Review dramachina "Love in the Clouds"
Review dramachina "Love in the Clouds"

Aku gak nyangka kalau “Love in the Clouds” bakal jadi drama china yang bikin aku merasa gak bisa balik ke realita selama beberapa hari sampai tulisan ini aku posting. Kamu tahu kan rasanya ketika ketemu cerita yang gak cuma enak ditonton, tapi benar-benar ikut pindah tinggal di kepala?

Nah, “Love in the Clouds” ini di mataku definisi sempurnanya. Aku bilang ini bukan cuma karena aku sudah jatuh hati dengan Hou Minghao sejak lama, atau karena aku sudah menaruh perhatian ekstra ke Lu Yuxiao sejak dia tampil brilian di “My Journey to You” sebagai assassin yang dingin tapi memikat itu.

Tapi karena drama ini… well, drama china satu ini memanjakan setiap sel otak, mata, dan hati yang mau melihat wuxia-fantasy kelas premium dengan chemistry yang benar-benar meledak.

Sebelum aku masuk ke pembahasan panjang, aku mau langsung kasih tahu kamu kalau nilai 9.5/10 dari aku ini bukan nilai yang murah. Kamu tahu kan, biasanya aku pelit nilai. Wkwkwk. Tapi “Love in the Clouds” ini sukses bikin aku berkali-kali bilang, “KENAPA BAGUS BANGET?”

Official trailer “Love in the Clouds” yang tayang di Netflix dan Youku

Sinopsis Drama China “Love in the Clouds”

Drama china “Love in the Clouds” yang dibintangi Hao Minghao dan Lu Yuxiao ini punya premis yang dari awal sudah bikin aku, sebagai penonton, langsung duduk manis. Konfliknya adalah perebutan Hujan Berkah antara dunia atas dan dunia bawah. Jadi, ceritanya begini…

Review drama china "Love in the Clouds"
Review drama china “Love in the Clouds”

Dunia Atas vs Dunia Bawah Berebut Hujan Berkah

Selama bertahun-tahun, dari generasi ke generasi, dunia atas dan dunia bawah berada dalam persaingan yang tidak pernah selesai. Mereka berebut Hujan Berkah, fenomena surgawi yang kalau turun ke sebuah negeri, seluruh negeri itu akan makmur. Tanah jadi subur, rakyat sehat, kekayaan melimpah, nama negara harum, dan yang paling penting adalah kehormatan.

Karena itu, perebutan Hujan Berkah bukan permainan kecil. Ini perang panjang yang disamarkan sebagai turnamen tahunan, Turnamen Qingyun, di mana para pendekar dari kedua dunia saling bertarung menunjukkan siapa yang paling layak mendapat berkah itu.

Dunia atas yang terdiri dari tiga alam, dipimpin oleh Gunung Yaoguang, keluarga besar Klan Ming. Dunia bawah yang jug aterdiri dari tiga alam, dipimpin oleh Jurang Jixing, keluarga besar Klan Mu. Setiap tahun, mereka ngumpulin pesilat-pesilat terkuat untuk bertarung.

Masalahnya di mana?

Nah, selama tujuh tahun terakhir, dunia bawah selalu kalah. Dunia atas selalu keluar sebagai juara dan itu semua karena kehadiran satu nama, Ming Xian, diperankan Lu Yuxiao). Dia adalah jenderal perang dunia atas yang selama tujuh tahun berturut-turut memenangkan Turnamen Qingyun.

Akan tetapi, tidak ada yang tahu satu rahasia terbesar Ming Xian, bahwa sebenarnya dia adalah perempuan. Dan plot twist ini bermula dari intrik istana.

Ketika Ming Xian lahir, ibunya, Permaisuri Jing Shu, berada dalam posisi genting. Raja butuh putra mahkota laki-laki dengan nadi spiritual kuat. Tanpa itu, posisi sang permaisuri bisa terancam, apalagi dia bersaing dengan Selir Meng yang juga sedang hamil.

