Tantrum pada anak autis
Tantrum pada anak autis

Orang tua sering dipusingkan menghadapi tantrum anak autis. Anak dengan autism spectrum syndrome (ASD) tak hanya berteriak atau menangis berkepanjangan ketika tantrum. Tak jarang mereka juga berperilaku merusak, seperti melempar barang, memecahkan gelas atau piring, bahkan ada yang memecahkan kaca pintu atau jendela rumah.

Tantrum sebetulnya bukan cuma perilaku anak autisi. Anak normal pun ada yang tantrum sampai membahayakan orang lain, seperti mencakar, menggigit, dan menjambak. Ada juga anak yang tantrumnya membahayakan diri sendiri dengan cara melukai diri (self-injury), seperti menggaruk koreng atau bekas luka berkepanjangan, dan membenturkan kepala ke lantai atau ke tembok.

Tantrum biasanya muncul ketika anak tidak mendapatkan apa yang diinginkan. Contoh pertama, anak mencoba menarik perhatian ibunya dengan cara melempar mainan ke lantai. Ibunya tersenyum, mengambilkan mainan yang jatuh, kemudian mengembalikan pada anak.

Nah, rangkaian tindakan yang dilakukan si ibu dapat memperkuat perilaku negatif anak sebab anak mendapat perhatian yang dia cari. Akibatnya, anak akan terus mengulang perilaku sama setiap kali ingin mencari perhatian ibunya. Sayangnya cara yang digunakan negatif.

Untuk mengatasi masalah ini, ibu harus mengabaikan anak saat menjatuhkan mainan. Jika ibu konsisten mengabaikan perilaku bermasalah ini, kemungkinan besar anak akan mengurangi aksinya karena perilaku tersebut tak menghasilkan efek yang dia cari.

Contoh kedua, anak autisi mengamuk karena tidak diberikan susu atau biskuit yang jelas-jelas terlarang untuknya. Ibu yang tak tahan melihat anaknya tantrum kemudian menghampiri anak, memeluknya, menggendong, bahkan mengeloni anak di kamar sampai tidur. Ibu tak menyadari bahwa kemungkinan besar anak akan mengulang perilaku sama di hari berikutnya.

Untuk memperbaiki hal ini, ibu semestinya membiarkan anak mengamuk terlepas berapapun lama waktu yang dibutuhkan, sambil tetap konsisten bahwa anak tidak boleh minum susu dan makan biskuit.

Awalnya amukan anak akan meningkat karena tensi amarah dan frustasinya makin tinggi. Namun, akhirnya emosi anak berkurang drastis seiring dengan aksinya yang tak memberi hasil yang dia inginkan. Saya sering mendapati terapis menerapkan prosedur serupa di tempat terapi anak saya, KIDABA Bekasi.

Bagaimana menghadapi tantrum anak autis? Apa saja tahapan yang perlu diketahui orang tua saat mengatasi anak autis yang tantrum?

Teknik Extinction untuk Tantrum Anak Autis

Pegiat autisme sekaligus Direktur Klinik Intervensi Dini Applied Behavior Analysis (KIDABA), Arneliza Anwar mengatakan banyak faktor menyebabkan perilaku buruk (maladaptif) anak autisi.

Faktor utamanya anak tidak bisa mengomunikasikan apa yang diinginkan. Kita sebagai orang tua kadang gak ngerti apa yang anak kita berusaha sampaikan, demikian juga anak kita gak paham apa yang orang tuanya sampaikan.

Menurut Ibu Liza, inilah mengapa sejak dini kita perlu melatih anak autisi menyampaikan keinginannya secara bertahap sampai akhirnya bisa berkomunikasi dua arah lalu berbahasa. Tujuannya supaya masalah perilaku di atas gak lagi menjadi momok bagi orang tua dan orang-orang di sekitar anak.

Cara menangani anak autis tantrum salah satunya dengan teknik extinction. Teknik ini praktiknya menghentikan penguatan perilaku tak diinginkan pada anak autisi dengan cara menghapus motivasi anak berperilaku negatif. Teknik extinction akan menghilangkan perilaku buruk anak yang negatif secara bertahap.

