Fenomena reverse charting BIGBANG (Foto: Pinterest/ J Nicole Collins)
Fenomena reverse charting BIGBANG (Foto: Pinterest/ J Nicole Collins)

VIPs, sini merapat. Kamu ngerasa gak? Kita lagi hidup di timeline yang dulu cuma berani kita tulis di fanfiction, tentang lagu-lagu BIGBANG yang udah berumur belasan tahun… tiba-tiba sejak akhir 2024, lanjut ke 2025 dan sekarang udah mau 2026 aja, karya-karya mereka naik lagi ke tangga lagu.

Bukan cuma naik tipis-tipis, tapi rame banget sampai idol yang baru lahir setelah “Haru Haru” rilis pun ikut nyanyi. Ini namanya fenomena reverse charting, ketika lagu lama “hidup lagi” dan balik masuk chart karena ada pemicu besar di kultur pop.

Dan buat BIGBANG, reverse charting akhir 2024 itu terasa unik karena bukan satu lagu doang yang viral. Mereka itu bangkit secara brand, memori kolektif, dan katalog musik, seolah-olah semua diskografi BIGBANG lagi “comeback” bareng.

Dua pemicunya? MAMA 2024: “The King is back” via penampilan G-Dragon + reuni OT3, dan Squid Game 2: T.O.P muncul lagi di panggung global.

Reverse Charting BIGBANG Diawali MAMA 2024

Simpelnya, reverse charting terjadi ketika lagu lama yang seharusnya sudah stabil atau turun, naik lagi karena ada pemantik, bisa TikTok trend, bisa drama, bisa performance besar, bisa meme. Kondisinya pada BIGBANG agak beda, agak anomali.

Yang bikin BIGBANG beda adalah reverse charting mereka bukan “one-hit song” doang. Yang naik itu banyak lagu sekaligus, lintas era, dari “Lies” “Haru Haru” “Fantastic Baby” “BANG BANG BANG” sampai “Still Life.”

Naiknya terjadi di beberapa ekosistem chart sekaligus, Korea (Melon/Genie/Bugs), global streaming (Spotify), social video (YouTube/TikTok), sampai iTunes di berbagai negara, terutama untuk rilisan GD era 2024 yang ikut memanaskan mesin nostalgia.

Kalau biasanya reverse charting itu seperti satu api kecil, kasus BIGBANG itu seperti listrik satu kota VIPland nyala bareng.

Kita mulai dari momen yang bikin VIPs mendadak jadi manusia paling produktif bikin thread, yaitu MAMA Awards 2024. Ini yang aku alami dan lakukan sendiri.

Di Kyocera Dome Osaka, MAMA 2024 ditutup dengan momen yang oleh banyak media disebut “historic” karena BIGBANG tampil lagi (OT3: GD, Taeyang, Daesung) dan membawakan track-track yang jadi DNA panggung K-pop.

MAMA adalah panggung musik sekaligus panggung narasi di mana kalau artis tampil di situ, mereka gak cuma perform, tapi bikin statement yang bakal lengket di kepala semua penontonnya.

Kenapa momen ini langsung ngedorong reverse charting BIGBANG?

Pertama, MAMA itu panggung lintas generasi. Penontonnya bukan cuma VIP. Ada idol generasi baru, media, penonton global streaming, fandom lain, plus orang yang “cuma lewat” di timeline. Begitu potongan video tersebar, algoritma langsung bekerja.

Kedua, Reuni OT3 BIGBANG. Orang tidak sekadar dengar lagu. Mereka merasa sedang menyaksikan momen sejarah pop culture.

Ketiga, video performance jadi bahan bakar algoritma. Konten resmi performance BIGBANG “BANG BANG BANG + FANTASTIC BABY” dari Mnet di YouTube meledak views hingga puluhan juta. Dan begitu YouTube naik, TikTok/Reels ikut nyomot potongan audionya, lalu orang balik ke platform streaming untuk dengar versi full.

Bukti “panasnya” efek MAMA ini bisa dilihat dari mana?

Liputan media besar menyebut reunion performance itu jadi highlight penutup MAMA 2024. Di ranah chart, kita bisa lihat sinyal kebangkitan lewat Spotify chart history, salah satunya menunjukkan “BANG BANG BANG” muncul lagi pada periode akhir November 2024.

Sementara di sisi Korea, rilisan GD pasca comeback (“POWER”, dan kolaborasi “HOME SWEET HOME” feat Taeyang & Daesung) ikut mendominasi pembicaraan di berbagai platform dan chart, bikin publik otomatis “nyambung kabel” ke katalog BIGBANG.

