https://www.googletagmanager.com/gtag/js?id=G-8K50HN0MMT window.dataLayer = window.dataLayer || []; function gtag(){dataLayer.push(arguments);} gtag(‘js’, new Date()); gtag(‘config’, ‘G-8K50HN0MMT’);

Nasib Burung Cendrawasih di Mahkota Tuan


Seekor burung cendrawasih jantan menari membusungkan dada, melompat, dan mengibas-ngibaskan ekornya serupa kipas. Bulunya gagah coklat berkilauan. Ekornya berjuntai putih dan kuning. Maskot Papua itu tiada maksud berlagak untuk memikat manusia. Dia hanya menari untuk memancing perhatian betina yang dicintainya.

Tapi siapa sangka kehidupan damai burung ini di hutan berakhir sebagai tanda mata berupa topi yang dihadiahi untuk orang-orang penting yang berkunjung ke Papua, mulai dari aparat polisi, TNI, pejabat lokal dan pusat, anggota DPR, menteri, hingga artis. Bahkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Presiden Joko Widodo juga pernah dimahkotai topi berhiaskan bulu burung eksotis ini. 

Dari beberapa teman asal Papua di Bogor akhir pekan lalu, aku baru mengetahui betapa mengenaskannya nasib Si Cendrawasih di habitatnya. Hermalina Adolvina, temanku membagi ceritanya pada kami.

“Jumlah pejabat yang datang ke Papua sangat banyak. Satu orang pejabat mendapatkan satu topi mahkota. Artinya, satu pejabat datang, satu ekor burung cendrawasih ditangkap,” kata Hermalina.

Foto: Berita Manado
Foto: Berita Manado
Foto: Lensa Indonesia
Foto: Lensa Indonesia
Foto: Kodam 17 Cendrawasih
Foto: Kodam 17 Cendrawasih
Foto: Detik
Foto: Detik
Foto: Tribun News
Foto: Tribun News
Foto: Tribun News
Foto: Tribun News
Foto: Kompas
Foto: Kompas

Siapa yang tak naksir dengan unggas cantik ini? Keindahan bulunya memancing daya tarik beberapa manusia dungu yang memburu dan memperjualbelikannya secara ilegal.

Jual beli burung cenderawasih bukan hanya mainan hari ini atau kemarin saja, melainkan sudah terjadi sejak akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Saat itu, bulu cendrawasih menjadi tren sebagai penghias topi wanita di Eropa, sehingga banyak yang memasarkannya ke sana.

Di sisi lain, bulu cendrawasih biasa digunakan sebagai hiasan pakaian adat masyarakat pribumi Papua. Mereka menjadikan itu sebagai bagian dari kearifan lokal. Masyarakat adat menangkapi cendrawasih dengan menggunakan perangkap atau panah tradisional, sehingga tak terlalu mengganggu populasi burung tersebut. Ini masih diperbolehkan selama tak berlebihan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 5/ 1990 dan Peraturan Pemerintah No. 7/1999.

Foto: Teman Anak
Foto: Teman Anak

Aku juga tahu bahwa penyematan mahkota cendrawasih ke kepala para pejabat itu adalah satu bentuk penghormatan dari masyarakat Papua kepada mereka. Namun, sampai kapan hal ini terus dibiarkan di tengah nasib cendrawasih yang semakin langka dan terancam punah?

Peneliti Burung dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Mohammad Irham dalam sebuah diskusi mengatakan pada kami bahwa lebih dari separuh jenis cendrawasih yang ada di dunia ada di Papua. Setidaknya 35 spesies cendrawasih ditemukan di Indonesia, khususnya Papua. Jenis paling terkenal adalah Paradisaea apoda, Paradisaea minor, Cicinnurus regius, dan Seleucidis melanoleuca.

Foto: Info Hewan
Foto: Info Hewan
Foto: Kidnesia
Foto: Kidnesia
Foto: Animal World, Tumblr
Foto: Animal World, Tumblr

Konservasi cendrawasih menghadapi tantangan terbesar dari perburuan, perdagangan, dan perubahan habitat. Perburuan dilakukan secara masif dengan senjata api, bukan lagi panah atau perangkap tradisional.

“Cendrawasih adalah satwa dilindungi, sehingga segala bentuk pemanfaatannya harus ada izin khusus dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),” katanya.

Pemanfaatan burung dari famili Paradisaeidae ini, kata Irham harus mengikuti ketentuan yang berlaku. Terkait dengan penangkapan cendrawasih untuk diambil bulunya sebagai hiasan topi pejabat, Irham menyoroti komitmen yang sama harus diberlakukan untuk mereka.

“Jika aparat atau menteri bisa mendapatkannya sebagai hadiah, berarti sumber penyedia bulu cendrawasih, termasuk pedagangnya harus mengantongi izin khusus. Jika tidak, maka aspek penegakan hukum untuk kedua belah pihak harus diberlakukan,” ujar Irham.

