https://www.googletagmanager.com/gtag/js?id=G-8K50HN0MMT window.dataLayer = window.dataLayer || []; function gtag(){dataLayer.push(arguments);} gtag(‘js’, new Date()); gtag(‘config’, ‘G-8K50HN0MMT’);

Parenting Anak Ala Kakek Nenek yang Rentan Konflik


Parenting anak atau pola asuh anak terbaik tentu saja bersama orang tua. Sayangnya sejumlah kondisi menyebabkan banyak pasangan menitipkan sementara anak-anak mereka yang masih kecil kepada orang tua atau mertua. Alasan terbanyak karena suami istri sama-sama bekerja mencari nafkah keluarga.

Beberapa waktu lalu saya membaca curhatan seorang teman di salah satu komunitas whatsapp grup ibu menyusui yang saya ikuti. Mba Indah (bukan nama sebenarnya) bercerita betapa kesalnya ia pada ibu mertua yang memberikan anaknya susu formula.

Sambil mengasuh si kembar di rumah, saya ikut membaca curhatan Mba Indah yang ternyata bekerja sebagai seorang karyawan bank swasta di Surabaya.  Rumahnya kebetulan dekat dengan ibu mertua.

Setiap hari Mba Indah menitipkan bayinya yang masih berusia lima bulan kepada ibu mertua. Biasanya Mba Indah membekali puteranya dengan beberapa botol ASIP (ASI Perah) juga susu formula. Susu formula bisa diberikan jika ASIP keburu habis sebelum Mba Indah pulang kerja untuk menyusui bayinya.

Betapa terkejutnya Mba Indah suatu hari menemukan masih banyak botol ASIP terisi penuh, sementara takaran susu formula di dalam kaleng jauh berkurang. Mba Indah pun bertanya baik-baik pada ibu mertuanya, kenapa bayinya tidak banyak minum ASI.

Ibu mertua memberi jawaban yang membuat hati Mba Indah panas. โ€œSi Dimas (bukan nama sebenarnya) nangis terus. Susu kamu kayaknya keenceran, gak bikin dia kenyang. Begitu ibu kasih dot, dia langsung diam, tidurnya lama.โ€

Seketika Mba Indah mendidih. Kepalanya seperti asap yang keluar dari cerobong kereta api. Dia hanya bisa mengelus dada dan membawa pulang bayinya dengan ASIP yang masih tersisa.

Curhatan Mba Indah seperti membuka luka ibu-ibu lain di WA grup yang pernah mengalami hal serupa. Saya masih bertahan menjadi silent reader alias baca doang, tapi gak mau komentar.

Mba Niken (bukan nama sebenarnya) menerapkan metode MPASI (Makanan Pendamping ASI) no gulgar (no gula garam) kepada anak kembarnya sampai berusia 2 tahun. Aturannya ambyar seketika saat sepulang kerja menemukan bekas cokelat di bibir kedua anak kembarnya. Ibunya (si nenek) ternyata diam-diam memberikan roti lapis selai cokelat untuk kedua cucunya.

Si nenek dengan santainya bilang, “Ibu tadi kasih Nanda Nando (bukan nama sebenarnya) roti cokelat, soalnya makannya sedikit. Mereka suka banget loh.”

Seketika Mba Niken ingin terbang menembus lapisan atmosfer, mulai dari troposfer sampai eksosfer. Dia bukannya marah pada roti selai cokelat yang lezat itu. Dia marah karena jelas-jelas jauh hari sudah berpesan pada sang ibu bahwa anak-anaknya belum boleh diberikan makanan dengan kandungan gula tinggi sebelum dua tahun.

Untuk mencari aman, si nenek berkilah dia bahkan sudah memberikan Mba Indah donat, teh, bahkan icip-icip kopi manis sejak usia setahun. Amsyong deh!

KESALAHAN POLA ASUH ANAK ALA KAKEK NENEK

Kasih sayang kakek nenek kepada cucu dalam banyak hal bisa menjadi anugerah, namun di lain hari bisa juga menjadi musibah.

