https://www.googletagmanager.com/gtag/js?id=G-8K50HN0MMT window.dataLayer = window.dataLayer || []; function gtag(){dataLayer.push(arguments);} gtag(‘js’, new Date()); gtag(‘config’, ‘G-8K50HN0MMT’);

Masjid Al Ikhlas Ngurah Rai: Berpuisi dalam Cahaya


Masjid kubus itu sekilas mengingatkan kita akan Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah. Apalagi saat suara azan menggema memanggil untuk datang beribadah. Al Ikhlas merupakan masjid megah berbentuk kubus yang berada di lingkungan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali.

“Dulu itu kan awalnya masjid juga masuk kawasan bandara. Namun, karena ada perluasan, ya dipindahkan dan dibuatkan masjid baru,” kata Ridwan Kamil, arsitek Masjid Al Ikhlas yang juga Wali Kota Bandung diwawancarai suatu hari. 

masjid al ikhlas
Foto: Harri Baskoro Adiyanto
masjid al ikhlas
Foto: Bali Muslim

Masjid Al Ikhlas diresmikan Juni 2014. Awalnya masjid kecil ini ada di dalam kompleks perkantoran operator PT Angkasa Pura. Sejalan dengan proyek pengembangan Ngurah Rai menjadi bandara internasional, masjid ini pun direnovasi dari yang awalnya hanya 144 meter per segi menjadi 503 meter per segi di atas lahan seluas 2.963 meter per segi. Kini, masjid ini berdaya tampung 700-800 jamaah.

Mirip Ka’bah

Ada sejumlah keunikan Masjid Al Ikhlas yang memfasilitasi peribadahan pengunjung Muslim di sekitar Bandara Ngurah ini. Pertama, masjid ini tidak memiliki kubah, mirip Ka’bah berbentuk kubus.

Masjid ini tidak didesain dengan ornamen macam-macam, tetapi pesonanya memunculkan filosofi Islam yang kental. Daya tarik masjid ini, kata Kang Emil terletak pada suasana tenangnya.

“Saya suka dengan suatu konsep yang sederhana dan memberikan ketenangan bagi orang yang ada di dalamnya,” katanya.

Bentuk kubus atau persegi adalah salah satu simbol meditasi yang diajarkan kaum sufi. Ini bermakna ‘menunggu’ atau ‘pengendalian.’ Ada juga yang mengatakan kubus adalah bentuk tiga dimensi paling sederhana.

Kubus juga menggambarkan kerendahan hati manusia dan kekaguman manusia pada keagungan Allah yang keindahannya tiada tandingannya di dunia ini, mengalahkan keindahan arsitektur apapun di Bumi.

Kedua, masjid ini ramah lingkungan. Selain menghadap ke lapangan rumput hijau dan taman di sekitarnya, masjid ini juga dikelilingi pepohonan.

masjid al ikhlas
Foto: Muslim Bali Tours

Menurut Kang Emil, rancangan masjid sebenarnya sama dengan masjid-masjid lainnya. Namun, konsep masjid ini lebih kepada bangunan modern. Selain itu, karena lokasi masjid ini di Bali, ia tak ingin melepaskan ciri khas Bali, yang kering dan tropis.

“Jadi, untuk temanya ‘Berpuisi dalam Cahaya,’ saya sebut demikian,” katanya.

Pergantian Cahaya

Keunikan ketiga adalah desain dindingnya yang berkonsep ecobuilding. Kang Emil mewujudkan temanya di sekujur masjid. Ia membuat lubang-lubang alami dengan pola-pola yang selain berfungsi sebagai ventilasi udara, juga memiliki nilai seni.

Dengan begitu, masjid tidak membutuhkan pendingin ruangan, apalagi lampu penerangan pada siang hingga sore hari. Pada setiap waktu shalat yang berbeda, cahata yang masuk alami berbeda-beda pula.

“Saya senang kalau shalat itu mengatur cahayanya alami,” katanya.