Sayangnya, putra kandung Permaisuri Jing Shu lahir tanpa nadi spiritual, sementara Selir Meng melahirkan bayi laki-laki dengan nadi spiritual sempurna. Artinya? Permaisuri kalah. Secara politik, dia sudah setengah mati.

Di tengah ketakutan itu, datanglah Peri Bo Yulan membawa bayi perempuan, keponakannya, anak dari Bo Yuchen, kakaknya yang mati difitnah sebagai pengkhianat. Bo Yulan memohon agar permaisuri menyelamatkan bayi ini.

Saat memeriksa si bayi, Permaisuri Jing Shu terkejut. Bayi perempuan ini justru memiliki nadi spiritual sempurna. Di sinilah titik balik segalanya.

Permaisuri Jing Shu menukar kedua bayi itu. Putra kandungnya diserahkan pada Bo Yulan untuk dibawa pergi sejauh mungkin, sementara bayi perempuan itu dibesarkannya sebagai laki-laki, sebagai pangeran Gunung Yaoguang.

Lu Yuxiao sebagai Ming Xian/ Ming Yi
Lu Yuxiao sebagai Ming Xian/ Ming Yi

Untuk menutupi identitasnya, permaisuri memberikan sihir sehingga Ming Xian yang asli perempuan bisa dilihat semua orang sebagai laki-laki. Bahkan ayahnya, Raja Yaoguang sendiri tak pernah tahu.

Dan begitulah, Ming Xian tumbuh sebagai Pangeran dan Jenderal Perang yang selalu menang. Dengan hewan peliharaan lucunya, kucing putih bernama Ershiqi, ia hidup dalam kebohongan yang bahkan dirinya sendiri sudah terbiasa.

Tragedi di Dunia Bawah

Sementara itu, apa yang terjadi pada bayi laki-laki, pangeran asli, yang ditukar tadi?

Peri Bo Yulan, yang sakit hati karena permaisuri tidak membela kematian Bo Yuchen, akhirnya membuang bayi itu ke Jurang Jixing, dunia bawah paling gelap. Tempat itu seperti neraka kecil yang dikuasai penguasa gila yang suka menindas dan “memurnikan siluman.”

Bayi itu tumbuh menjadi budak. Tumbuh mengenal kekerasan sebagai makanan sehari-hari. Tumbuh dengan nama Ji Bozai, diperankan Hao Minghao.

Suatu hari, karena tidak mau hidup mati di jurang itu, Ji Bozai melarikan diri memanjat tebing kegelapan dengan luka di mana-mana. Tapi tangan takdir belum selesai bermain. Dia jatuh pingsan dan ditemukan lagi oleh Bo Yulan.

Saat melihat segel matahari di kening Ji Bozai, tanda yang dulu ditinggalkan Permaisuri Jing Shu, barulah dia sadar bahwa Ji Bozai adalah bayi yang dulu ia buang.

Karena rasa bersalah, Bo Yulan membawa Ji Bozai sebagai muridnya. Dia mengajarkan kultivasi tingkat tinggi. Dia menyamarkan segel matahari Ji Bozai. Dan perlahan, Ji Bozai sudah menganggap Bo Yulan sebagai ibunya sendiri.

Akan tetapi, dunia mereka tidak damai. Klan Bo diburu karena mereka satu-satunya yang bisa meramu Nestapa Ilahi dan Mimpi Millet Emas, sebutan untuk racun dan obat penawar yang jika ilmu keduanya dikuasai seseorang, orang itu bisa menjadi penguasa tak tertandingi di dunia ini.

Hao Minghao sebagai Ji Bozai
Hao Minghao sebagai Ji Bozai

Bo Yulan akhirnya terbunuh. Sebelum mati, dia meninggalkan ramuan terakhir Mimpi Millet Emas untuk Ji Bozai. Namun, Ji Bozai tidak pernah meminumnya. Dia menyimpannya sebagai bukti, sebagai perangkap, sebagai umpan untuk menemukan para pengkhianat yang membantai seluruh klannya.

