Insiden yang mengubah hidup Daesung
Insiden yang mengubah hidup Daesung

Bagi VIP seperti saya, Kang Daesung itu seperti personifikasi cahaya. Senyum penuh semangatnya seakan mampu mencairkan hati siapa pun, dari penonton konser yang memenuhi stadion, hingga kru di belakang panggung yang lelah bekerja seharian. Namun, di balik senyum itu, Daesung pernah melalui masa tergelap dalam hidupnya, masa yang hampir membuatnya menyerah sepenuhnya.

Perjalanan hidup Daesung mengajarkan kita bahwa senyumnya yang kita lihat hari ini bukanlah tanda dari hidupnya yang selalu berjalan mulus, melainkan hasil dari luka yang telah disembuhkan, keberanian menghadapi rasa bersalah, dan keinginan untuk bangkit.

Pada 31 Mei 2011, di Jembatan Yanghwa, Seoul, Daesung sedang mengemudi mobilnya menuju rumah setelah jadwal yang panjang. Hari itu seharusnya menjadi awal masa libur singkatnya. Namun, dalam hitungan detik, hidupnya berubah selamanya.

Daesung menabrak seorang pengendara motor bernama Tuan Hyun, yang ternyata sudah meninggal dunia dan tergeletak di jalan akibat kecelakaan sebelumnya. Daesung juga menabrak sebuah taksi yang berhenti di lokasi. Menurut data resmi, mobilnya melaju 80 km/jam di zona 60 km/jam.

Hasil investigasi Badan Forensik Nasional menyebutkan ada selisih waktu hanya dua menit antara kecelakaan pertama dan kecelakaan kedua yang melibatkan Daesung. Artinya, kemungkinan besar korban sudah meninggal dunia sebelum mobil Daesung melintas dan menabrak korban.

Kendati demikian, di mata publik, fakta ini tenggelam oleh headline sensasional. Kata “pembunuh” mulai menghantui hidup Daesung sejak saat itu.

Masa lalu pahit seorang Daesung
Masa lalu pahit seorang Daesung

Hidup Dibayangi Tekanan Publik

YG Entertainment memutuskan Daesung hiatus penuh selama penyelidikan. Langkah itu dimaksudkan untuk melindunginya dari sorotan publik, tetapi bagi Daesung, hiatus berarti terjebak dalam ruang sunyi yang memekakkan telinga. Dunia yang selama ini ia kenal runtuh seketika. 

Dari seorang idol yang selalu tersenyum di panggung, Daesung berubah menjadi seseorang yang mengurung diri di kamar, nyaris tak makan, hanya menangis, dan kehilangan minat pada segala hal. Dia pun seperti mengisolasi diri dari para member.

Di acara Healing Camp pada 2012, Daesung untuk pertama kalinya bercerita tentang masa itu. Suaranya bergetar ketika mengaku sempat memikirkan bunuh diri. 

“Aku pikir itu jalan yang diinginkan semua orang. Kata-kata di internet membuatku merasa seperti aku seharusnya tidak hidup lagi,” ujarnya.

Komentar kebencian memang menghantam Daesung tanpa ampun. Artikel tentang kecelakaan itu membanjiri portal berita, dan di kolom komentar, satu kata dalam bahasa Korea terus muncul, yaitu “살인마 (pembunuh).” Kata itu menancap dalam memori Daesung. “Itu kata yang paling kejam yang pernah aku dengar,” katanya pelan.

Yang membuat luka itu semakin dalam, bahkan setelah pada 29 Agustus 2011 polisi menyatakan Daesung bebas dari semua tuduhan, rasa bersalah tidak pergi begitu saja. Secara hukum Daesung memang tidak bersalah, tetapi fakta bahwa seorang manusia kehilangan nyawa pada malam itu tetap membebaninya.

“Aku ada di sana. Aku bagian dari kejadian itu. Itu tidak akan pernah hilang,” ucapnya.

BIGBANG dan VIP yang Selalu Menghibur

Rekan-rekan BIGBANG, terutama G-Dragon, mengakui bahwa mereka sangat khawatir. G-Dragon mengingat bagaimana Daesung menjadi sulit dihubungi. Telepon tak terjawab, pesan tak dibalas. 

“Dia menolak bertemu, menolak dihibur,” kenang G-Dragon. 

Bagi Daesung, dukungan justru terasa seperti kemewahan yang tidak pantas ia terima. “Saat itu aku merasa, aku tidak pantas dihibur. Aku pantas dihukum,” katanya.

Di tengah semua itu, ada satu sosok yang memberikan sedikit cahaya. Dia adalah pengemudi taksi yang terlibat dalam kecelakaan malam itu. Alih-alih marah, sopir itu menatap Daesung dan berkata dengan tenang, “Kecelakaan seperti ini bisa terjadi pada siapa saja. Katakan saja apa adanya, orang akan mengerti.” 

Kata-kata itu menembus kabut pekat di pikiran Daesung. Ia menggambarkannya sebagai secercah kehangatan di saat ia merasa seluruh dunia membencinya.

Daesung speak up di SBS Healing Camp

Meski begitu, perjalanan kembali ke titik terang bukanlah hal yang mudah. Daesung menghabiskan berminggu-minggu di kamarnya, nyaris tidak keluar kecuali ke gereja. Ia tidak makan teratur, tidak tidur nyenyak, dan lebih sering duduk termenung memandangi dinding kosong. “Perutku tidak merasa lapar. Tubuhku seperti mematikan rasa itu,” kenangnya.