Sewaktu masih berstatus mahasiswa dulu, aku dan beberapa temanku yang juga pengamat burung (birdwatcher) pernah mendatangi sejumlah pasar burung di Bogor dan Jakarta. Tak hanya cendrawasih, burung-burung dilindungi lainnya juga bernasib sama, ditangkapi dan diperjualbelikan secara ilegal.

Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, seekor burung cendrawasih hidup bisa dijual dengan kisaran harga Rp 1-3 juta. Cendrawasih yang sudah mati dan diawetkan juga memiliki banyak peminat. Mereka berani membeli dengan kisaran harga Rp 700 ribu hingga satu juta rupiah.

Foto: Kaskus
Foto: Kaskus

Burung ini ditangkap dengan cara diburu, dijerat, ditembak, atau dipanah demi menjadikan bulunya sebagai hiasan kepala manusia. Cendrawasih tak ayal menjadi burung surga yang bernasib bak di neraka. Sungguh kasihan!


22 responses to “Nasib Burung Cendrawasih di Mahkota Tuan”

    • Kalo untuk sekelas pejabat tinggi, mana mungkin dikasih bulu burung palsu Narita. Sama, aq juga kaget mendengar cerita beberapa orang kawan yg juga jurnalis di Papua 😥

      Like

  1. Duh, miris. Karena keindahan bulunya akhirnya jadi hiasan kepala. Saya kira sudah tidak ada penjualan hiasan kepala ini lagi. Menurut salah satu gadis papua yang pernah saya temui, dia mengenakan hiasan ini. Katanya hanya bisa didapatkan dengan disewa. Entahlah bagaimana proses pejabat-pejabat itu mendapatkan hadiah ini.

    Like

    • Sistem sewa ini bagus ya mba. Seharusnya diteruskan ini ke seluruh instansi daerah dan pemerintah yang ada di sana. Saya juga percaya sebagian besar mungkin sudah sadar dengan pelestarian burung cenderawasih ini.

      Like

  2. Ya Rabb, kasihan banget. Diburu cuma untuk topi pejabat yang barangkali dipakai hanya sekali dua kali. Semoga KLHK bisa membuat regulasi yang lebih baik dan menindak para pelanggar. Indonesia dikenal sebagai negara dengan keanekaragaman hayati dan hewani, keanekaragaman itu benar-benar harus dijaga

    Like

  3. What!!! Duh, semoga tradisi itu segera dihentikan dan dicari pengganti burung cindrawasih. Soalnya kan itu burung dah langka dan kalau tak salah sudah masuk dalam hewan yang dilindungi kan?

    Like

  4. Kasihan amat cendrawasih. Saya kira penyematan topi itu hanya seremoni yang nanti dikembalikan lagi.

    Di sisi lain, cendrawasih mendatangkan pemasukan buat warga Papua yang secara ekonomi juga seret.

    Tapi harus ada perubahan dari kebiasaan ini.

    Like

    • Saya yakin tidak semuanya diberikan gratis untuk pejabat atau tamu agung. Cuma memang harus diseragamkan semua. Hendaknya jangan lagi ada diberikan gratis, tapi sekadar seremonial saja.

      Like

  5. Idih, enak banget dapet topi dari bulu cendrawasih. Cuma buat topi doang terua populasi burung endemik ini semakin berkurang. Ya ampun bisa kan dibuat tiruannya, biar ga mengorbankan burung khas papau ini.

    Like

  6. Koq engga ada kesadaran lingkungan dari pemangku kepentingan yah…Mustinya memberi contoh ya kepala daerahnya. Kalau udah tahu semakin langka, dicari lah pengganti dari sintetis kali yah…
    Bagus banget sih memang ya burung cenderawasih itu…

    Like

  7. Sedih dengernya. Burung cantik seperti itu menjadi incaran perburuan. Aki kira yang dipakai itu bulu imitasi, ternyata betulan. Lalu, mau sampe kapan Cendrawasih akan diburu terus menerus.

    Like

  8. Sayang banget ya. Padahal kasih bulu palsu aja kenapa sih? Justru harusnya pejabat lebih peduli nih. Kan yg buat kebijakan

    Like

  9. Kalau dibiarkan seperti itu sagat disayangkan. Ekosistem cendrawasih lama-lama punah. Padahal dengan membuat hiasan mahkota dengan bulu buatan bukan dari bulu asli burung cendrawasih pun sepertinya lebh bagus

    Like

  10. Iya, kasihan. Terancam karena keindahan yang dimilikinya. Harusnya mahkota dari burung cenderawasih itu simbol saja ya. Tidak untuk dibawa pulang, jadi bisa dipakai berulang-ulang… Kasihan nasib cenderawasih

    Like

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Blog at WordPress.com.