Ji Bozai tumbuh menjadi pria kuat yang meski tanpa nadi spiritual, memiliki kultivasi luar biasa. Dia akhirnya direkrut Jurang Jixing untuk bertanding di Turnamen Qingyun. Dan di situlah, untuk pertama kalinya, dia bertemu Ming Xian dan berhasil mengalahkannya.

Pertemuan Ji Bozai dan Ming Xian

Kekalahan pertama Ming Xian dalam tujuh tahun membuat dunia atas goyah. Lebih buruk lagi, dia terkena racun Nestapa Ilahi setelah kalah dari Ji Bozai. Racun itu membuat Ming Xian tidak bisa lagi menggunakan kekuatan spritualnya. Kalau satu kelopak terakhir di nadinya gugur, Ming Xian mati.

Permaisuri Jing Shu mengambil keputusan cepat. Ming Xian harus kabur ke dunia bawah, menyamar sebagai peri. Dia dilarang memakai kekuatan spiritual sama sekali. Cari satu-satunya penawar, yaitu ramuan Mimpi Millet Emas yang dimiliki Ji Bozai.

Dan begitulah Ming Xian turun ke dunia bawah dengan identitas palsu, sebagai perempuan bertubuh rapuh, dan waktu yang terus berjalan mundur.

Sementara Ji Bozai… Di luar, dia terlihat dingin dan berbahaya. Tapi di dalam, dia pria penuh luka yang hanya ingin membalas dendam untuk orang-orang yang dia cintai. Namun, takdir punya rencana lain.

Ketika Ming Xian berganti nama menjadi Ming Yi, kemudian diam-diam mendekati Ji Bozai untuk mengambil penawar, ia justru menemukan rahasia yang jauh lebih besar. Rahasia keluarganya, rahasia dunia atas, rahasia kematian Klan Bo, bahkan rahasia masa lalunya sendiri.

Dan dari sini, hubungan mereka mulai berkembang dari musuh menjadi sekutu, dari sekutu menjadi heart healer, dan akhirnya… cinta yang terlalu kuat untuk mereka tolak.

Kenapa “Love in the Clouds” Raih Nilai Sempurna?

Selain ratingnya yang konsisten naik dari episode ke episode, drama china “Love in the Clouds” tampaknya sangat minim perdebatan di berbagai forum online. Penonton, penggemar, bahkan pembaca buku aslinya pun sepakat serial ini nyaris tanpa cacat. Aku coba merangkum beberapa faktor yang membuat drama china ini bisa meraih nilai sempurna.

1. Chemistry Yang Bikin Deg-degan Sampai Kebas

Hal pertama yang bikin aku langsung jatuh cinta sama “Love in the Clouds” adalah chemistry Hou Minghao dan Lu Yuxiao yang gila sih. Kamu tahu kan kalau aku sebelumnya sempat kagum dengan chemistry Lu Yuxiao bareng Cheng Lei? Aku pikir itu bakal susah dikalahkan. Eh ternyata… Hou Minghao muncul dengan aura laki-laki lembut tapi mematikan itu dan semuanya berubah.

Yang aku suka dari chemistry mereka adalah bukan tipe yang meledak-ledak tanpa alasan, bukan pula yang tiba-tiba manis tanpa proses. Tapi natural, mengalir, dan punya lapisan-lapisan emosi yang pelan-pelan dibuka.

Chemistry Hou Minghao dan Lu Yuxiao dalam "Love in the Clouds"
Chemistry Hou Minghao dan Lu Yuxiao dalam “Love in the Clouds”

Ada adegan ketika mereka pura-pura suka demi saling memanfaatkan, tapi matanya? Bahunya yang sedikit rileks? Napas yang berubah ritmenya? Aduh. Itu sih bukan akting buat aku. Itu kayak dua orang yang sungguh-sungguh gak bisa menahan diri buat saling jatuh hati.

Dan ketika mereka akhirnya benar-benar mengakui saling suka?

NO NOTES. Perfect. Absolutely perfect.