(Ya Allah, maafkan Emak Baim ngomong begini).

Dokter Spesialis Anak dari California University, J Lane Tanner mengatakan peran kakek nenek bukan untuk menentang pengasuhan orang tua, melainkan menyesuaikan diri dengan gaya pengasuhan orang tua terhadap anak. Orang tua yang mendelegasikan wewenang kepada kakek nenek atas cucu, bukan sebaliknya.

Dr Tanner mengatakan kakek nenek bisa menjadi orang pertama yang mengambil keputusan jika orang tua anak sedang tidak berada di rumah, ketika perilaku cucunya secara langsung berakibat buruk terhadap mereka, ketika hal itu menyangkut faktor keselamatan, atau ketika anak melanggar aturan dasar yang diterapkan kedua orang tuanya di rumah.

Foto: Pixabay

Apa saja sih contoh kesalahan pola asuh anak ala kakek nenek yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari? Berikut beberapa contohnya.

1. Membebaskan cucu makan makanan manis

Anak kecil mana sih yang gak suka makanan manis? Donat, cokelat, es krim, permen, bubble drink, yupi gummy, permen karet, lolipop.

Di rumah, kita boleh saja ketat menerapkan aturan dilarang makan cokelat dan makanan dengan pemanis tambahan. Di rumah nenek? No rules. Si cucu bebas menjarah seisi kulkas nenek yang kadang sengaja diisi ulang begitu tahu cucu-cucu dan anak menantunya akan datang berkunjung

2. Melangkahi otoritas orang tua

Kakek nenek akan lebih sering memberi ciuman dan pelukan untuk cucunya, ketimbang menghukum atau mendisiplinkan cucu seperti orang tua.

Kita menegur anak lantaran melempar mainan sembarangan. Eh, neneknya malah negur kita, gak boleh marah-marah sama cucunya. And, you know what? Marahin kita di depan anak kita sendiri. Haduuuuh.

Emak nyuruh si abang berhenti main buat tidur siang. Ujug-ujug kakeknya datang bilang, โ€œGak papa gak tidur siang, kan hari Minggu. Lagi asik mainnya tuh, biarin aja dulu!โ€ Seketika detak jantung emak melaju cepat.

3. Menuruti semua keinginan cucu

Kakek nenek sering menuruti semua keinginan cucunya. Uang tak jadi masalah. Selama cucunya senang, minta apa aja dikasih.

Kakek nenek sering menuruti semua keinginan cucu (Foto: Pixabay)

Kadang heran ya? Dulu pas ayah ibu membesarkan kita, mereka disiplin dan ketat banget sama rules mereka. Kok giliran setelah jadi kakek nenek mereka jadi lumer sama cucu, kayak roti gabin disiram air panas?  ๐Ÿ˜† 

Apa saja maunya cucu dibelikan. Minta mainan ini? Boleh. Minta makanan minuman ini? Beliin. Minta pergi ke sana? Temenin.

4. Membandingkan pola pengasuhan lama

Ini adalah senjata pamungkas kakek nenek kalo udah kejepit. Mereka akan bernostalgia menceritakan masa kecil membesarkan anaknya.

“Dulu suami kamu usia empat bulan sudah ibu kasih makan loh. Umur setahun udah icip-icip kopi dan teh, biar badannya kuat.”

Duuuh, rasanya pengen nelen pisang molen sebaskom.

5. Tanpa sadar mengubah cucu menjadi diktator kecil

Kebanyakan anak yang terlalu lama tinggal di rumah kakek nenek akan berubah menjadi diktator kecil begitu kembali ke rumah orang tuanya.

Ini karena selama di rumah kakek nenek mereka amat dimanja, diberikan apa saja yang diminta, dituruti semua kemauannya. Anak bersikap tak ubahnya seperti pangeran kecil yang bisa perintah sana perintah sini dan simsalabim! minta apa saja langsung tersedia di depan mata.

Baca Juga: Disiplinkan Perilaku Anak bukan Emosinya!