Intinya MAMA 2024 itu memicu “collective re-listening” orang-orang sama BIGBANG. Orang bukan cuma replay satu lagu, tapi mereka menyisir era BIGBANG secara keseluruhan, mulai dari pre-debut sampai MADE Album.

Efek G-Dragon jadi attention economy. Sekarang kita zoom ke GD. G-Dragon comeback solo dengan “POWER” (akhir Oktober 2024) dan langsung menembus iTunes chart di berbagai negara. Soompi juga menyorot ini.

Di era attention economy sekarang ini, comeback figur seperti GD itu punya efek sangat luas. Pertama, memicu liputan lintas media, bukan cuma K-pop media, tapi pop culture umum. Kedua, memicu curiosity loop di mana orang yang “udah lama nggak dengerin K-pop” jadi kepo.

Ketiga, mengaktifkan memori katalog para VIP sepuh kayak aku untuk lebih aktif lagi ke playlist lama. Dan di sinilah reverse charting BIGBANG dapat tenaga utamanya. Kebangkitan katalog terjadi ketika publik menemukan alasan untuk membuka kembali arsip musik mereka.

T.O.P di Squid Game 2 Jadi Pintu Masuk Fans Global

Sekarang pindah ke mesin viral kedua, yaitu “Squid Game 2.” Kehadiran T.O.P (Choi Seung-hyun) di season 2 jadi bahan obrolan besar. Media mainstream AS pun membahasnya, termasuk soal “comeback” T.O.P di layar global.

Kenapa efek Squid Game 2 bisa nyambung ke musik BIGBANG?

Karena Squid Game, sejak dirilis musim pertama dan sukses, udah jadi properti budaya global. Berkat T.O.P, orang asing yang sama sekali gak pernah dengerin BIGBANG pun jadi tahu BIGBANG setelah mereka lihat T.O.P lewat serial ini.

Habis itu, terjadi pola klasik. Kelar nonton Squid Game, kepo sama T.O.P. Siapa dia? Langsung searching, lalu ketemu bahwa dia salah satu rapper andalan BIGBANG. Lanjut, masuk rabbit hole MV lama BIGBANG.

Ini gak cuma teori aku doang ya say. Business Insider bahkan menjelaskan bahwa banyak penonton mengenali bahwa aktor itu adalah T.O.P dari BIGBANG, dan karakter “Thanos” (versi Squid Game 2) jadi scene-stealer di sana. Inilah yang memicu fans global BIGBANG semakin membludak jumlahnya dari sebelumnya.

Efek tambahan yang menarik dari T.O.P di Squid Game adalah persona eksentriknya di layar, sebagai eks-rapper. Itu bikin orang ngerasa “kok vibe-nya familiar?” lalu mereka menemukan BIGBANG era MV yang teatrikal dan ikonik. Jadilah binge-watching MV + binge-streaming lagu.

Kenapa Reverse Charting BIGBANG Bisa Terjadi Lintas Chart?

As we know, di Korea, Melon/Genie/Bugs cenderung mencerminkan apa yang didengar publik harian, bukan hanya fenomena fandom yang bisa aja streaming terorganisir. Hehehe. That’s why K-popers sejati bakal selalu bilang kalau Melon adalah kasta tertinggi chart musik idol K-pop, mau se-global apapun sebuah idol group di luar sana.

Ketika perform besar terjadi (MAMA), publik yang tadinya “casual listener” ikut balik dengar. Dan ketika satu nama besar seperti GD memuncaki pembicaraan, efek dominonya menarik katalog lama lagu-lagu BIGBANG.

Contohnya, “POWER” dan “HOME SWEET HOME” tercatat tinggi di chart periode November 2024. Dan begitu track baru jadi pintu masuk, lagu-lagu lama ikut kebawa.

Performance MAMA di kanal YouTube Mnet jadi konten yang gampang dishare, direaksikan, dipotong-potong. Bahkan kalau kamu gak streaming di Melon pun, kamu tetap terpapar lewat YouTube/TikTok/Reels. View YouTube tinggi artinya sinyal algoritma bagus dan jangkauan makin luas.

Selanjutnya, Spotify. Platform ini memang lebih global dan banyak dipakai Gen Z/Gen Alpha yang mungkin baru jadi K-popers pas BIGBANG hiatus panjang setelah MADE Album (2015).