Ini, menurut Kang Emil menjadi bagian dari kalimat Allah bahwa keindahan paling istimewa itu datang dari Allah. Keempat, warna masjid ini klasik, yaitu abu-abu serupa warna batu mengadopsi Ka’bah yang terbuat dari batu-batu keras berwarna kelabu. Ada lis pinggir hijau (sekarang merah bata) pada setiap kotak bangunan masjid ini. Pada malam hari, dari celah-celah dindingnya akan terpancar cahaya dari lampu penerangan di dalam.

“Maunya di masjid itu cahaya keindahannya ada di pagi, siang beda, begitu juga menjelang sore,” ungkap Kang Emil.

Masjid Al Ikhlas bukanlah masjid kubus pertama yang menjadi hasil rancangan Kang Emil. Ada Masjid Al Irsyad di Kotabaru, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat yang juga menyerupai kubus dan diresmikan pada 2010. Masjid Al Irsyad masuk ke dalam kategori lima besar Building of The Year 2010 oleh National Frame Building Association.

masjid al irsyad
Masjid Al Irsyad (Foto: Pak Anton Dwi Laksono)

Perbedaannya, arsitektur celah dinding Masjid Al Irsyad membentuk tulisan dua kalimat syahadat, sedangkan Masjid Al Ikhlas hanya berupa celah biasa. Tulisan ‘Laa Ilaaha Illallah Muhammadan Rasulullah’ pada masjid ini dipahatkan pada sebuah perisai yang ditempatkan di sebuah menara di sampingi kiri pintu masuk masjid ini.

masjid al ikhlas
Foto: Iben Immage & Words

Yono (52 tahun) yang menjadi salah satu marbot masjid ini mengatakan arsitektur Masjid Al Ikhlas disesuaikan dengan budaya lokal di Bali. Masjid ini sekaligus sebagai gambara nyata akan keragaman dan toleransi umat beragama di Pulau Dewata.

Yang pasti, kata Kang Emil inspirasi sosok masjid ini merupakan perjalanan hidupnya selama 17 tahun.

“Itulah inspirasi saya, tetapi yang pasti karena lihat kondisi Bali juga,” katanya.

Tantangan

Tak berbentuk masjid tradisional dan ada di dalam kompleks bandara internasional yang buka 24 jam, Masjid Al Ikhlas menghadapi tantangan berbeda. Yono mengaku acap kali menghadapi pengunjung berlaku aneh.

“Pernah sekelompok muda-mudi bawa minuman keras masuk ke lingkungan masjid. Ada juga pengunjung memakai celana pendek, tatoan, menumpang tidur, dan tidak mau keluar ketika waktu shalat,” kata Yono.

Pria asli Betawai ini bahkan pernah mendapat pengunjung yang mengaku ingin iktikaf di dalam masjid, namun akhirnya mereka memasang tenda dan tidur di dalamnya. Bahkan, ada pasangan pria dan wanita yang beristirahat bersama di lingkungan masjid tanpa diketahui status keduanya sudah menikah atau belum.

masjid al ikhlas
Foto: Bali Car Hire

Pengurus masjid pun sempat beberapa kali kecolongan. Masjid Al Ikhlas pernah kehilangan kotak amal beserta isinya. Pengelola pun pernah ditipu pengunjung yang mengaku fakir miskin dan minta dibelikan tiket pulang. Ada yang ke Semarang, Surabaya, dan Yogyakarta. Setelah dibelikan tiket bus, yang ditolong ternyata menjual tiket itu kembali.

Yono mengakui, pengunjung Masjid Al Ikhlas selalu ramai, khususnya pada Jumat. Demi keamanan pengunjung, setiap penyelenggaraan Shalat Jumat, pengelola masjid melibatkan bantuan penjagaan dari dua orang pecalang atau petugas pengaman desa adat.

Pecalang-pecalang ini memakai udeng di kepala, kemeja putih, kain poleng, yaitu kain kotak-kotak berbentuk per segi dengan keris terhunus di pinggangnya dan ada juga yang ditambah rompi bertuliskan ‘Pecalang Desa Adat.’