Kembali ke rumah membuat anak mau tak mau harus kembali ke pola asuh anak ala orang tua. Jika dirasa ada yang berbeda, tak jarang anak akan protes, bahkan menjadi pemberontak kecil.

CEGAH KONFLIK PARENTING ANAK DENGAN ORANG TUA

Kakek nenek mempunyai sudut pandang dan cara sendiri memberikan kasih sayang kepada cucu. Ini yang kerap membuat kita sering bersitegang dengan nenek karena anak sangat dimanjakan.

Ketika orang tua kita, apakah itu ibu bapak kandung atau ibu bapak mertua memberikan saran, nasihat, masukan tentang pola asuh anak, langkah pertama yang harus kita lakukan adalah dengarkan mereka dengan baik.

Jangan langsung berpikir ibu mertua kita secara gak langsung berkata, “Kamu gak tahu apa-apa soal ngurus anak,” atau “Kamu salah melakukan itu.” Sadari bahwa orang tua kita maksudnya pasti baik.

Apa saja hal yang bisa dilakukan untuk mencegah konflik parenting anak dengan orang tua? Berikut beberapa di antaranya.

1. Jangan terlalu defensif

Ibu mana pun wajar defensif ketika ditawari saran ini itu terkait pola asuh anak. Namun, kakek nenek mana sih yang mau mencelakai cucunya? Mungkin sudut pandang kita saja yang perlu disesuaikan.

Jangan terlalu defensif mendengarkan saran orang tua. Kadang tanpa kita sadari kita lebih percaya saran dari teman yang sama-sama baru punya anak pertama ketimbang saran dari orang tua kita yang melahirkan kita.

Kakek nenek pastinya tahu satu dua hal tentang parenting anak. Mengapa tidak serap ilmunya yang sesuai dan masih relevan? Toh semua mereka lakukan untuk kebaikan cucunya.

2. Suami istri harus kompak

Suami istri harus kompak tentang cara membesarkan anak. Keduanya harus menjadi satu kesatuan, bahkan ketika kakek nenek mengintervensi pola pengasuhan secara berlebihan.

Foto: Pixabay

Ketika orang tua sudah kompak, kakek nenek biasanya mengikut saja. Apabila ada saran orang tua kita yang tak bisa diterima atau tak masuk akal, jelaskan baik-baik. Sampaikan bahwa kita memilih cara berbeda, namun nasihat dan bantuan dari kakek nenek tetap dibutuhkan.

3. Jelaskan dengan senyuman

Punya bayi adalah momen bahagia seluruh keluarga, bukan hanya orang tua, tapi juga kakek nekek, om tante, paman bibi si bayi. Ketika orang tua kita memberi saran, dengarkan sambil tersenyum, kemudian lakukan apa yang terbaik menurut kita.

Contoh kasus, kakek nenek menanyakan hal sepele, seperti kok si kecil gak pakai sarung tangan? Kok si kecil gak dibedong? Kok si kecil gak dipakaikan gurita? Kamar bayinya dicat warna pink dan biru saja, ya? Endebla endeblu endeblessss!

Tak perlu marah mendengarkan rentetan pertanyaan ini sebab itu hanya membuang energi. Sebagai gantinya, berikan jawaban logis atau standar sehingga kakek nenek mendapatkan intinya, seperti, “Makasih ma pa sarannya, akan kami pertimbangkan.”

Saat orang lain memberikan nasihat, bukan berarti kita mentah-mentah harus menerima atau menolaknya, meski yang menasihati itu adalah orang tua kita sendiri. Banyak belajar, banyak tahu yaaa.

4. Sabar ketika sesekali aturan dilanggar

Akan ada saat ketika kakek nenek melakukan apa yang menurut mereka terbaik untuk cucunya, tapi tidak buat kita sebagai orang tua.

Si nenek tiba-tiba membuatkan sebotol susu formula dan memberikan kepada cucunya yang sedang menangis, di tengah usaha keras ibu menyusui eksklusif. Kakek memberikan donat kepada cucunya sebagai camilan di malam hari, padahal anak kita sudah menyikat gigi.

