Masyarakat adat memang hanya mengisi lima persen populasi dunia. Namun, mereka adalah penjaga bumi, pelindung lingkungan, menghormati satwa liar, dan memanfaatkan kearifan tradisional yang diturunkan dari generasi ke generasi. Wilayah masyarakat adat hanya 22 persen secara global, tetapi mencakup 80 persen keanekaragaman hayati dunia.

Pada saat sama masyarakat adat menghadapi ancaman internal dan eksternal. Bertahun-tahun mereka berjuang melawan perampasan tanah, penggundulan hutan, pengrusakan ekosistem, dan praktik pertanian dan perkebunan skala industri yang mengabaikan keberadaan mereka.

Saudara-saudara kita ini hidup dalam isolasi, kian terhimpit, dan kehilangan identitas. Kenapa kehilangan identitas? Beberapa elemen komunitas mereka hilang.

Perwakilan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Mina Susana Setra menjelaskan empat elemen penting yang memperlihatkan satu komunitas adalah masyarakat adat, yaitu:

  • Wilayah adat sebagai bentuk pengakuan dan eksistensi di mana masyarakat adat berlindung di dalamnya.
  • Hukum adat yang berlaku dan dihormati komunitas untuk mengatur tingkah laku dan kehidupan.
  • Perangkat adat yang berfungsi bersama pemerintah merencanakan, mengarahkan, menyinergikan program pembangunan yang sesuai dengan tatanan nilai adat masyarakat.
  • Hubungan kuat antara masyarakat adat dengan alamnya.

Saat ini masyarakat adat sebagian besar kehilangan wilayah adatnya. Mereka secara signifikan menderita akibat hutan leluhur yang subur dirampas atau dikonversi untuk berbagai peruntukan oleh pihak-pihak yang mengabaikan keberadaan mereka.

Kita ambil contoh Suku Anak Dalam yang nyaris kehilangan rimba tempat tinggal mereka. Beruntung pada tahun 2000 pemerintah menetapkan Taman Nasional Bukit Dua Belas sebagai kawasan lindung tempat berdiamnya Orang Rimba.

Cara masyarakat adat memitigasi perubahan iklim

Orang-orang sibuk memikirkan mitigasi perubahan iklim. Padahal mereka tinggal hidup selaras dengan lingkungan sebagaimana dilakukan masyarakat adat. Kita bisa lihat, di mana kelompok masyarakat adat memiliki kendali atas tanah dan hukum adatnya, di sanalah keanekaragaman hayati tumbuh subur.

Kontribusi masyarakat adat memerangi perubahan iklim jauh lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya. Seluruh lahan hutan mereka menyimpan triliunan stok karbon global.

sahkan ruu masyarakat adat

Bagaimana cara masyarakat adat memitigasi perubahan iklim?

1. Praktik pertanian tradisional masyarakat adat lebih tahan terhadap perubahan iklim

Sejak berabad silam, masyarakat adat telah mengembangkan teknik pertanian tradisional yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Masyarakat adat di Bali memiliki subak, sistem pertanian tradisional untuk manajemen pengairan atau irigasi sawah.

Pada lahan yang berkemiringan tinggi, sawah-sawah di Bali dicetak berteras untuk menghindari erosi dan menahan air. Rata-rata sawah berteras ini banyak ditemukan di lereng-lereng berbukit. Pada musim kemarau, penggunaan air dilakukan bergantian.

2. Masyarakat adat melestarikan hutan dan sumber daya alam

Masyarakat adat melihat diri mereka terhubung dengan alam. Alam merupakan bagian dari lingkungan tempat mereka tinggal.

Sumber daya alam bagi masyarakat adat adalah milik bersama dan dihormati bersama. Mereka melindungi sumber daya alam, seperti hutan, sungai, flora, dan fauna, sehingga membantu mengurangi dampak perubahan iklim.

Orang-orang kerap menyorot negatif tradisi membakar ladang yang dilakukan masyarakat adat setiap kali hendak membuka lahan untuk pertanian. Kenyataannya masyarakat adat memiliki kearifan tradisional, yaitu sekat bakar.

Kearifan ini salah satunya dipraktikkan masyarakat Dayak Iban di Kalimantan. Mereka memahami sekat api, sehingga praktik membakar ladang tidak pernah merusak lingkungan. Denda adat berlaku sekiranya ada petani yang lalai menjaga apinya.

Praktik membakar ladang yang dilakukan masyarakat adat tidak pernah menyebabkan kebakaran hutan, sebagaimana praktik membakar hutan untuk pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oknum perusahaan yang tidak bertanggung jawab.

