Thomas, kamu kemana aja? Gimana kabarnya?
Mungkin itu kalimat pertama yang kutanyakan jika seorang Dylan O’Brien berdiri di hadapanku. Faktanya adalah pemeran utama trilogi Maze Runner ini sempat mengalami kecelakaan serius 2016 lalu yang membuat syuting seri terakhir terlambat, sehingga baru dirilis 2,5 tahun kemudian, tepatnya Januari 2018.
Akhirnya The Death Cure sampai di bioskop. Oke, tiket nonton pun udah dibeli. Jadwal nonton pertama gagal lantaran Maetami tidak kooperatif dan ‘konser tunggal’ di dalam Studio 1 XXI MBG beberapa waktu lalu. Daripada malu dan ditimpuk botol aqua sama seisi bioskop, mending balik kanan sama papanya. Padahal scene awal baru saja diputar :’(
Di sela-sela jam istirahat liputan, sehari kemudian, aku sempatkan nonton sendiri. Me Time, begitu ceritanya. Sebelum masuk bioskop, aku menahan diri melihat penilaian film yang diadaptasi dari novel James Dashner ini di Rotten Tomatoes atau versi iMDB. Niatnya sih mau nulis review-nya, biar gak terpengaruh sana sini. Jadi, begini ceritanya…
Spoiler
PS: Jangan dibaca kalo masih mau nonton filmnya di bioskop!
Pada Maze Runner 2: The Scotch Trial, Thomas dan teman-temannya berhasil lolos dari jebakan kedua The World in Catastrophe: Killzone Experiment Department (WCKD a.k.a WICKED). Namun, organisasi tersebut berhasil menculik sahabat Thomas, Minho (Ki Hong Lee).
Inti cerita final ini adalah Thomas, Newt (Thomas Brodie-Sangster), Frypan (Dexter Darden) dibantu Brenda (Rosa Salazar) dan ayah angkatnya Jorge (Giancarlo Esposito) nekat menyelinap ke The Last City. Ini adalah kota terakhir yang merupakan markas pusat WCKD, satu-satunya kota yang steril dari crank (zombie pelari), sekaligus tempat Minho ditahan.
Pembukaan The Death Cure spektakuler abis ala ala Fast and the Furious gitu. Bagi penonton yang gak ngikutin film ini dari seri pertama pasti kebingungan.
Thomas yang satu mobil dengan Vince (Barry Pepper, pimpinan The Right Arms) mencoba menyabotase kereta yang mengangkut Minho dan puluhan anak yang menjadi obyek percobaan WCKD berikutnya di KM37. Mereka berhasil memotong satu gerbong. Sayangnya Thomas dkk gagal mengidentifikasi gerbong tempat Minho berada.
Adegan mereka merampok satu gerbong kereta dengan mengangkatnya menggunakan pesawat WCKD yang dibajak super keren. Melihat Thomas dan teman-temannya berdiri di atas gerbong dari ketinggian membuatku semakin excited menonton menit demi menit film ini.
Kemunculan Thomas dan The Right Arms secara tiba-tiba membuat kaget Janson (Aidan Gillen), kepala keamanan sekaligus tangan kanan Dokter Ava Paige, pimpinan WCKD. Janson pun menyadari Thomas akan mencari jalan masuk ke The Last City karena sahabatnya masih berada di tangan mereka.
Thomas masih menjadi One Special Kid, obyek paling sempurna yang diburu WCKD untuk menjadi ‘tikus percobaan’ di laboratorium mereka. Darah Thomas diketahui paling kebal terhadap virus flare yang jika terpapar membuat seseorang berubah menjadi crank. Ini yang membuat WCKD sangat berambisi mengembangkan vaksin dari darah anak-anak imun yang ditahannya.
Vince sudah menyiapkan kapal besar ala ala kapal Nuh gitu. Mereka yang imun akan berlayar mencari ‘rumah baru’ yang bebas dari virus flare dan membangun peradaban baru. Thomas mencoba bernegosiasi kembali dengan Vince dan Jorge untuk kembali dalam misi kedua penyelamatan Minho.

Vince menolak. Dia tak mau mengambil risiko mengorbankan lebih banyak orang hanya untuk menyelamatkan nyawa satu orang. Pada seri kedua, The Scotch Trial, mereka bahkan telah menyusun ide sebulan untuk melawan WCKD, berhasil, namun tetap saja gagal karena mereka kehilangan Minho.
Dokter Mary Cooper yang membelot dan memutuskan bergabung dengan The Right Arms bahkan ditembak mati oleh WCKD. Padahal, dia mengetahui semua tentang eksperimen WCKD. Dia pula yang mengetahui pertama bahwa darah Thomas adalah jawaban dari pencarian WCKD selama ini.