Ada kalanya kita menegur anak karena berteriak, namun ibu kita malah menegur kita di depan anak kita. Sabarlah jika sesekali rules kita dilanggar.

Jelaskan harapan kita kepada orang tua terkait pola asuh anak (Foto: Pixabay)

Saatnya untuk melakukan percakapan serius. Duduklah dengan tenang ketika kita menjelaskan hal tersebut kepada orang tua kita. Pastikan nada bicara dan sikap kita tetap menunjukkan rasa hormat dan cinta, bukan justru mengonfrontasi orang tua.

Jika bicara tatap muka tidak bisa, kirimlah pesan panjang melalui whatsapp, atau berbicara melalui telepon. Jelaskan harapan kita kepada orang tua kita. Insya Allah mereka akan menghormati pilihan anaknya.

5. Maklumi orang tua dalam kondisi tertentu

Ada loh kakek nenek yang enggan membersihkan kotoran cucunya. Ada juga kakek nenek yang tidak suka lama-lama menggendong cucunya yang sedang menangis.

Itu bisa terjadi karena memang kakek nenek khawatir jika mereka lama-lama menggendong cucu, misalnya takut salah posisi gendong, takut cucunya salah urat, dan alasan lainnya yang mungkin terbilang lucu.

Namun, tak perlu mempertanyakan hal itu. Biasanya kakek nenek akan senang hati bermain dengan cucunya seiring bertambahnya usia si kecil, misalnya saat anak kita sudah beranjak delapan bulan dan tengah asik-asiknya merangkak ke sana kemari.

Kakek nenek tidak wajib membantu merawat cucu, namun bersyukurlah jika mereka menawarkan bantuan.

6. Tentukan aturan wajib dan aturan yang bisa dilonggarkan

Tentukan aturan wajib yang benar-benar harus dipatuhi dan aturan yang bisa dilonggarkan. Nenek bersikeras ingin memberi cucunya yang masih belum enam bulan dengan air putih? Katakan tidak. Nenek bersikeras ingin menengkurapkan bayi di atas tubuhnya? Katakan ya, boleh.

Baca Juga: Mengontrol Anak Berlebihan Itu tidak Baik, Bunda!

Kakek ingin membiarkan cucunya sedikit lebih lama menonton TV? Katakan ya, boleh. Selama itu tidak berlebihan dan masuk akal, kita bisa berkompromi.

7. Gaya pengasuhan lama tak selalu kudet

Ilmu pengasuhan anak semakin ke sini semakin berkembang. Metode orang tua terdahulu sering dianggap tidak relevan lagi, kurang update alias kudet.

Namun, ingat, orang tua kita jelas lebih berpengalaman. Beberapa saran dari mereka mungkin masih benar-benar bermanfaat dan masih kekinian. Kadang kakek nenek lebih tahu yang terbaik.

Contoh sederhana? Debat bayi pakai sarung tangan dan kaki.

Kakek nenek mungkin bersikeras bayi tetap harus pakai sarung tangan dan kaki dua bulan pertama, sementara kita berprinsip sarung tangan tak diperlukan, sebab indra perasa dan motorik bayi jauh lebih cepat berkembang tanpa balutan sarung tangan.

Kita bisa mengikuti saran kakek nenek, namun tidak harus selama itu. Kita bisa sepakat memakaikan si kecil sarung tangan satu bulan pertama, atau ketika kuku tangan dan kaki bayi sudah bisa dipotong.

Ini untuk menghindari bayi kita tanpa sadar menggaruk dan melukai wajahnya sendiri. Kita juga bisa tetap mengenakan sarung tangan dan kaki di malam hari dengan tujuan supaya si kecil tetap hangat.

Banyak lagi mitos perawatan bayi yang mungkin masih dipercaya oleh orang tua kita, seperti pakai gurita, kopi untuk mengatasi kejang, cabe rawit untuk lesung pipit, koin untuk pusar bodong, cukur rambut sampai plontos, dan sebagainya. Pandai-pandailah memilah semua itu.