Misalnya nih, anak kita gak mau mandi, trus guling-guling di kasur. Kita kemudian memberinya es krim atau permen supaya si anak mau mandi. Tindakan ini sebetulnya salah, sebab akan memperkuat perilaku buruk anak kita.

Anak belajar ketika dia berperilaku tidak baik, maka dia pasti mendapat hadiah. Maka dari itu ke depan si anak akan kembali mengulang perilaku sama untuk mendapat hadiah yang diinginkan.

Sekarang, ketika kita pakai teknik extinction, kita berhenti dan menolak memberikan hadiah (reward) apapun pada anak. Memang berat, tapi anak akhirnya akan berhenti bertingkah. Dia tidak lagi mengasosiasikan perilaku buruknya dengan hasil positif.

Ini saya buktikan sendiri pada putra saya Rangin. Rangin memang tidak autis, tapi lantaran dia memiliki saudara kembar dengan sindrom ASD, maka Rangin secara tak langsung membawa spektrum yang sama, meski sangat samar.

Rangin tidak bermasalah pada fokus, kontak mata bagus, dan komunikasi aktif. Dia mengerti ngobrol dua arah sesuai usianya (22 bulan), meski belum verbal. Rangin mengerti perintah, misalnya ambil bola, tunjuk pipi, pegang kepala, tepuk tangan, membalas salam dan jabat tangan, atau larangan.

Kekurangannya adalah Rangin melakukan self injury ketika keinginan tak dituruti. Dia kerap membenturkan kepala ke lantai atau ke tembok jika kita tak mengerti keinginannya. Kadang keningnya sampai biru akibat terlampau kuat membenturkan kepala.

Sebelumnya setiap Rangin akan membenturkan kepala, saya atau suami pasti akan menggendong dan membujuk dengan barang-barang yang dia sukai. Beberapa bulan terakhir, alhamdulillah dengan diet komprehensif dan penerapan teknik extinction yang tepat, perilaku buruk Rangin bisa hilang.

Sekilas kalo kita mendengar kata extinction kok kesannya seram ya? Hehehe. Teknik extinction ini berbeda dari maknanya secara tradisional. Jadi, jangan samakan extinction dalam ilmu psikologi dengan extinction dalam ilmu biologi ya.

Extinction dari kacamata biologi mengacu pada musnahnya kehidupan spesies, seperti yang terjadi pada dinosaurus jutaan tahun lalu. Extinction dari kacamata psikologi artinya perilaku buruk anak tidak hilang sepenuhnya, seperti musnahnya dinosaurus yang gak lagi kita temukan zaman sekarang.

Perilaku maladaptif tersebut bisa muncul lagi sewaktu-waktu, sebab faktanya otak manusia itu menyimpan ingatan atau memori jangka panjang. Tidak serta merta satu kenangan bisa dihapus dari ingatan, sama seperti indahnya kenangan bersama mantan. Ehehehe. Just kidding.

Makanya Rangin sesekali kalo terlampau kesal masih mau membenturkan kepala. Namun, intensitasnya sangat jarang, tak separah sebelumnya.

Kambuh ini sifatnya bisa spontan, sementara, dan akan sangat jarang terjadi ketika ditangani dengan tepat.

Ya kurang lebih sama lah seperti marah. Kita yang pada dasarnya bersifat pemarah, setelah belajar mengendalikan emosi, bukan berarti kita gak bakal marah-marah lagi seumur hidup kan?

Sesekali sifat tersebut akan muncul dalam waktu tak terduga. Hanya saja, karena kita sudah belajar mengontrol emosi sebelumnya, maka marah-marah kita kali ini lebih terkendali.

Praktik Teknik Extinction

Bagaimana mempraktikkan teknik extinction sebagai cara mengatasi anak autis yang tantrum? Nah, Ibu Liza memberikan empat tips penting sebagai panduan orang tua di rumah. Lakukan tips-tips berikut secara bertahap.

