaja tak memakai pasta gigi sementara karena takut bahan-bahan dalam pasta giginya justru memperparah kondisi sariawan anakku.

Sikat giginya cukup sekali sehari, bahkan kadang aku menyikatnya satu kali dua hari mengingat sariawan Mae menyebar acak. Sebagai gantinya minta Mae pas mandi kumur-kumur.

Mandinya tetap dua kali sehari, atau sekali sehari jika bayinya demam. Mandi sore biasanya aku cukup biarkan Mae berendam di baskom dengan air hangat. Lamanya sesuka hatinya, yang penting dia merasa nyaman dan gak nangis karena ingat sariawannya terus.

Alihkan Perhatian

Mau gak mau supaya si bayi gak terlalu fokus pada sariawan mulutnya, harus ada pengalih perhatian. Apakah itu mainan-mainan activity, tontonan, atau ponsel dalam waktu terbatas.

Aku sering mengajak Mae menyelesaikan puzzle angka dan alfabet bersama. Main gambar-gambaran, main bongkar pasang, nonton YouTube di hp maksimal 50 menit hingga 1 jam, main perosotan, dan gendong dia. Untuk yang terakhir sedikit susah untuk sering dilakukan mengingat kondisiku yang tengah berbadan dua.

Walau demikian, aku gak tega setiap Mae manggil, “Ibun” trus minta digendong. Semoga Allah memberi restu kesembuhan untuk anakku, dan kesehatan untuk aku dan janinku. Amiin.

Share:

Leave a Comment