8. Ajak ke dokter anak

Jika kakek nenek bersikeras melakukan sesuatu dengan cara mereka, misalnya terus menganjurkan memberi makan si kecil sebelum berusia enam bulan, maka kita membutuhkan orang ketiga yang benar-benar kompeten memberi jawaban.

Ajak kakek nenek ke dokter sekaligus konsultan kesehatan anak. Biarkan dokter berbicara dan menjelaskan semua itu kepada orang tua kita. Dengan cara ini, kakek nenek tidak merasa diabaikan atau disalahkan. Konflik pun terhindari.

TERIMA KASIH KAKEK NENEK!

Saya yakin orang tua kita, meski pun usianya sudah tua, diam-diam tanpa sepengetahuan kita belajar banyak soal parenting anak untuk diterapkan kepada cucu-cucunya. Saya secara pribadi pernah menemukan history di HP ibu saya yang membuat saya terharu.

Pengalaman ini saya temukan saat ibu empat bulan pertama setelah kelahiran menemani saya di Bali. Ibu ternyata mencari keyword โ€˜aturan susu formula untuk bayiโ€™ di Google. Saya yakin itu karena saya sangat cerewet mengingatkan ibu tidak terlampau sering memberikan susu formula untuk si kembar.

Ya, produksi ASI saya pada dasarnya cukup. Namun, karena saya mempunyai anak kembar, terkadang ASIP pun habis lebih cepat. Saya terpaksa menyelingi kembar dengan susu formula, namun tetap mengoptimalkan menyusui (direct breastfeeding).

Saya pernah menyayangkan ibu saya karena tidak membangunkan saya untuk menyusui Rangin yang menangis. Ibu membuatkan susu formula karena melihat saya tertidur lelap. Takarannya pun berlebih satu sendok.

Padahal sebelumnya saya sudah berpesan demikian kepada ibu. Saya mengerti, ibu melakukan itu karena tak tega melihat saya kelelahan begadang tiga bulan pertama.

Well, saya yakin orang tua yang membaca tulisan ini punya lebih banyak cara untuk berkompromi dengan pola pengasuhan anak ala kakek nenek. Semoga berkenan berbagi pengalaman Anda di kolom komentar.


31 responses to “Parenting Anak Ala Kakek Nenek yang Rentan Konflik”

  1. Aku sih mengikuti koq aturan main ortu terhadap anak mereka. Malahan sering saling sharing informasi dari internet.
    Sedih sebenernya baca artikel yg seolah menyudutkan kakek-nenek ttg pola asuh ke cucu. Mungkin common begitu yah…Wkwkwk…

    Like

  2. Setiap orangtua pasti punya cara yg berbeda2 ya mbak dalam hal pengasuhan anak. Btw, maksudnya pusar bodong yg spt apa mbak? Baru denger saya

    Like

    • Pusar bodong itu tali pusarnya sedikit keluar dari lobang perutnya mba. Biasanya sih bakal menutup sendiri kalo sudah lepas. Cuma kan yang namanya orang tua zaman dahulu kuatir banget pusar anak atau cucunya bodong, jadi pada inisiatif tiap hari nempelin koin ke pusar anaknya. Padahal, ilmu kesehatan melarang. Koin itu justru mengandung kuman dan bisa mengiritasi pusar bayi yang masih kecil. Hehehe.

      Like

    • Terima kasih infonya, ini jadi masukan untuk saya yang belum punya anak, kebetulan saya dan ortu juga mertua tinggal di negara berbeda dan kemungkinan akan membesarkan anak secara mandiri tanpa campur tangan mereka.

      Like

    • Hahahaha. Nenek saya (ibunya ayah saya) persisss sama. Kami cucu-cucunya malah takut sama nenek. Tapi kalo nenek saya yg dari ibu justru kebalikannya. Makanya sayang banget sama nenek saya yg satu itu.

      Like

  3. Banget Mba Mutia..

    Haha, dulu kakakku pernah nelongso pas MPASI anaknya dikasih garem biar gurih kata neneknya. Biar lahap makannya. Hahaha kalo inget itu aku ketawa.. memang kakek nenek gak bisa salah.