1.Amankan kondisi sekitar anak

Jauhkan anak dari barang-barang yang mudah pecah yang bisa melukai anak. Saya gambarkan dengan contoh kasus di bawah ini:

  • Menjerit. Anak berteriak-teriak dalam mobil ketika mobil sedang berjalan. Dulu kita mungkin meminta anak untuk berhenti berteriak. Nah mulai sekarang, jangan tanggapi teriakan itu. Pastikan saja anak duduk di dalam mobil dalam posisi aman dan tak ada benda-benda berbahaya di sekitarnya.
  • Menangis. Anak menangis keras di restoran saat kita baru memesan makanan. Dulu kita memilih gak jadi makan di restoran tersebut dan langsung pulang. Mulai sekarang, biarkan anak menangis sejadi-jadinya, sementara kita pindah meja dan melanjutkan makan. Pastikan saja tidak ada benda-benda di meja makan yang bisa melukai anak.
  • Melukai diri. Anak senang membenturkan kepala sampai keningnya membiru. Dulu kita memohon pada anak supaya tidak mengulang perilakunya. Mulai sekarang, pasangkan anak helm pengaman dan biarkan dia membenturkan kepalanya sampai berhenti sendiri. Inilah yang saya lakukan pada Rangin sampai akhirnya dia berhenti melakukannya.

2. Lakukan correctional NO

Jangan biarkan kesalahan selesai dilakukan anak. Sedapat mungkin saat kita melihat gelagat anak hendak merusak barang, atau hendak membenturkan kepala, segera tahan tangan anak, atau tahan kepala anak.

Ambil atau jauhkan anak dari barang yang hendak dirusak, kemudian lakukan CORRECTIONAL NO, yaitu mengatakan TIDAK dengan suara bernada tinggi.

Ucapkan TIDAK sekali saja dengan ekspresi wajah netral. Jangan tersenyum apalagi tertawa setelah menjalankan teknik ini. Anak autisi bisa menangkap senyum atau tawa kita sebagai reward bagi mereka.

Jika tak bisa menahan diri, tak bisa mempertahankan mimik wajah netral, segera berlalu dari hadapan anak.

3. Praktikkan teknik extinction

Jika anak terus melakukan hal sama, puncaknya terapkan teknik extinction, yaitu biarkan, abaikan, jangan berikan perhatian pada anak. Ibu Liza mengingatkan pilihan ketiga ini biasanya akan disertai extinction burst, di mana anak akan semakin menjadi-jadi perilakunya.

Makanya sedari awal orang tua perlu memastikan anak berada di tempat yang aman. Jauhkan anak dari kaca, gelas, piring, alat-alat listrik, dan lainnya. Biarkan banyak mainan aman di sekitar anak, seperti boneka, buku, atau mainan dari flanel, sehingga jika anak melempar barang, dampak kerusakan bisa diminimalisir.

Biarkan ruangan dalam kondisi berantakan, sambil sesekali kita melirik dari jauh apa yang dilakukan anak. Ingat ya, meliriknya juga harus pakai teknik, kata Bu Liza.

Jangan sampai anak mendapati kita sedang memerhatikannya, sebab jika ini terjadi orang tua semakin mudah dipermainkan anak.

4. Harus konsisten

Teknik extinction perlu dilakukan secara konsisten. Insya Allah perilaku maladaptif anak akan menurun dan menghilang, berubah menjadi perilaku positif dan adaptif.

5. Jalankan diet komprehensif

Pada anak-anak autisi yang belum menjalankan diet komprehensif 100 persen, teknik extinction jauh lebih sulit dijalankan. Ini karena anak autisi yang belum diet biasanya tenaganya sangat kuat, sehingga emosinya sulit dikendalikan.

Ada sembilan jenis diet untuk anak autisi, yaitu:

  • Casein-free diet
  • Gluten-free diet
  • Sugar-free diet
  • Corn-free diet
  • Soya-free diet
  • Low phenol diet
  • Diet elektronik
  • Diet bahan kimia
  • Rotasi dan Eliminasi (RnE) Diet

Orang tua yang baru pertama kali menerapkan teknik extinction awalnya mungkin waswas, ragu, dan bertanya pada diri sendiri, “Apakah tindakan yang saya lakukan sudah benar?”

Ketika orang tua tak cukup sabar, biasanya mereka berhenti di tengah jalan dan kembali lagi memakai teknik lama, yaitu menenangkan dengan cara membujuk, menggendong, atau memberi hadiah anak.