Bukan Thomas namanya jika tega meninggalkan sahabatnya. Dia mengambil risiko pergi sendiri menyelamakan Minho. Gerak-gerik Thomas diketahui Newt dan Frypan. Kedua gladers ini pun memaksa ikut dan melanjutkan perjuangan mereka bersama.
Berbekal informasi dari Aris (Jacob Lofland) bahwa WCKD membangun The Last City, ketiga gladers pun memulai petualangan mereka. Dalam beberapa adegan, Thomas dkk berada dalam keadaan genting, nyaris mati tergigit crank. Tapi, sebagaimana dua film sebelumnya, ada saja ‘malaikat pelindung’ yang menyelamatkannya.
Saat mobil mereka kecelakaan dan dikejar rombongan crank, Brenda dan Jorge datang menyelamatkan Thomas dkk. Mereka berlima sampai di perbatasan sebuah kota kumuh, sesak, penuh dengan orang-orang yang berunjuk rasa menuntut hak masuk dan mendapatkan perlindungan di The Last City.
Kota miskin ini mirip District-12 di The Hunger Games gitu, sementara The Last City sama dengan Capitol-nya, tempat tinggal para penguasa yang mempunyai kekuatan.
Salah satu drone pengintai milik WCKD berhasil menangkap wajah Thomas di tengah kerumunan pengunjuk rasa tersebut. Janson memerintahkan anak buahnya memborbardir seluruh areal perbatasan, kemudian menemukan jasad Thomas, sayangnya gagal.
Sama seperti kejadian bus di terowongan tadi, Thomas kembali diselamatkan sosok tak terduga. Dia adalah Gally (Will Poulter).
Gally salah satu anggota inti gladers di labirin pertama. Dia sangat membenci Thomas dan kerap bertengkar. Pada ending film Maze Runner 1, Gally disengat griever dan terpapar virus flare. Dia sempat salah tembak ketika menghalangi Thomas dkk keluar dari labirin. Tembakan Gally menembus jantung Chuck, gladers termuda yang bermimpi ingin bertemu ibu kandungnya.
Minho melemparkan tombak besi ke arah Gally, dan dia seharusnya mati. Sampai sekarang belum dijelaskan mengapa Gally bisa hidup lagi dan kebal dari virus flare. Apakah dia sama imunnya dengan Thomas? We don’t know.
Di The Death Cure, Thomas dan Gally memutuskan sama-sama melupakan masa lalu mereka. Gally meminta izin Lawrence (Walton Goggins) – kepala pemberontak yang menyelamatkan nyawanya – untuk membantu Thomas dkk.
Sebagai imbalannya, Lawrence meminta Gally menyambungkan pusat data The Last City dengan pusat data mereka. Tujuannya, mereka ingin mendeaktivasi sistem keamanan perbatasan, kemudian merengsek masuk ke dalam The Last City.
Gally mengatakan satu-satunya cara untuk Thomas bisa masuk dan membawa Minho keluar dari The Last City adalah melalui Teresa (Kaya Scodelario, mantan pacar Thomas). Teresa pada seri kedua berkhianat dengan memberi tahu keberadaan mereka pada WCKD. Teresa pula yang menyebabkan Minho diculik.
Thomas sempat menghindar, namun emosi Newt membuatnya berubah pikiran. Thomas pun menjebak Teresa dan mereka berhasil masuk dengan aman ke kota tersebut.
Teresa dan Ava Paige sepanjang film ketiga ini berjuang menemukan penyembuhan paling solutif untuk virus flare. Sejauh ini mereka baru menemukan darah Minho dengan tingkat imun lebih baik dari sampel lainnya.
Sayangnya darah Minho hanya bisa memperlambat perkembangan virus tersebut, bukan menyembuhkan dalam jangka panjang. Satu-satunya yang berhasil hanyalah darah Thomas.
Newt di tengah cerita terpapar virus flare melalui udara. Teresa yang mengetahui hal itu mengatakan pada Thomas bahwa satu-satunya cara menyembuhkan Newt adalah membuat vaksin dari darahnya. Teresa pun meminta Thomas kembali ke gedung dan menyerahkan diri.

Di tengah keraguannya, Thomas terlambat. Newt terlanjur berubah menjadi crank. Bahkan, Brenda pun terlambat membawa serum lain yang bisa memperlambat penyebaran virus flare dalam tubuh Newt.
Newt mati, Thomas depresi. Demi menyelamatkan teman-temannya, dia masuk kembali ke The Last City dan bertemu Ava Paige (Patricia Clarkson). Thomas memohon pada Ava Paige tidak lagi memburu dan menyerang teman-temannya yang berhasil mengevakuasi diri dengan pesawat penyelamat.