2. OST yang Nancep di Tulang Belakang

Aku gak tahu harus mulai dari mana soal OST drama china ini. Karena sumpah, ini salah satu drama yang musiknya gak cuma sebagai latar, tapi beneran jadi bagian dari ceritanya. Beberapa OST yang bikin aku merinding setiap kali masuk episodenya:

  • Love in the Clouds (opening)
  • If Your World Had No Sunshine
  • Pretending It’s Nothing
  • Dan yes, the ML’s song yang dinyanyiin langsung sama Hou Minghao yang sampai sekarang masih nge-loop di kepalaku.

Setiap kali lagu itu mengalun di momen-momen emosional, aku serasa dipegang tengkuknya lalu disuruh FEEL EVERYTHING. Hahahaha. Bahkan adegan yang tadinya biasa pun jadi punya bobot emosional lebih berat hanya karena musiknya masuk dengan timing sempurna.

3. Cerita Wuxia tapi Pakai Hati

Salah satu faktor yang bikin aku jatuh hati adalah alur Turnamen Qingyun yang jadi titik awal hubungan mereka. Alur pembuka yang mirip sama “Who Rules the World” yang dibintangi Yang Yang dan Zhao Lusi tahun 2022.

Aku suka bagaimana pertarungan bela diri ini bukan cuma gimmick tapi beneran membantu kedua tokoh utama membangun tensi persaingan, dinamika power, perkembangan karakter, dan chemistry mereka berdua. Trus, pas ceritanya bertransformasi jadi perjalanan penuh rahasia, intrik, dan trust issues? Aku makin gak bisa lepas.

Hal lain yang bikin “Love in the Clouds” beda dari banyak wuxia-fantasy lain adalah setiap plot twist terasa rapi dan masuk akal, bahkan katanya untuk yang sudah membaca novelnya.

Ini gila sih. Kalau pembaca novel asli saja mengakui bahwa versi live action-nya keren dan gak melenceng jauh dari cerita aslinya, mau ngomong apa lagi, ya kan? Bahkan nih, dari beberapa ulasan reviewer yang aku baca, dalam artian reviewer yang juga baca buku aslinya, mereka bilang versi adaptasinya bukan cuma mengikuti, tapi meningkatkan tensi dari buku asli. Wowww, takjub!

4. Kisah Kompleks, Dua Jiwa Terluka yang Menemukan Rumah.

Aku harus bahas ini terpisah karena kedua karakter ini… kompleks banget.

Hou Minghao sebagai Ji Bozai

Aku ngaku, aku ngaku. Aku fans Hou Minghao sejak dia masih belum terkenal, masih main peran-peran biasa. Sejak aktingnya ya masih standar-standar aja. Beberapa serial yang dia bintangi dan aku suka juga bisa kamu baca di blog ini.

Tapi di sini? Di “Love in the Clouds” ini? Hou Minghao benar-benar leveling up. Gosh! Gak sia-sia ngikutin akting kamu Minghao.

Hou Minghao sebagai Ji Bozai dalam "Love in the Clouds"
Hou Minghao sebagai Ji Bozai dalam “Love in the Clouds”

Ji Bozai adalah tipe karakter yang terlihat dingin, penuh strategi, dan sulit ditebak. Namun di balik itu, ada luka-luka besar dari masa lalu yang membuatnya selalu waspada, selalu takut, selalu mempertanyakan cinta dan kepercayaan. Sangat-sangat trust issues sekali orangnya.

Cara Hao Minghao memainkan sisi lembut dan sisi gelap Ji Bozai itu halus sekali. Kadang cuma gerakan mata atau cara dia menarik napas. Tapi aku merasa semuanya real.

Dan ketika dia mencintai Ming Xian/ Mingyi? Waduh. Ji Bozai mencintai dengan cara yang… intens. Punya pasangan kayak dia tuh healing banget, menyembuhkan, sedikit posesif, tapi tetap penuh respek. Perfect man material.

Lu Yuxiao sebagai Ming Yi/ Ming Xian

Ini kedua kalinya aku benar-benar melihat Lu Yuxiao memegang karakter kompleks begini seutuhnya. Setelah di “My Journey to You,” dia makin sempurna di “Love in the Clouds.” Dan aku harus bilang, dia lahir untuk genre begini.

