Halal bi Halal adalah tradisi tahunan masyarakat Indonesia yang dilakukan setelah Lebaran Idul Fitri. Tradisi ini bukan cuma digelar kalangan instansi pemerintah, swasta, perusahaan, atau komunitas, melainkan dimulai dari lingkup terkecil, yaitu keluarga.
Halal bi halal menurut saya pribadi merupakan refleksi dari ajaran Islam, di mana kita sebagai Muslim dianjurkan mempererat persaudaraan, persatuan, dan kasih sayang. Bukankah Rasulullah SAW pernah bilang, barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya, dipanjangkan umurnya, hendaklah ia bersilaturahmi.
Walaupun halal bi halal pakai bahasa Arab, tetapi sesungguhnya budaya ini hanya ada di Indonesia loh. Kalo kita berkaca pada kamus besar bahasa Indonesia, halal bi halal artinya maaf-maafan saat Lebaran. Unsur yang ditekankan di sini adalah silaturahmi.
Nah, bedanya halal bi halal di Arab itu berasal dari kata ‘halla’ atau ‘halala’ yang artinya sangat luas, tergantung kita mau pakai konteks yang mana. ‘Halla’ atau ‘halala’ dalam bahasa Arab bisa berarti penyelesaian kesulitan atau masalah, meluruskan benang kusut, melepaskan ikatan yang membelenggu, hingga mencairkan suasana atau hubungan yang beku. Ini bisa dilakukan kapan saja, gak harus Lebaran.

Sejarah halal bi halal di Indonesia
Intinya halal bi halal itu memperbaiki yang tadinya gak baik atau kurang baik menjadi baik, membuat yang tadinya sedih jadi senang, mengubah yang tadinya sombong jadi rendah hati, yang tadinya banyak salah menjadi tidak ada salah lagi karena sudah bermaafan.
Profesor Quraish Shihab pernah bilang, halal bi halal adalah hasil pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat Asia Tenggara. Konon pada masa Raja Mangkunegara I (1725-1795), suatu hari setelah Shalat Idul Fitri, beliau mengadakan pertemuan antara raja dengan para punggawa dan prajurit serentak di balai istana. Budaya sungkem yang dikenal masyarakat Jawa adalah sebentuk penghormatan dan sikap terpuji pada orang yang lebih tua.
Ada juga kisah Presiden Soekarno pada Ramadhan 1946 pernah menggelar pertemuan bersama seluruh komponen revolusi setelah selesai Shalat Idul Fitri. Waktu itu presiden mendengar desas-desus Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan. Tujuan pertemuan yang diadakan Presiden Soekarno waktu itu selain ajang selain memaafkan, juga menguatkan bingkai persatuan dan kesatuan bangsa.
Sejak saat itu tradisi halal bi halal kian marak dan dilestarikan oleh masyarakat kita. Karena Indonesia itu berbhineka, halal bi halal bukan cuma antara sesama Muslim, melainkan juga bisa dengan saudara kita yang non-Muslim sebagai penggambaran bahwa Islam adalah agama yang menjunjung tinggi toleransi dan kerukunan dengan semua pemeluk agama.
Kalo zaman dulu halal bi halal sudah pasti tatap muka langsung, beda lagi zaman sekarang ya. Halal bi halal zaman now bisa dilakukan secara virtual karena sudah ada internet menyatukan Indonesia, sehingga kita bisa melakukan silaturahmi tanpa batas.

Forestcation, halal bi halal sambil liburan di hutan
Qadarullah tahun ini saya merayakan Idul Fitri di rumah mertua di Bekasi, beda dengan pasangan lain yang mungkin bisa Lebaran di rumah orang tua dan mertua sekaligus. Jarak terbentang cukup jauh membuat saya dan suami hanya bisa memilih Lebaran di salah satu tempat setiap tahunnya.
Namun, tak ada yang kami takutkan selama rumah kami terhubung dengan jaringan internet stabil, IndiHome. Saya bisa video call selepas Shalat Ied bersama ayah, ibu, dan adik-adik di Ranah Minang.
Berkat IndiHome, kami bisa saling memaafkan. Ah, pokoknya IndiHome satu-satunya internet menyatukan Indonesia.
Kebetulan keluarga mertua saya adalah keluarga rimbawan. Papa mertua pensiunan Kementerian Kehutanan yang sudah terbiasa keluar masuk hutan, mulai dari Sumatra hingga Nusa Tenggara. Saya sendiri alumnus Fakultas Kehutanan IPB. Jadi,cocoklah kalo kami semua senang tempat-tempat bernuansa alam.
Sebulan sebelumnya kami menyusun rencana agar tahun ini halal bi halalnya gak sekadar di rumah. Akhirnya kami sepakat untuk staycation, lebih tepatnya forestcation di salah satu penginapan hotspring resort di Sentul yang menyajikan pemandangan kawasan hutan pinus asri.
Sejak awal puasa kami sudah memesan tiga villa untuk ditempati keluarga besar. Semua berbagi tugas, mulai dari memesan penginapan, menyiapkan bahan makanan untuk dimasak, beli camilan, menyiapkan kendaraan, sampai bikin seragam biar kompakan.
Semua gotong royong dan patungan. Cuma mama papa yang spesial, sebab sudah sewajarnya kami anak-anak yang membahagiakan mereka berdua. Ya kan?
Kami berangkat di hari kedua Lebaran ke Tirta Arsanta yang berlokasi di Kampung Babakan Ngantai, Kecamatan Babakan Madang di Kawasan Sentul, Bogor. Lokasinya bersebelahan dengan hutan hujan Sentul atau kawasan hutan pinus Gunung Pancar.
Penginapan kami dikelilingi keindahan alam yang sangat natural, mulai dari area sawah hingga sungai. Lingkungannya dipenuhi pepohonan rindang dengan pemandangan langsung ke hutan pinus. Sangat memanjakan mata, disempurnakan dengan sajian kuliner lokal, seperti nasi liwet, nasi bakar, tahu, tempe, lengkap dengan sambal jengkolnya yang sungguh menggugah selera.
Setiap kamar menyediakan kolam pribadi untuk mandi air panas. Anak-anak sangat senang bermain di sini.
Hal yang membuat suasana di penginapan kami tetap kental dengan Idul Fitri adalah suara bedug dan azan yang terdengar lima waktu setiap hari. Kami bisa shalat di musala terbuka bangunannya terbuat dari kayu. Semua bisa melepas masker dan bernapas dengan lega di sini. Udaranya sangat menyegarkan.
Katanya one picture is worth a thousand words, sebuah gambar bisa bernilai seribu kata. Berikut adalah halal bi halal ala keluarga kami yang terangkum dalam foto-foto keluarga selama forestcation di Sentul, Bogor.