Tekanan dari media juga tidak berhenti. Setiap perkembangan kasusnya menjadi headline, sering kali dengan narasi yang mengabaikan fakta investigasi. Foto-foto Daesung diambil dari sudut yang memperkuat kesan negatif. Beberapa media bahkan menyorot ekspresinya yang muram saat meninggalkan kantor polisi, seolah itu bukti kesalahannya.

Di sisi lain, VIP berusaha memberikan dukungan. Surat-surat dikirim ke kantor YG Entertainment, berisi kata-kata penghiburan dan doa agar Daesung tetap kuat. Namun, untuk waktu yang lama, Daesung tidak sanggup membaca satu pun. 

“Aku tidak ingin membaca sesuatu yang baik tentang diriku. Rasanya seperti aku mencuri kebaikan itu,” katanya.

Sanksi Sosial Terus Berlanjut

Keputusan polisi untuk menutup kasus tanpa dakwaan memang menjadi akhir dari proses hukum, tetapi tidak menjadi akhir dari hukuman sosial yang Daesung rasakan. Di Korea Selatan, opini publik bisa lebih keras dari vonis pengadilan. Bagi sebagian orang, fakta bahwa ia terlibat dalam peristiwa yang menyebabkan kematian sudah cukup untuk menghapus semua pencapaian sebelumnya.

Masa hiatu Daesung berlangsung hingga November 2011. Ketika kembali, ia tidak langsung tampil di acara musik atau variety show. Ia memilih jalur yang lebih tenang, memulihkan diri pelan-pelan. 

Rekan satu grupnya di BIGBANG memberi ruang sekaligus perlindungan. Mereka tidak memaksa Daesung untuk kembali menjadi sosok ceria seperti dulu, tetapi menemaninya hingga ia siap. Konser BIGBANG BIG SHOW 2011 adalah penampilan perdana Daesung. Dia membawakan lagu “Baby Don’t Cry” pre-release untuk pertama kalinya.

Di Healing Camp, Daesung mengaku bahwa proses ini membuatnya menyadari betapa rapuhnya kesehatan mental seseorang ketika berada di bawah tekanan publik. “Aku selalu berpikir aku kuat. Tapi malam itu dan hari-hari setelahnya menghancurkan semua keyakinan itu. Aku belajar bahwa siapa pun bisa runtuh,” ujarnya.

Sampai hari ini, kecelakaan itu tetap menjadi bagian dari cerita hidup Daesung. Itu adalah pengingat akan pentingnya empati, keselamatan, dan kesadaran bahwa hidup bisa berubah dalam sekejap. Daesung tidak pernah mencoba menghapus masa lalu itu, tetapi memilih untuk membangun hidup baru di atasnya.

Sayap untuk Daesung

Ketika BIGBANG bersiap untuk comeback lewat mini album ALIVE pada Februari 2012, hampir setahun setelah insiden kecelakaan Daesung, G-Dragon sebagai leader dan prodiser utama, memberikan sebuah lagu solo berjudul “Wings” untuk Daesung dan menempatkannya di album ALIVE.

Lagu “Wings” menjadi semacam pelukan diam-diam dari seorang sahabat, abang, sekaligus leader grup untuk Daesung, member yang baru saja melewati masa tergelapnya. Di “Wings,” Daesung menyanyikan lirik yang penuh metafora kebangkitan:

“Even if I fall and my wings get torn, I will fly again with my broken wings.”

Daesung – Wings (Japanese Version)

Pesan ini terasa seperti dorongan personal bahwa meskipun ia sempat jatuh, ia masih punya kekuatan untuk bangkit. G-Dragon seakan berkata pada Daesung lewat lagu ini, “Aku percaya kamu bisa kembali terbang.”

Bagi penggemar, Wings menjadi titik balik emosional. Saat pertama kali dibawakan live, banyak VIP menangis karena menyadari pesan di balik lagu itu. Melihat Daesung berdiri di panggung lagi, tersenyum sambil menyanyikan kata-kata yang penuh kekuatan, adalah bukti bahwa ia benar-benar menemukan cara untuk membuka kembali sayapnya.

Daesung – Wings (Korean Version)

Luka yang Menjadi Sumber Kekuatan

Kesalahan, bahkan yang tidak disengaja, bisa mengubah hidup selamanya. Kita tidak selalu bisa mengontrol peristiwa, tapi kita bisa mengontrol bagaimana kita meresponsnya.

Daesung memilih menghadapi rasa bersalah itu, mengakuinya, dan hidup dengan kesadaran penuh akan akibatnya. Baginya, bangkit adalah proses panjang. Tidak ada “kembali seperti semula.” Yang ada adalah “kembali dengan bentuk baru” yang lahir dari luka lama.

Hari ini, senyum lebar Daesung di atas panggung mengingatkan kita bahwa manusia bisa bangkit dari titik terendah. Sebagai manusia, sulit rasanya kita melupakan masa lalu. Butuh waktu, tapi kita bisa berdamai ketika belajar hidup dengannya.

Tragedi Mei 2011 akan selalu menjadi bagian dari hidup Daesung, tetapi bukan akhir dari ceritanya. Ia membuktikan bahwa bahkan dari malam tergelap sekalipun, seseorang bisa menemukan cahaya dan membaginya dengan dunia.

Share:

Leave a Comment