    Terus aku pun pernah merasa gimana gitu pas anakku yang 1 tahun dicekoki Chunky bars sama atoknya (ayahku).
    Padahal ya Mba, dulu pas aku kecil, ayahku itu gak mau gigi kami rusak. 6 Bulan sekali ke dokter gigi periksa. Dan sangat menjaga asupan gula kayak coklat dan permen. Entahlah apa yang merasuki ayahku hingga sayang ke cucu sampe begitu..

    #eeeh..

    Tapi aku coba bersikap
    “Ya udahlah sekali-sekali.. bukan racun juga..”
    Biar gak pusing karena saat itu memang sedang menginap di rumah ayah.

    Like

  4. Masalah pola pengasuhan memang sering menjadi bahan argumentasi. Suami istri saja ada konflik, apalagi ini nenek dan kakek. Tapi hal ini bisa diminimalisir dengan berbagai cara seperti di artikel ini.

    Like

    • Terima kasih Mba Lisa sudah berkunjung dan ikut sumbang komentar. Betul mba, intinya semua ada di kemauan untuk berkomunikasi dan bertatap muka ngomongin sama-sama biar enak. Kadang kan salah satu pihak atau justru kedua pihak terlampau segan atau malah gengsi (beda-beda tipis). Hihihi

      Like

  5. turut prihatin. bayangan seperti itu, sudah saya prediksi juga akan terjadi kalau keluarga saya tinggal di rumah orgtua. itu sebab, kami mengambil langkah ekstrem utk menjauh dari kedua orgtua kami masing2, dengan alasan mau mandiri. alhamdulillah, kami bisa mengatur semuanya sendiri, meski juga tidak mudah. semoga segera mendapat solusi, bagi keluarga yang masih berbeda pandangan dg ortu/kakek-neneknya

    Like

    • Kalo saya justru ibu saya sendiri yg memberi nasihat seperti itu. Ibu bilang, jauh di mata, dekat di hati. Kadang menantu yg jauh lebih disayang daripada menantu yg dekat. Meski kondisi ini tidak bisa dipukul rata untuk semua keluarga.

      Like

  6. Bukan hanya kakek-nenek yang harus mengerti bahwa dunia parenting telah berubah. Anak dan menantu juga harus sabar menghadapi 2 orang terkasih yang tertatih-tatih belajar memahami perubahan dunia.
    Jadi intinya sama-sama, berkomunikasi denga baik.

    Liked by 1 person

  7. Kalo berbicara pola asuh kakek nenek bener banget si mereka sering memanjakan si anak, tak heran juga kalo banyak ditemui kasus anak lebih dekat dg kakek atau nenek dibanding orangtua. Tapi pola asuh orangtua juga mempengaruhi si, kalo mereka otoriter ya si anak pasti memilih nenek kakek dibanding mereka.

    Like

  8. hihi saya no komen aja lah kalau ada yang ngeluh karena perbedaan pola asuh ortu dengan kakek nenek. Pasti ada plus minusnya memang menitipkan anak pada kakek neneknya.

    Like

  9. Pe Er banget nich kak… pola asuh ortu dengan kakek nenek yang terkadang bertentangan… yah mau ga mau (saya)… membatasi interaksi anak dengan kakek nenek setiap minggu saja… dan bersama kami selaku ortunya… jadi kakek nenek sedikit banyak paham pola asuh yang kami berikan

    Like

  10. Memang yang aku rasakan sepertinya kakek nenek dari anak ku berlebihan, apalagi anak ku adalah cucu pertama dari mertuaku.

    Sering sekali apa yang aku ajarkan ke anak selalu tertepis oleh mertua.

    Salah satu contoh ketika anak ku minta jajan, kalo aku selalu aku tawar untuk memilih jajanan yang sehat dan mengenyangkan, ga boleh bi ciki ciki.

    Tapi mertuaku memberikan jor joran tanpa ada batasan, jadinya anak ku keasikan.