Ketika mereka masuk lewat potongan video MAMA atau Squid Game 2, mereka langsung streaming lagu-lagu lama BIGBANG. Dan inilah kenapa jejak “BANG BANG BANG” muncul lagi di sejarah chart Spotify sekitar akhir November 2024.

Baby VIP pun bermunculan satu per satu. Jadi, BIGBANG itu kebangkitannya multi-platform. Dan multi-platform ini membuat reverse charting jadi lebih tahan lama.

Selain lagu-lagu terbaru GD di Ubermensch, ada dua lagu BIGBANG yang paling nyata kebangkitannya, yaitu “BANG BANG BANG” dan “Fantastic Baby.” Kedua lagu ini paling kebawa arus.

“BANG BANG BANG” dan “Fantastic Baby,” secara logika pop culture, adalah dua lagu yang punya fungsi sosial. Dua-duanya bisa dipakai untuk hype, gym, pesta, stadium, crowd. Gampang jadi sound bite untuk video pendek. Begitu MAMA membawakan medley-nya, ya otomatis jadi lagu yang paling gampang “nempel” di kepala publik ya dua lagu itu.

Selanjutnya, “Haru Haru” dan “Lies.” Dua lagu ini adalah lagu jalur nostalgia yang emosional. Lagu-lagu ini sering “naik” kalau ada momen reuni, karena orang mencari rasa “gue pernah hidup di era ini.”

Next, “Still Life.” Ini menarik karena “Still Life” (2022) sudah punya aura “surat perpisahan” T.O.P dengan grup. Ketika publik melihat mereka berdiri lagi di panggung yang sama, track ini terasa seperti “bab penutup yang belum selesai.”

Orang-orang, terutama VIP kembali berharap T.O.P bisa gabung lagi dengan GD, Taeyang, dan Daesung. Rasanya melihat mereka cuma bertiga di panggung MAMA itu ada yang kurang.

Dan jujur aja lah, buat kita VIP… ini juga semacam pengingat yang manis (sekaligus sedih karena member tinggal 3), bahwa ternyata BIGBANG itu “timeless” bukan karena kita bilang begitu, tapi karena emang pola konsumsi publik membuktikannya lagi, lagi, dan lagi.

Buat aku pribadi, 2024 terasa seperti titik jenuh. Banyak K-popers, termasuk aku, mulai capek dengan pola yang terasa berulang. Grup baru debut terus, lagu baru rilis setiap minggu, tapi entah kenapa… cepat sekali terasa lewat. Belum sempat melekat, sudah tergantikan tren berikutnya.

Dan di situlah nostalgia jadi tempat pulang. Bukan karena kita anti yang baru ya, tapi karena kita kangen musik yang punya umur panjang. Musik yang tidak perlu viral 15 detik untuk terasa relevan. Musik yang dulu menemani fase hidup kita, dan anehnya… masih terasa pas didengar hari ini.

BIGBANG tidak “comeback” karena mereka memaksakan diri untuk relevan. Mereka comeback karena mereka memang tidak pernah benar-benar pergi. Musiknya tinggal menunggu momen yang tepat untuk didengar lagi. VIPs tahu itu. Dan sekarang, dunia ikut mengakuinya.

Comeback BIGBANG 2026

Lalu, bagaimana dengan 2026? Tahun di mana BIGBANG genap berusia 20 tahun.

Setelah melihat apa yang terjadi akhir 2024 sampai prestasi GD di Melon Music Awards 2025, aku merasa kalau BIGBANG benar-benar comeback di 2026, bukan reverse charting lagi yang terjadi, tapi rekalibrasi industri K-pop.

Bukan cuma lagu-lagu lama mereka saja yang naik lagi, tapi:

  • Katalog BIGBANG akan dibaca ulang sebagai heritage K-pop.
  • Generasi baru tidak lagi “menemukan” BIGBANG, tapi mengakui posisi mereka dalam sejarah K-pop.
  • BIGBANG tidak akan bersaing di chart sebagai rookie atau tren sesaat, melainkan sebagai standar.

Kalau 2024 adalah tahun nostalgia yang bangkit, maka 2026 berpotensi jadi tahun legitimasi penuh BIGBANG. Ini akan menjadi tahun di mana orang gak lagi bertanya, “kok BIGBANG masih relevan?” Tapi justru sadar, kenapa musik mereka selalu kembali ketika K-pop mulai kelelahan dengan dirinya sendiri.

BIGBANG gak perlu membuktikan apa-apa. Mereka hanya perlu hadir, dan dunia akan menyesuaikan diri dengan sendirinya.

Share:

Leave a Comment