Tidak banyak yang tahu bahwa pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melindungi hak masyarakat adat untuk berladang. Undang-Undang No. 32/ 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pada pasal 69 ayat 2 menyebutkan, membuka lahan dengan cara membakar diperbolehkan dengan memerhatikan kearifan lokal daerah masing-masing.

Pemerintah juga melindungi mekanisme pembakaran lahan untuk berladang oleh masyarakat adat dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 10/ 2010 tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup.

3. Pangan lokal mendiversifikasi pangan nasional

Dunia saat ini sangat bergantung pada sebagian kecil tanaman pokok, seperti gandum dan padi. Masyarakat Indonesia bisa dikatakan seluruhnya mengonsumsi nasi, sehingga ketahanan pangan negara kita tidak bagus.

Pangan-pangan lokal kian terpinggirkan. Masyarakat adatlah yang masih melestarikannya.

Lihat saja masyarakat adat di Tanah Papua mampu menyediakan sumber pangan lokal secara mandiri dan sudah berlangsung sejak ribuan tahun lalu. Mereka mengonsumsi keladi, ubi jalar, dan kentang hitam.

indonesia bikin bangga

Masyarakat Adat Cireundeu menyediakan bahan baku singkong untuk makanan pokok berkelanjutan. Komunitas adat kasepuhan ini tidak menjadikan beras atau nasi sebagai bahan pangan pokok.

Mereka menyebut singkong dengan rasi atau singkatan dari ‘beras singkong’ yang memenuhi kecukupan gizi serta karbohidrat yang sama dengan beras. Rasi tinggi serat dan rendah gula, sehingga sangat cocok untuk pengidap diabetes.

Rasi atau singkong ini di sisi lain rendah protein, sehingga masyarakat adat mengatasinya dengan mengonsumsi protein nabati dan hewani dari tahu, tempe, daging ayam, dan sapi.

4. Pangan lokal masyarakat adat lebih tahan terhadap perubahan iklim

Masyarakat adat umumnya hidup di lingkungan ekstrem. Mereka kemudian memilih tanaman yang adaptif dengan lingkungan. Masyarakat Dayak di Kalimantan memiliki puluhan komoditas padi lokal yang tahan lama. Padi yang kemudian menjadi beras ini kualitasnya lebih bagus dibanding beras impor, sehingga daya simpan lebih lama.

Padi Brenti yang ditanam petani di lahan pasang surut Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau misalnya, lebih tahan terhadap lingkungan dengan pH rendah, toleran terhadap Fe, dan tahan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), juga tahan genangan cukup lama. Padi ini memang spesifik ditanam di lahan-lahan rawa, mengikuti tipe lingkungan di Kalimantan yang memiliki banyak rawa dan gambut.

Badan Pangan Dunia (FAO) bahkan menganggap masyarakat adat sebagai mitra penting untuk memberantas kelaparan di dunia. Mereka memberi solusi terhadap perubahan iklim.

5. Masyarakat adat melindungi 80 persen keanekaragaman hayati dunia

Pelestarian keanekaragaman hayati sangat penting untuk ketahanan pangan dan gizi. Kumpulan spesies flora dan fauna ini mayoritas ditemukan di hutan, sungai, danau, hingga padang rumput tempat masyarakat adat hidup dan menetap.

Mereka menjalani kehidupan berkelanjutan dengan melestarikan ruang-ruang alam. Mereka secara langsung membantu menjaga keanekaragaman hayati flora dan fauna di alam.

Kita tak mungkin bisa mencapai solusi jangka panjang untuk perubahan iklim tanpa mendapat bantuan dengan melindungi hak-hak masyarakat adat.

Masyarakat adat adalah kunci agenda pembangunan nasional berkelanjutan. Majelis Umum PBB bahkan meminta pemerintah negara seluruh dunia untuk menekankan hak-hak masyarakat adat untuk implementasi SDGs 2030.

Bagaimana dengan masyarakat adat kita di Indonesia?

Mereka memerlukan dukungan hukum lebih kuat, melalui pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat yang masih mandeg sejak 2010.

Deklarasi PBB tidak akan berhasil tanpa dukungan pemerintah seluruh dunia. Jika Indonesia mampu mewujudkannya, negara ini akan menoreh tonggak sejarah penting untuk komunitas masyarakat adat secara global.

Share:

One response to “Masyarakat Adat Solusi Jangka Panjang untuk Mitigasi Perubahan Iklim”

  1. primapapua Avatar

    Fakta mirisnya, Masyarakat Adat dan hutan justru dihancurkan oleh Oligarki Tambang, Sawit dan umumnya investasi skala besar …

Leave a Comment

Related Post