Sebagai Ming Xian/ Ming Yi, God of War tak terkalahkan di Turnamen Qingyun tujuh tahun berturut-turut, dia memerankan karakter penuh kekuatan, beban, kesepian, ketakutan, dan keputusasaan dengan sangat baik.

Lu Yuxiao sebagai Ming Xian/ Ming Yi dalam "Love in the Clouds"
Lu Yuxiao sebagai Ming Xian/ Ming Yi dalam “Love in the Clouds”

Kamu pasti ingat kan, bagaimana Ming Xian sebenarnya ingin bebas hidup sebagai perempuan, bukan sebagai perempuan yang disihir menjadi lelaki demi mengamankan posisi Putra Mahkota impian sang Ibu Permaisuri?

Ming Xian ingin dicintai, tapi hidupnya dipaksa untuk berbohong, menyembunyikan jati diri, dan menanggung semua harapan orang lain. Aku berkali-kali pengen masuk layar dan peluk dia, terutama Ming Xian versi remaja yang kesepian. Duh, duh.

5. Love Story Ji Bozai dan Ming Xian? OH DEAR GOD.

Kamu suka drama china dengan alur enemies to lovers? Yang awalnya saling memanipulasi tapi sebenarnya saling jatuh cinta? Yang bantah-bantahan tapi matanya berkata lain?

This is it.

Ini salah satu best enemies-to-lovers arcs yang pernah aku tonton.

Hubungan Ji Bozai dan Ming Yi itu playful, flirty, annoying-in-a-good-way, intense, dan perlahan mereka trust-building dan heart-healing bareng. Pokoknya full of “I will die for you” vibes.

You know kan ini scene apa? Meninggoy...
You know kan ini scene apa? Meninggoy…

Ji Bozai dan Ming Xian gak membangun hubungan mereka hanya dengan adegan manis, tapi dengan rasa sakit yang dibagi bersama, perjalanan bersama, dan trust yang pelan-pelan tumbuh. Kita melihat bagaimana mereka dari saling mencurigai menjadi saling mengandalkan, dari saling memanipulasi menjadi saling melindungi, dari semula pura-pura cinta jadi cinta beneran dan tidak bisa berhenti memikirkan satu sama lain? Dan yang gak kalah penting, bagaimana mereka yang semua sama-sama trauma berubah menjadi rumah.

Dalam setiap ulasan drama china yang aku tulis, aku setuju bahwa couple yang tumbuh bersama adalah couple yang paling memuaskan. Dan iya, ini salah satunya.

6. Second Couple & Supporting Characters yang Juga Memikat

Putri Mu Tianji di mataku ADORABLE. Aku suka bagaimana drama ini menunjukkan perjalanan hidup sang putri. Dia perempuan, memiliki ayah seorang raja tapi sedang sekarat, belum lagi dibayang-bayangi kehadiran paman, Mu Qibai (Lord Hanfeng) yang berambisi menjadi penguasa berikutnya.

Perjuangan Mu Tianji lebih kepada bagaimana dia bertransformasi menjadi perempuan di balik layar yang diam-diam mempertahankan kedamaian di negeri yang dibangun ayahnya susah payah. Dia benar-benar berani melawan norma.

Di sela itu, Putri Mu Tianji juga bersinggungan dengan cinta masa kecilnya, Yan Xiao. Dia harus bisa memilah perasaannya lantaran Yan Xiao adalah salah satu tangan kanan Lord Hanfeng.

He Nan sebagai Putri Mu Tianji dalam "Love in the Clouds"
He Nan sebagai Putri Mu Tianji dalam “Love in the Clouds”

Meski berada dalam dua kubu yang sejatinya berseberangan, Putri Mu Tianji dan Yan Xiao bisa menjalin benang kepercayaan hingga keduanya layak bersama. Yan Xiao tipe karakter pendukung yang gak ngebosanin, malah memperkaya cerita.

Companion beasts mereka benar-benar CUTE OVERLOAD. Putri Mu Tianji dan Yan Xiao benar-benar punya fungsi emosional dalam cerita, bukan cuma penghias doang.