Setiap pekannya, hasil infak pengunjung di Masjid Al Ikhlas mencapai Rp 7-8 juta, bahkan pernah Rp 12 juta. Uang ini, kata Yono selanjutnya didonasikan pengelola masjid untuk menolong fakir miskin, anak yatim, serta dana pendidikan orang-orang kurang mampu di sekitar bandara. Sebagiannya digunakan untuk operasional karyawan. Masjid ini juga rutin mengadakan pengajian pada Selasa, Jumat, dan Minggu.

masjid al ikhlas
Tulisan ini pernah dimuat di Harian Nasional Republika, edisi Minggu, 14 Desember 2014

13 responses to “Masjid Al Ikhlas Ngurah Rai: Berpuisi dalam Cahaya”

  1. Keren tulisan nya. Sepintas mirip masjid Al Irsyad di Padalarang, kotak, tapi yang ini tanpa tulisan syahadat di dinding luarnya. Btw, berat juga jadi marbot masjid di situ, apa tidak dipasang gate/gerbang. Jadi setelah Isya gerbang masjid ditutup sampai sebelum subuh.

    Like

    • Gerbang ada, tapi masjid ini terus dibuka karena kan masjid bandara, bandara internasional pula. Penerbangan malam sampai jam 12 masih ada. Hehehe. Tapi agak tenang juga, sebab Pak Yono, sang merbot itu mantan anggota tentara, menurut ceritanya ke saya.

      Like

      • Oh ya, di masjid negara KL maupun masjid raya Medan kalau turis masuk masjid (foto2) kan dipakaikan kain penutup aurat, mungkin di sana bisa juga. Syukurlah marbot nya mantan anggota tentara, bisa tegas.😀

        Like

      • Ya, sama, di Istiqlal juga demikian, sah-sah saja turis masuk lingkungan masjid asal berpakaian sopan. Tapi kalo untuk masuk ke areal tempat shalat sepertinya agak ‘gak mungkin’ kan ya, sebab harus suci. Kalo di lingkungan sekitarnya saja boleh2 saja. Terima kasih tanggapannya mas.

        Like

      • Klo di masjid negara KL boleh masuk, tapi di dekat pintu masuk di bagian shaf wanita. Harus lepas alas kaki tentunya. Selain itu dibagi bacaan/brosur dakwah tentang Islam berbagai bahasa di dunia.

        Like

  2. Keren tulisan nya. Sepintas mirip masjid Al Irsyad di Padalarang, kotak, tapi yang ini tanpa tulisan syahadat di dinding luarnya. Btw, berat juga jadi marbot masjid di situ, apa tidak dipasang gate/gerbang. Jadi setelah Isya gerbang masjid ditutup sampai sebelum subuh.

    Like

    • Gerbang ada, tapi masjid ini terus dibuka karena kan masjid bandara, bandara internasional pula. Penerbangan malam sampai jam 12 masih ada. Hehehe. Tapi agak tenang juga, sebab Pak Yono, sang merbot itu mantan anggota tentara, menurut ceritanya ke saya.

      Like

      • Oh ya, di masjid negara KL maupun masjid raya Medan kalau turis masuk masjid (foto2) kan dipakaikan kain penutup aurat, mungkin di sana bisa juga. Syukurlah marbot nya mantan anggota tentara, bisa tegas.😀

        Like

      • Ya, sama, di Istiqlal juga demikian, sah-sah saja turis masuk lingkungan masjid asal berpakaian sopan. Tapi kalo untuk masuk ke areal tempat shalat sepertinya agak ‘gak mungkin’ kan ya, sebab harus suci. Kalo di lingkungan sekitarnya saja boleh2 saja. Terima kasih tanggapannya mas.

        Like

      • Klo di masjid negara KL boleh masuk, tapi di dekat pintu masuk di bagian shaf wanita. Harus lepas alas kaki tentunya. Selain itu dibagi bacaan/brosur dakwah tentang Islam berbagai bahasa di dunia.

        Like

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Blog at WordPress.com.