Saat Ava Paige mengiyakan, Janson menembak mati pimpinan WCKD ini. Dia pun menancapkan suntikan penenang ke leher Thomas dan membawa tubuhnya ke lab.
Janson yang menyadari dirinya tak lama lagi menjadi crank memaksa Teresa membuat serum dari darah Thomas. Satu serum pun berhasil diciptakan, namun Teresa dan Thomas berhasil lari dari Janson dan membawa kabur serum itu. Janson dalam satu adegan di dalam laboratorium tertutup mati karena diserbu tiga crank.
Lawrence berhasil membobol pertahanan The Last City. Diapun memborbardir seisi kota itu. Thomas dan Teresa berusaha ke puncak gedung dan masuk ke dalam pesawat yang diterbangkan Jorge. Thomas yang sekarat karena perutnya tertembak dalam perlawanan melawan Janson bisa diselamatkan. Sayangnya Teresa gagal dievakuasi dan terkubur bersama The Last City.
Film berakhir dengan surat Newt yang menyayat hati. Newt mengatakan pada Thomas, “Masa depan ada di tanganmu!” Dia meminta Thomas menjaga teman-temannya yang lain. Surat Newt memberi harapan dan optimisme masa depan.
Review
Satu pertanyaan muncul setelah aku selesai menonton final Maze Runner. Di dua film sebelumnya diketahui virus flare menular melalui gigitan atau luka akibat crank. Trus, di film ketiga ini flare ternyata juga menular melalui udara. Ini yang membuat Newt belakang teridentifikasi tidak kebal akhirnya terpapar virus ini, demikian juga Janson. Padahal mereka berdua sama sekali tidak pernah digigit crank.
Ada keambiguan moral dalam film ini. Buat anak-anak yang menonton – bahkan aku sendiri – kadang-kadang bingung harus milih yang mana jika berada di posisi Thomas. Menurutku, tidak ada tokoh yang 100 persen antagonis di film ini sejak awalnya.
Sejauh ini hanya Janson yang di menit-menit terakhir film mengatakan, jika dia berhasil mengembangkan vaksin dari darah Thomas dia akan menyeleksi siapa yang pantas untuk mendapatkannya. Janson ingin mengambil keuntungan pribadi.
Tapi, Ava Paige, Teresa, dan ilmuwan WCKD lainnya, even itu Dokter Mary Cooper yang sudah meninggal? Mereka hanya ingin menciptakan vaksin antiflare yang mewabah di seluruh dunia.
Ilmuwan-ilmuwan di dalamnya pada dasarnya cuma ingin melakukan eksperimen sosial yang memang mengorbankan sekelompok remaja yang dianggap imun, namun tujuannya menyembuhkan penyakit yang mewabah secara global.
Niat WCKD sangat mulia, namun ada harga mahal yang dibayar untuk itu, mengorbankan nyawa orang lain. Oke, peradaban manusia di dalam cerita ini di ambang kehancuran. Manusia yang berubah menjadi crank memangsa manusia lainnya. Virus flare mendatangkan dilema, berapa harga kelangsungan kehidupan umat manusia? Apakah memanen serum imunogenik dari tubuh anak-anak remaja adalah pilihan satu-satunya?
Kematian Newt salah satu yang kusesali dari ending film ini. Padahal bromance ala Thomas – Newt sejak film pertama udah keren banget. Newt berubah menjadi crank adalah momen paling dramatis. Bahkan, beberapa temanku juga memprotesnya. Newt tampaknya karakter favorit sejuta umat ya? Hehehe.
Dalam hati bertanya, mengapa Newt? Mengapa bukan Si Panci Penggorengan (Frypan), Aris, Gally, atau Minho saja? Tapi kalo Minho gak mungkin, sebab sedari awal misi film ini adalah misi penyelamatan Minho.
Ada yang tahu kenapa Gally hidup lagi? Penjelasan Gally kepada Thomas tentang dirinya yang diselamatkan Lawrence juga masih tak masuk akal bagiku. Satu-satunya alasan yang mungkin bisa kuterima adalah Gally sama dengan Thomas, memiliki tingkat imunitas tinggi, sehingga tidak mudah terpapar virus flare.
Karakter pendukung di film ini kurang menarik. Apa fungsinya Lawrence dimunculkan? Sejauh ini menurutku cuma Vince dan Jorge yang layak menjadi karakter pendukung di film ini.
Sejumlah pertanyaan penting nih yang bikin aku penasaran. Kenapa Thomas dkk harus dimasukkan ke dalam labirin sih? Kenapa ingatan mereka sejak anak-anak harus dihapus sebelum dimasukkan ke the box dan dikirim ke sektor-sektor labirin WCKD? Dari mana asal anak-anak ini? Mengapa mereka harus dikarantina sejak kecil? Dua setengah jam aku melek di bioskop, tak juga kutemukan hubungan antara labirin dengan vaksin penawar virus flare.