    Ketika aku diskusikan ke mertua, malah jawabannya, biarkan saja kan masih anak anak. Hmmmm, ini yang kadang membuat aku kecewa.

    Like

  11. Dilematis sebetulnya kalo soal begini. Di satu sisi ada kebutuhan nafkah yang mesti ditambah. Disisi yg lain ada anak yang perlu dijaga.
    Meski ortu secara sukarela, bahkan sangat senang dititipi anak, tapi iya gitu banyak konflik yang terjadi.

    Like

  12. Itu pas waktu โ€œMbak Indah kecil dikasih kopi, dllโ€ agak ngakak juga. Disatu sisi, emang bener sih zaman dulu ya gak apa2 juga usia 6 bulan kurang dikasih pisang. Yang gak dipahami oleh org tua, zaman udah berubah. Lingkungan makin rusak, yang membuat manusia rentan, bahkan sejak bayi.

    Secara psikologis juga, kehadiran cucu merupakan dambaan ortu kita, yang di usia senjanya pengin kehadiran anak kecil lagi, tapi usia reproduksi sudah usai.

    Sedih juga sihโ€ฆ

    Like

  13. Tulisan ini bernas sekali, pengetahuan yang sangat berguna bagi saya jika sampai masanya. Insyaa Allah. Tapi meskipun belum punya anak, saya mengamini beberapa poin yang Mbak Mutia tulis, pasalnya saya pernah melihat cara nenek saya mengasuh sepupu ketika beliau masih hidup dulu.

    Like

  14. Tapi yang jadi pertanyaanku kenapa cara asuh kakek nenek ke cucu tu beda dengan cara asuh anak-anaknya jaman dulu? Aku yang belum menikah juga akan consider nanti anakku di asuh kakek nenek kecuali kalau mepet2 banget.

    Like

    • Perubahan jaman menjadikan pola asuh akan bergeser mba. Misalnya jaman dulu, ortu kita mungkin sulit keuangan shg berusaha untuk memberikan makanan sampingan (jajanan tradisional) ke keluarganya. Nah, saat ini jajanan yg ada kebanyakan nggak sehat (tinggi gula, MSG dan kalori misalnya).. shg kita sbg ortu jaman now, udah waktunya membatasi ngasih jajanan ke anak. Tetapi kakek nenek (ortu kita) masih pakai cara di jaman beliau2. Shg gak klop.

      Like

  15. Itulah kakek nenek, saat kita coba diskusikan eh kadang malah kita yg disalahkan. Bilang gak apa2 lah, padahal kitanya mau mendidik anak2 kita lebih baik. Mereka (kakek-nenek) terlalu sayang ke cucu kali ya

    Like

  16. memang banyak kenyataan begini. Tap gak hanya berlaku ketika diasuh kakek nenek juga lho. Misalnya main kerumah tetangga, pulang-pulang sikapnya bisa aja berubah drastis

    Like

  17. Perbedaan pola asuh antara kita dan orangtua memang tidak bisa dipungkiri, tetapi bukan berarti kita tidak memahami keinginan kakek dan nenek. Justru ini menjadi tambahan ilmu kemudian di pilih yang yang sebaiknya dilakukan untuk anak-anak kita.

    Like

  18. Bagi yang tidak tahu, mereka bisa saja memberikan makanan not recommended kepada sang anak di bawah 2 tahun. Kalau di tempat saya, malah bukan hanya makanan manis tinggi gula dan garam. Jajanan di pinggir jalan pun dikasih asal anak diam

    Like

  19. jadi refleksi kembali baca blogpost ini. Memang kadang lucu ya, ortu bisa sangat strict sama anaknya tapi kalau sama cucunya jadi lembek. Ortu padahal tegas demi mendidik tapi tetep aja buat si kakek nenek itu over galak. Hahaha

    Like

  20. Anakku malah dikasih kopi tiap hari katamya biar ga step. Aku ga bisa kontrol karena aku kerja.
    Udah tak kasih tau kalau itu mitos. Tp sana anggepannya gimana gt

    Like

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Blog at WordPress.com.