Perlu diketahui, teknik extinction ala Applied Behavior Analysis (ABA) bisa diterapkan untuk semua anak, bukan cuma anak autisi saja loh. Metode ABA itu semua satu ukuran, berlaku sama untuk semua anak. Bisa dinilai dan sistematis.

Hal yang membedakan tantrum anak autisi dengan anak normal pada umumnya adalah durasi. Anak-anak biasanya tantrum rata-rata 5-15 menit, sementara anak autisi lebih lama, yaitu 20-40 menit, bahkan ada yang mencapai satu jam. Jadi, orang tua anak autisi musti ekstra sabar.

Kepada orang tua yang diamanahi Allah SWT anak spesial, jangan mudah menyerah. Kesembuhan anak kita ada di tangan kita dan atas seizin Allah.

Share:

22 responses to “Cara Menangani Tantrum Anak Autis dengan Teknik Extinction”

  1. Ifut Coy Avatar

    inspirasi banget bun.

  2. […] autisi membutuhkan special needs parenting. Contohnya dalam kasus tantrum. Penanganan tantrum pada anak autis jelas berbeda dengan anak […]

  3. […] mungkin gak bisa mengejar ketertinggalan anak-anak sebayanya, tidak bisa bersekolah reguler, tetap tantrum dan sibuk dengan dunianya sendiri. Raganya kelak berusia 10 atau 20 tahun tapi mental dan […]

  4. […] saudara kandung, mau itu anak normal atau pun ada yang anak istimewa, pasti hubungan mereka positif satu sama lain. Hanya saja ada kalanya mereka tidak dekat dan […]

  5. […] Hidupnya sangat runut dan disiplin, mulai dari bangun tidur harus jam 5, lari pagi jam 6, sarapan jam 7, latihan kemampuan dasar jam 9, dan latihan pergerakan jam 10. Ketika aktivitas kesehariannya tidak sesuai jadwal dan tidak tepat waktu, Ping An bisa panik dan berujung tantrum. […]

  6. Fionazisza03 Avatar

    Merawat anak spesial kayak gini emang butuh kesabaran yang ekstra ya kak, selain itu orang tua juga dituntut selalu belajar hal baru untuk mendampingi anak bertumbuh.

  7. annisatang Avatar

    Dulu anak pertama saya suka tantrum di mall. Sengaja lari ke depan eskalator, baru pas saya tangkap dia nangis mengamuk di depan eskalator juga menghalangi orang lewat. Tapi syukurnya nggak lama. Dia tantrum sekitar usia 2 atau 3 tahunan gitu. Nah sekarang adiknya gitu juga, mulai usia 2,5 tahun dan ini sudah mau masuk usia 3 tahun. Kalau marah bisa pukul muka saya, di rumah. Dia selama nggak dilarang sih nggak tantrum, tapi kalau dilarang ya ngamuk. Kalau saya tegur, kadang dia diam tapi tangannya sambil pukul muka saya. Haduhh pusing saya. Betul yang Mbak bilang, bukan hanya anak autis yang cenderung berperilaku seperti itu, karena kedua anak saya tidak autis tapi kalau pas tantrum ya cukup memusingkan emaknya ini. Hehehee.

  8. Inova Melisa Avatar

    Setuju sekali mom teknik extinction ala Applied Behavior Analysis (ABA) ini bagus untuk anak biasa, dulu sering gak tega setelah ditega tegain jadi lebih baik anaknnya. Btw aku baru tahu diet diet komprehensif 100 persen mom, terima kasih sharingnya ya..

  9. Susi Avatar

    Luar biasa ya, pengalaman para ibu yang memiliki anak auitis. Bukan hanya bagaimana memahami anak tetapi juga bagaimana mereka bisa melewati fase-fase yang maladatif, dan mereka lakukan bukan dengan kesengajaan. Saya baca pelan-pelan artikel ini untuk bisa lebih bersimpati dan siapa tahu suatu saat ada yang butuh bantuan.
    Terima kasih sharingnya. Titip peluk untuk ananda

  10. Putu Sukartini Avatar

    Merawat anak spesial memang butuh kesabaran dan keahlian yang spesial juga
    Selalu salut sama orang tua, pengasuh dan pembimbing yang luar biasa telaten merawat anak spesial
    Terimakasih sharingnya mbak. Jadi pengetahuan baru buat saya

  11. supadilah Avatar

    Ulasan yang komprehensif tentang mengatasi tantrum. extinction, metode ini bisa ya mengurangi tantrum anak. Tentu bisa pula dilakukan pada tantrum anak normal ya Mbak..wah, bermanfaat banget nih buat saya. Trus saya juga baru tau ada macam-macam diet. Saya kira cuma diet makan. Hehe… Rupanya ada diet elektronik juga.