Awal mula pembangunan labirin dan sebagainya masih belum cukup memuaskanku sampai saat ini. Apa mungkin aku harus membaca bukunya sampai habis? Usut punya usut ternyata masih ada dua buku James Dashner – penulis seri Maze Runner – yang memang khusus menceritakan 13 tahun sebelum wabah flare dimulai. Judul bukunya, Kill Order dan The Fever Code.
The Death Cure menurutku sama biasanya dengan Divergent. Dari tiga film bergenre dystopian/ post apocalypse, yaitu The Hunger Games, Divergent, dan Maze Runner, cuma The Hunger Games yang menurutku cukup sukses memuaskan penonton, meski finalnya dipecah jadi dua. Untungnya The Death Cure gak kayak The Hunger Games ya, ada part-1 dan part-2-nya. Hehehe.
The Death Cure menurutku rata-rata banget. Mungkin masalah terbesar di film ini adalah kurang banyak kejutan. Plot-plot ceritanya bisa ditebak. Aku saja merasa, setiap terjadi sesuatu yang menegangkan, seolah apa yang terbayang di pikiranku pasti terjadi. Eh ternyata benar. Ini berarti cerita final Maze Runner mudah ditebak. Seolah klise yang ada di pikiran penonton bisa menjadi kenyataan. Akhirnya film ini jadinya membosankan, atau minimal kesannya biasa aja.
Meski demikian, tetap ada adegan-adegan seru di film ini, seperti saat Thomas, Newt, dan Frypan berada dalam mobil dan memaksa masuk ke terowongan yang diduga penuh crank. Benar saja, crank-crank menggeram di setiap sudut terowongan. Mengejutkan, sebagian besar mereka benar-benar belum menjadi crank, sebab masih bisa berbicara dan minta tolong. Hal sama yang dialami Newt di akhir cerita.
Adegan seru berikutnya adalah misi pelarian Brenda bersama 28 anak imun di dalam bus saat mereka ingin kabur dari The Last City. Saat Brenda menembakkan suar dan busnya ditarik ke atas dengan pengait bangunan tower bertingkat, kemudian diayun Frypan ke sana ke mari seperti timbangan, bus terjatuh dari ketinggian, cukup bikin seisi bioskop berteriak bak sedang main roller coaster.
Sampai film berakhir, aku kaget. Ini filmnya udahan ni? Beneran udah? Ending-nya gitu aja? Film ini membuatku garuk-garuk kepala. Ternyata dua film pertama jauh lebih baik dari pada film terakhirnya.
Keluar dari bioskop, aku coba googling. Tomatometer-nya Rotten Tomatoes cuma memberi skor 45 persen, meski skor yang diberikan penonton sampai saat ini sudah 77 persen. Intinya mereka bilang bahwa film ini kurang layak, meski pun ini film final yang sudah pasti ditonton pengikut dua seri sebelumnya.
Bagiku, the final is a disappointing climax. Durasinya kepanjangan, banyak adegan terkesan mengulur-ulur waktu, serba kebetulan dan dipaksakan. Padahal 10 menit pembukanya keren abisssss, tapi makin ke tengah bukannya makin bagus malah bikin nyengir asem, blah blah blah.
Untungnya Si Thomas cukup bikin mata penonton, terutama cewek-cewek ABG di studio adem lantaran bening banget. Udah gitu, Thomas gak kurus lagi kayak di Maze Runner 1&2. Sama kayak lihat Henry Cavill yg naikin bobot badannya biar jadi Superman, jatuhnya jadinya keren.
Beberapa adegan sangat menegangkan, bisa bikin teriak, bisa bikin nangis juga, terutama pas baca surat terakhir Newt untuk Thomas. Biasanya orang nangis kalo baca surat putus dari pacar, tapi ini the last goodbye versi Newt bikin kita cukup terharu. Kalimatnya dalam tentang persahabatan.
Newt, kenapa elu yg mati? Kenapa gak Si Panci Penggorengan (Frypan) aja yang mati? #garuk2tanah.
Nilai 7 untuk film ini. Sebenarnya gak tega nulis review-nya jelek. Itu pun ngasih nilai 7 udah berat banget. Tapi ya gimana ya? Kita udah nungguin finalnya dua tahun lebih. Udah gitu film pamungkasnya ngecewain pula. Heuheu.
Kira-kira kalo dua buku Dashner yang ceritain prekuel dari Maze Runner dibikin filmnya, kalian pada nonton gak? Kalo aku sih NO, kata Anang. I am sorry Thomas, I am not waiting for you anymore.
Leave a Comment