Autisme memengaruhi hubungan keluarga dalam berbagai cara, tak terkecuali antara anak autis dengan saudara kandungnya. Sering kali orang tua menganggap anak autis hanya mendatangkan masalah bagi saudara kandungnya di rumah.
Saya punya pandangan berbeda. Bukan autisme yang menjadikan seorang anak disabilitas, melainkan kegagalan orang tua menguatkan hubungan anaknya yang autis dengan saudara kandungnya lah yang menjadikan si anak disabilitas.
Putri sulung saya, Maetami (5 tahun) memiliki dua orang adik laki-laki kembar yang salah satunya didiagnosis Autism Spectrum Disorder (ASD). Rashif (2 tahun) telah menjalani terapi khusus autisme sejak 18 bulan dan masih berlangsung sampai saya menerbitkan tulisan ini.
Memberi Pemahaman Anak Tentang Autisme
Siapa saja pasti pernah mengalami pasang surut hubungan dengan saudara kandung. Waktu kecil, saya senang sekali bermain dengan adik laki-laki saya. Namun, ada kalanya kami bertengkar, berselisih paham, dan bersaing mendapat perhatian orang tua.
Punya saudara autis kondisinya mirip dengan saudara kandung saya tadi. Kadang menyenangkan, kadang menantang.
Putri saya, Maetami sering kali perhatian, sayang, tanggap, dan toleran terhadap adiknya yang autis. Namun, kadang Maetami bisa takut, sedih, cemas, dan bingung ketika bersama adiknya itu.
Apa yang dirasakan putri saya tersebut sangat normal. Tugas saya adalah membantu Maetami memahami kondisi adiknya yang autis untuk menguatkan hubungan persaudaraan antara keduanya. Bagaimana caranya?
1. Jelaskan autisme kepada anak dengan bahasa yang mudah dimengerti
Anak-anak kita yang normal perlu mengetahui kondisi saudara kandungnya yang autis. Kalo anaknya seumuran Maetami, masih balita, pastikan kita menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
Seiring bertambahnya usia, anak-anak kita yang normal pasti menyadari saudara kandungnya yang autis berperilaku berbeda dari anak lain. Pastinya anak-anak kita akan mengajukan lebih banyak pertanyaan terkait kondisi saudara kandungnya itu. Nah, baru lah kita bisa memperluas informasinya pada mereka.
Saya biasanya memancing Maetami dengan pertanyaan dulu, baru kemudian mencari waktu yang pas untuk menjelaskan kondisi Rashif pada kakaknya. Begitu Maetami bertanya, “Bun, Rashif kalo main mobil kok cuma muter-muterin rodanya aja?”
Saya jawab, “Rashif sedang sakit. Jadi, cara mainnya beda dengan cara main kakak. Makanya Rashif sekarang setiap hari ‘sekolah’ supaya sembuh dan bisa main yang benar sama kakak.”
Saya menggunakan kata ‘sekolah’ karena Maetami tahu adiknya setiap hari terapi di klinik intervensi dini khusus autisme di Bekasi.
Maetami juga pernah bertanya, “Bun, Rashif kok suka gigit sih?” Rashif dulu berulang kali berperilaku destruktif dan menyerang orang lain yang mendekatinya karena dianggap sebagai ancaman. Alhasil kakak dan adiknya sering menjadi korban.
Saya jawab, “Rashif itu kepalanya sedang sakit, makanya masih diobati Dokter Rudy. Kalo Rashif sedang main sendiri, sebaiknya kakak jangan dekati Rashif dulu. Biarkan saja adik sendiri.”
Saya menggunakan istilah ‘kepala’ untuk menggambarkan kognitif atau kemampuan berpikir Rashif yang kurang. Dokter Rudy adalah dokter dan konsultan ahli autisme yang menterapi anak saya.
Saya juga gak pernah bosan ketika Maetami keesokan harinya atau lusa bertanya pertanyaan sama. Siap-siap jika kita harus memberikan jawaban yang sama beberapa kali.
2. Luangkan waktu khusus untuk saudara kandung anak autis
Semua anak pasti ingin menghabiskan waktu berdua saja dengan ayah atau ibunya, tanpa kehadiran saudaranya yang lain. Ketika anak autis kita sedang bermain mandiri, kita bisa mengalihkan perhatian penuh pada kakak atau adiknya.