Esensi halal bi halal bersama keluarga
Halal bi halal itu bukan sekadar seremoni belaka, cuma buat ngumpul, foto-foto, dan makan-makan. BUKAN. Halal bi halal jelas ada esensi dasar yang mengikutinya.
Menurut saya pribadi, halal bi halal itu tradisi ruhaniyah yang tidak dimiliki negara-negara lain, selain Indonesia. Sama seperti budaya gotong royong kita. Begitulah uniknya halal bi halal itu.
Sebagian orang pas baca berita online atau nonton TV mungkin cuma melihat lautan manusia yang menumpuk di satu objek wisata semata. Sebagian orang mungkin mengumpat lingkaran kemacetan lalu lintas disebabkan halal bi halal Muslim setelah Lebaran. Mungkin orang-orang yang berpikiran sempit begini harus mengganti kacamatanya, lebih open minded, melihat dari sudut pandang berbeda.

1. Halal bi halal adalah ajang kebaikan
Namanya juga ‘halal’ ya, tentu saja semua kegiatannya harus baik-baik. Halal bi halal keluarga hendaknya ajang saling memaafkan, bukan membuka aib anggota keluarga, body shaming, atau bergibah.
Halal bi halal keluarga hendaknya ajang saling berbagi. Ada om atau tante yang kasih sedikit duit lebaran untuk keponakannya. Angpau lebarannya mesti dari duit halal, bukan duit haram hasil korupsi.
Ada menantu yang kirim kue lebaran untuk ibu mertuanya. Hubungan mertua menantu yang tadinya mungkin renggang menjadi rekat kembali. Inilah contoh esensi ajang kebaikan dalam halal bi halal.

2. Halal bi halal ajang silaturahmi tanpa batas
Dalam setahun anak merantau di seberang pulau, sibuk bekerja, mencari nafkah menghidupi anak istri. Saat Lebaran tiba, anak pulang ke kampung halaman berjumpa kedua orang tua. Selama di perantauan, jangankan video call, kirim chat saja menanyakan kabar orang tuanya mungkin sangat jarang.
Nah, di sinilah halal bi halal menjadi ajang silaturahmi tanpa batas kita dengan keluarga dan orang-orang terkasih. Kalo kita gak bisa jumpa mereka langsung, intensifkan komunikasi virtual dengan internet menyatukan Indonesia.
Mumpung halal bi halal, manjakan orang tua kita. Mumpung halal bi halal berikan waktu lebih untuk keluarga kita. Keluarga pun akhirnya kembali saling mengasihi dan menyayangi. Yang tadinya jauh merasa dekat kembali.

3. Halal bi halal meningkatkan rasa syukur
Esensi halal bi halal yang tak kalah penting adalah meningkatkan rasa syukur kita kepada Allah SWT. Jadi, esensinya bukan cuma hablun minannas atau hubungan horizontal sesama manusia doang loh.
Halal bi halal menjadikan kita manusia yang pandai bersyukur. Gimana kita gak bersyukur? Allah SWT masih memberi kita kesempatan untuk berkumpul bersama keluarga. Allah SWT masih memberi kita kesempatan untuk minta maaf dan minta ampun atas kesalahan kita kepada kedua orang tua. Allah masih memberi kita kesempatan untuk menjadi sosok yang lebih baik setelah Idul Fitri.
Apa esensi halal bi halal buat kamu? Silakan berbagi cerita di kolom komentar ya.
Leave a Comment