  12. waode1453 Avatar

    Masya Allah…liar biasa ya perjuangan para ortu yang dianugerahi anak2 istimewa ini. Butuh ketegasan yang kadang sebenanrya gak tega dilakuin. Tapi demi kebaikan anak maka ortu akan menempuh segala cara. Salah satunya metode extinction’ ini.

    Pelajaran banget nih bagi para orang tua. Ada hal-hal yang kita pikir baik ternyata malah makin menyuburkan perilaku negatif anak. Karena anak merasa mendapat dukungan.

    Lagi-lagi inilah pentingnya menjadi orang tua berilmu.

  13. Dawiah Avatar

    Sangat hormat kepada orang tua yang dianugerahi anak spesial ini. Mereka dipercaya oleh Allah SWT karena mereka dianggap mampu. BTW, link artikel ini saya teruskan ke adik saya yg anaknya paling sering tantrum, walau tidak autis tetapi cukup menguras energi untuk menanganinya. Makasih ya mba.

  14. ilmair Avatar

    Dibutuhkan kesabaran ekstra ya bagi orang tua yang dikaruniai anak special ini, dan memang orang tuanya pun memang juga special pilihan Allah. Makasih Mba sudah sharing tentang hal ini

  15. Nara Avatar

    Saya dulu juga sering melakukan kesalahan mbak, karena paling nggak tahan dengar suara tangisan anak, ya udah segera saya turuti saja apa maunya. Akhirnya malah jadi sering berselisih sama suami, karena maunya suami, biarin aja anak sesekali nangis, asal nggak melakukan hal yang membahayakan dirinya.

    Lama-lama terus belajar menghadapi anak tantrum, dan teknik extinction ini memang tepat untuk diterapkan. Tentu saja butuh niat kuat, kuat pula menahan perasaan pengen segera memeluk dan menuruti permintaan anak

  16. rozi06 Avatar
    rozi06

    Ilmu parenting begini rasanya sangat penting banget apalagi ilmu tentang cara mendidik usia balita, batita, dan umur” selanjutnya agar tidak salah kaprah mendidik

  17. Maria Tanjung Sari (mariatanjungmenulis) (@ShinyTanjung) Avatar

    Sungguh suatu kemuliaan bagi orang tua yang merawat dan mengasuh anak dengan keistimewaan ya mbak. Saya aja belum diberi keturunan merasa takjub dengan setiap cerita dari mba Mutia

  18. AmirLangit Avatar

    Ih ko bisa sampe begitu ya. Sampai membenturkan kepala ke lantai. Kadang kasian juga kalau liat anak seperti ini. Yang bikin saya heran itu, kalau anak punya sindrom autisme, dia kayak punya wajah yang sama dengan anak autis lain.

    1. Mutia Ramadhani Avatar

      Itu bukan autisme kang. Itu down syndrome. Hehehe. Justru anak autis itu dari segi wajah ya sama kayak anak normal, gak bisa dibedain. Begitu mereka berperilaku dna berinteraksi, baru deh kelihatan autisnya.

  19. bayufitri Avatar

    Wah bermanfaat sekali nihmbak untuk mengatasi anak tantrum..karena para ibu terutama suka panik nih kalau melihat anak sudah tantrum yang ada malah ibunya marah2

  20. Nur Asiyah Avatar
    Nur Asiyah

    Teknik ini bisa digunakan untuk anak tantrum biasakah? Ponakan ada yang hampir tiap hari seperti itu, sayangnya orang tua selalu menghibur dengan beli es krim, jajan, dll. Akhirnya tiap hari dia menunjukkan perilaku seperti itu. Mau kasih saran juga sungkan. Sedangkan anakku sendiri masih kecil, kalau kasih saran lalu anak saya yang ganti diserang rada repot.

Leave a Comment