Ini mengirimkan pesan pada anak kita yang normal bahwa ayah ibunya tetap ada untuknya. Semua anak adalah kesayangan, tidak ada yang dibedakan. Ada banyak cara meluangkan waktu khusus untuk saudara kandung anak autis, seperti:
- Luangkan waktu ngelonin si kakak, membacakan dongeng sebelum tidur, atau memeluknya 5-10 menit di pagi hari sembari memberi sugesti positif tentang hal-hal baik yang telah dilakukannya.
- Dengarkan si kakak ketika dia ingin memberi tahu kita sesuatu, apa saja, meski kita tengah memasak, tengah menyuapkan adiknya makan, pokoknya jaga kontak mata tetap positif.
- Sesekali luangkan waktu lebih lama untuk si kakak, entah itu menemaninya berenang, menonton film kesukaannya, atau menyuapkannya makan.
- Apabila si adik yang autis sedang anteng dan mau bersama yang lain, misalnya sama kakeknya, neneknya, atau papanya, gunakan waktu tersebut untuk menemani si kakak.
3. Temukan waktu yang pas agar semua anak bisa menghabiskan waktu bersama
Namanya saudara kandung, mau itu anak normal atau pun ada yang anak istimewa, pasti hubungan mereka positif satu sama lain. Hanya saja ada kalanya mereka tidak dekat dan merespons negatif, mungkin karena saudara yang normal kesulitan berkomunikasi dan bersosialisasi dengan adik atau kakaknya yang autis.
Salah satu cara mendorong hubungan mereka lebih dekat adalah menemukan waktu yang pas agar mereka mau menghabiskan waktu bersama. Mereka bisa main bareng, senang-senang bareng, dan berinteraksi satu sama lain.
Contoh sederhana, ketiga anak saya, mau itu Maetami, Rashif, atau Rangin senang bermain kejar-kejaran dan sama-sama suka makan buah. Carilah waktu supaya mereka melakukan itu bersama, sehingga hubungan persaudaraan semakin erat.
4. Waspada perasaan negatif anak ke saudara kandungnya yang autis
Anak-anak kita yang normal pasti butuh waktu menyesuaikan diri dengan saudaranya yang istimewa. Apalagi kalo anak-anak kita ini semuanya masih balita, seperti ketiga anak saya.
Bentuk-bentuk perasaan negatif yang mungkin muncul itu banyak sekali. Berikut contoh yang sering dihadapi putri saya terhadap adiknya yang autis:
- Si kakak cemburu karena papa dan ibun menghabiskan lebih banyak waktu untuk adik.
- Si kakak berkecil hati dan sedih karena adiknya gak mau main sama dia.
- Si kakak marah karena kesannya kalo ada masalah selalu dia yang disalahkan, sementara adik selalu dibela.
- Si kakak malu orang lain ngelihatin keanehan adiknya ketika keluarga sedang jalan-jalan keluar rumah.
- Si kakak merasa bersalah karena sudah marah-marah ke adik.
- Si kakak pengen ngajak orang lain berkelahi lantaran sudah mengolok-olok adiknya.
- Si kakak kesal karena seperti dituntut terus-terusan jadi pengasuh adiknya.
Kita sebagai orang tua perlu menyadari perasaan anak kita yang normal dan mau mengakuinya. Kadang Maetami bilang ke saya, “Mae gak suka main sama Rashif. Rashif ngambil mainan Mae terus.”
Nah, saya berkomentar, “Iya ya kak, ibun ngerti, pasti kakak gak suka adik begitu. Pasti Rashif bikin kakak kesal dan marah.”
Eh, ujung-ujungnya Maetami bilang lagi, “Bun, Mae gak apa-apa kok. Adik kan masih kecil. Mae kan udah besar. Mae pintar.” Masya Allah, tabarakallah.
Kita juga bisa membantu anak kita melepaskan emosinya secara positif. Maetami misalnya suka menggambar dan mewarna. Saat marah, saya bisa menawarkannya kegiatan tersebut, sehingga Maetami bisa lupa pada apa yang baru saja terjadi.
Selalu ada pelajaran bisa dipetik anak kita yang memiliki saudara kandung autis. Dibanding anak lain, anak kita mungkin lebih dewasa dan lebih bisa berempati. Mereka juga lebih bisa bersyukur.
Cinta, empati, dan syukur. Bukankah ketiganya ini bisa menjadikan anak kita anak hebat dan kuat?
Leave a Comment