Yu Chengen sebagai Situ Ling/ Chao Yuan dalam "Love in the Clouds"
Yu Chengen sebagai Situ Ling/ Chao Yuan dalam “Love in the Clouds”

Sebenci-bencinya aku sama Situ Ling alias Chao Yuan, aku harus mengakui transformasi Yu Chengen memerankan karakter ini patut bikin kita angkat topi. Dari perannya yang sangat polos, lugu, karakter yang tulus mencintai, tiba-tiba berubah menjadi antagonis utama cerita.

Penampilannya ketika berpaling ke sisi gelap dan bersekutu dengan siluman benar-benar terasa sampai bikin aku merinding. Matanya ketika menjadi Chao Yuan tidak seperti Situ Ling lagi. Merinding sebadan-badan melihat Yu Chengen sukses mendalami perannya. Aku yakin banget ini aktor someday bakal jadi pemeran utama sebuah drama china yang gak kalah keren.

7. Pacing dan Storytelling Stabil dan Memuaskan

Aku jarang memuji CGI wuxia fantasy. Terakhir yang aku suka itu adalah “Love in Eastern Game Fantasy” dibintangi Ding Yuxi dan Esther Yu. Tapi “Love in the Clouds” ini… wow. Benar-benar seamless, aesthetic, magical, colorful tapi gak norak. Detailnya haluuus banget.

Mulai dari adegan langit berbintang, air berkilau, perrtarungan dengan efek berbagai elemen, kostum, sampai wedding scenes-nya, GAK ADA OBAT. Aduh, semuanya cakep. Se-cakep itu sampai aku pause berkali-kali hanya untuk menikmati frame-nya.

Aku suka bagaimana drama ini tidak tergesa-gesa, tapi juga tidak membosankan. Setiap episode punya sesuatu. Ada perkembangan hubungan, perkembangan plot, misteri baru, atau clue yang memperkaya cerita. Kalau dulu aku bilang, beberapa drama 36 episode tapi sebenarnya cuma layak 28-30 episode, tapi “Love in the Clouds” ini sangat layak.

Review "Love in the Clouds" yang happy ending
Review “Love in the Clouds” yang happy ending

Ending-nya pun…YES. Aku senang sekali bukan OPEN ENDING, bukan tipe ending yang bikin trauma. AKu pikir Hao Minghao bakalan mati lantaran pil Mimpi Millet Emas terakhir untuk menawar racun Nestapa Ilahi yang menggerogoti tubuhnya sudah diberikan kepada Min Xian.

Aku senang banget, mereka berdua bisa happy ending tanpa harus mengorbankan siapa pun yang tidak perlu.

Aku suka banget bagaimana pilihan-pilihan sulit di akhir justru mereka hadapi bersama. Gak harus ada yang mati, gak ada yang berkorban sendirian, bukan sad ending yang dipaksakan. Zhang Tai juga dapat ending bahagia. Suka… suka… suka. Aku tutup episode terakhir sambil senyum-senyum sendiri.

Kenapa nilainya 9.5/10?

Aku bisa ngomong panjang banget tentang drama ini, dan aku sudah melakukan itu di atas. Tapi kalau harus merangkum kenapa nilainya sempurna, buatku “Love in the Clouds” adalah drama wuxia-fantasy yang memadukan cerita solid, karakter yang dalam, chemistry yang membakar layar, visual memukau, OST yang nancep, akting tingkat tinggi, world-building yang rapi, dan… ending yang memuaskan. Itu semua dikemas dengan pace yang pas, emosi yang konsisten, serta dinamika hubungan yang membuat kita susah move on.

Apakah aku akan menontonnya lagi?

YES. Aku sudah melakukannya

Apakah aku akan merekomendasikannya ke semua orang?

Absolutely YES.

Apakah ini salah satu drama terbaik tahun 2025?

No doubt, YES.

I wish, Hou Minghao dan Lu Yuxiao juga main modern drama bareng. AS SOON AS POSSIBLE.**

Share:

Leave a Comment